5.2 Masa Lalu

2.1K 128 1
                                    

"Freya! Ettan sama yang lain udah ada di ruang kepala sekolah!" seru Nindy yang menghampiri Freya yang sejak tadi menangis.

Freya menatap ke arah Nindy dan menghapus air matanya.

"Udah gak usah nangis, Ettan gak kenapa-kenapa kok. Gak ada luka" Nindy mencoba menenangkan Freya.

"Gue bukan masalahin itu doang, tapi Ettan udah janji sama gue gak akan bertengkar kayak gini lagi" ucap Freya dengan sisa-sisa air matanya "Gue kecewa banget sama dia"

"Gue tau kalau Ettan itu anaknya kasar, suka berantem, ngebentak. Tapi lo liat lagi deh, dia ngebentak lo juga kalau lo udah kebangetan banget salahnya, dia berantem juga karena ngebela dirinya sendiri dan temen-temennya, dia juga gak pernah main tangan ke lo kan?" lanjut Nindy.

"Tapi gue gak suka kalau dia harus kayak gitu, emangnya semua permasalahan harus diselesain pake otot?" Freya kembali menangis "Gue sayang sama dia Ndy, tapi dia gak pernah berusaha buat berubah dan bikin gue seneng"

Nindy mengusap-usap punggung Freya dengan pelan untuk menenangkan temannya tersebut "Itu udah wataknya dia Frey, lo gak perlu ubah dia yang terpenting dia sayang dan peduli sama lo, gak pernah main tangan pula. Gue liat selama ini Ettan gak akan mulai duluan kalau gak dipancing. Coba deh lo inget-inget emang dia pernah mancing keributan duluan?"

Freya menggelengkan kepalanya dengan pasrah.

"Nah, yaudah. Berarti gak ada yang harus diributin lagi" ujar Nindy.

"Gue gak mau bahas Ndy" Freya menghapus kembali pipinya yang basah "Trus kabar Luna gimana?"

"Nah, mending kita khawatirin kabar Luna. Dia di bawa ke rumah sakit, dia banyak kekurangan darah" ucap Nindy dengan sendu "Kita pulang sekolah ke rumah sakit yuk, jenguk Luna" ajaknya.

Freya mengangguk setuju.

"Ini dia nih, biang dari biangnya keributan" ucapan Clara membuat semua menoleh ke arah pintu.

Maudy baru saja masuk ke dalam kelas.

"Makanya kalau punya pacar ya satu aja, gak usah pake selingkuh" ujar Joana dengan keras dan sengaja.

Freya menghampiri Maudy dan mengajaknya duduk di sampingnya.

"Bagaimana dengan Ettan?" tanya Freya dengan terburu-buru.

Maudy menggelengkan kepalanya dan menutupi wajahnya. Ia menangis sejadi-jadinya.

Freya menatap keheranan dengan Nindy.

"Lo harusnya bersyukur ada Ettan sama saudara-saudaranya, kalau engga gimana tuh nasib Fandi?" celetuk Joana kembali.

"Gue malah gak ngerti lagi sama nasib Luna" celetuk Clara "Dia sampe masuk rumah sakit dan katanya banyak kehilangan darah. Gue tau sih itu udah takdir, tapi coba deh kalau gak ada api pasti gak akan ada asap. Kalau gak ada yang selingkuh, gak ada tawuran dan pasti gak akan Luna masuk rumah sakit"

Freya begitu panas mendengarnya. Meskipun apa yang dikatakan Clara itu ada benarnya dan ia yakin Ettan juga pasti tidak akan ikut terlibat. Tapi bisakah membicarakan hal itu nanti? Freya sangat ingin mengetahui kabar Ettan!

"Maudy?" tanya Freya yang menggoyang-goyangkan bahu Maudy.

Maudy masih menangis di tempat dan menutupi wajahnya.

"Freya!" seru suara memanggil namanya itu.

Ya Tuhan! Ettan sudah berada di depan pintu, dengan kondisi yang baik-baik saja. Hanya saja, baju seragamnya sudah banyak robekan dan mukanya sedikit lebam. Itu lebih baik dari apa yang ia bayangkan sebelumnya.

Vandra & EttanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang