28. Keputusan

1.8K 97 2
                                    

Ettan sudah menunggu berjam-jam, berkali-kali juga ia melihat jam di layar ponselnya. Menunggu dipinggir jalan sampai langit begitu gelap. Namun Ettan tetap begitu bersikeras akan menunggu di depan rumah Vandra.

Sejak sore tadi sepulang sekolah, Ettan menyempatkan dirinya untuk ke rumah Vandra namun hasilnya nihil, Vandra tidak ada di rumah. Bahkan asisten rumah tangga Vandra mengatakan bahwa Vandra belum pulang sejak pagi berangkat ke sekolah. Disaat itu juga Ettan mencoba berkali-kali untuk menelpon Vandra namun tidak ada hasilnya.

Ettan mulai sedikit merasa frustasi dengan keadaan yang ia alami sekarang. Berkali-kali Ettan mencoba untuk membuang pikiran-pikiran negatif yang terus berkeliaran di otaknya, namun hasilnya terus-menerus gagal. Sekarang ia mulai takut terjadi sesuatu dengan gadis yang amat ia cintai itu. Apalagi terakhir Ettan melihat Vandra sedang berboncengan dengan Gerald, yang merupakan mantan kekasih Vandra. Bagaimana hati Ettan tidak begitu panas? Bagaimana pikirannya bisa begitu tenang?

Ponsel Ettan berdering begitu keras, lalu dengan bersemangat ia mengangkat telepon tersebut.

"Kamu dimana?" Ettan langsung menanyakan tanpa berbasa-basi.

"Idih. Ngapain sih lo ngomong aku kamu? Geli banget dah dengernya. Lagian harusnya gue yang tanya, sekarang lo ada dimana? Tadi tante Chiara telepon, nanyain lo ke gue"

Ettan melihat ke layar ponselnya, ternyata Juna yang menelponnya.

"Gue masih deket-deket rumah kok" sahut Ettan dengan pelan.

"Deket rumah? Maksudnya rumah Vandra?" Juna mencoba memperjelas pembicaraan.

Ettan berdehem dengan keras, ia malas menjawab pertanyaan sepupunya tersebut.

"Ngapain? Kalian balikan?"

"SIAPA YANG PUTUS KAMPRET?!" Ettan mulai mengeluarkan nada tingginya.

"Oh, gue kira putus... Trus gimana kalian udah baikan?"

Ettan mendecak, karena pertanyaan tersebut mempersulit jawabannya.

"Kayaknya terdengar kurang baik... Sekarang lo udah mau pulang ke rumah?"

"Belum Jun, gue belum ketemu Vandra" pernyataan Ettan diakhir dengan suara nafas yang panjang "Dia belum pulang dari berangkat sekolah"

"Dari berangkat sekolah? Maksudnya? Dia tadi cabut? Masa sih? Kayak bukan Vandra banget. Maksud gue... seorang Vandra cabut sekolah? Gak mungkin"

"Kan tadi gue udah bilang, tadi pagi gue masih liat dia mau berangkat sekolah. Gue juga bingung kenapa dia gak ke sekolah, bahkan sampai sekarang dia belum balik ke rumah" Ettan mulai menjelaskan persoalannya "Hati gue mulai gak tenang Jun, soalnya tadi pagi gue liat Vandra dibonceng sama Gerald"

"Gerald anak IPS yang keponakannya kepsek itu?"

"Udah ah gue males ngomong sama lo" ketus Ettan, lalu tanpa peduli ia memutuskan sambungan teleponnya.

Ettan kembali menundukkan kepalanya diantara kedua lututnya yang ditekuk. Menunggu dipinggir jalan tepat di depan rumah Vandra. Jam mulai menunjukkan pukul 11 tapi hingga detik ini Vandra juga belum pulang ke rumah.

Kamu dimana Van...

Berkali-kali mobil dan motor lewat dihadapannya dan mungkinjuga sudah berkali-kali orang-orang menatapnya dengan keheranan. Namun ia tidak peduli dengan hal itu. Sekarang yang Ettan pikirkan hanya Vandra, keadaan Vandra lalu niatnya untuk meminta maaf dan memperbaiki semuanya. Meskipun ia sendiri tidak tau apakah Vandra bisa memaafkannya atau tidak.

Sebuah sepeda motor membelokkan ke arah rumah Vandra dan Ettan sangat tau dengan mereka yang berada di atas motor. Dengan segera, Ettan memasuki rumah Vandra untuk menghampiri mereka berdua.

Vandra & EttanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang