20.2 Awkward Moment

1.9K 109 1
                                    

Omar dan Chiara berubah menjadi gestur yang serius, mereka berdua dengan kompak memberhentikan makannya dan menatap anaknya dengan lekat.

"Dengan siapa? Kenapa kamu tidak cerita dan tidak ada bekas luka?!" ucap Chiara dengan khawatir.

"Kamu ikutan Elang?" Cara ikut bertanya pada anaknya.

"Tadinya dia ingin tapi tidak jadi, aku ingin menghajar orang itu sendirian Mama Cara" Ettan yang menjawabnya.

Cara mendecak "Ettan sesekali kamu harus memberikan kesempatan itu pada Elang"

Elang menatap Ettan sementara Ettan hanya terkekeh pelan.

"Kalian sedang bercanda ya?" tanya Celia.

"Sayangnya ini bukan jokes, Mamaku sayang. Hal itu benar-benar terjadi kemarin" ujar Juna.

"Bertengkar dengan siapa?" kini Omar yang angkat bicara "Anak sekolah lain lagi?"

Ettan mengangguk dengan santai "Tapi aku punya pembelaan yang benar atas semua itu, Yah"

Vandra menoleh ke arah Ettan dengan wajah yang khawatir. Vandra tidak ingin Ettan mengatakan di deoan keluarga besarnya ini, namun Ettan dengan santai sejak tadi bicara. Seperti bukanlah hal yang memalukan.

"Apa pembelaanmu yang sekarang ini?" tanya Omar kembali.

"Jangan terlalu keras dengannya, Omar. Umur mereka memang sedang rentan untuk kenakalan remaja" Cara membela kembali.

"Aku setuju dengan Cara" ujar Arshad "Jawablah Ettan, Papa Arshad ini juga sedang menunggu jawabanmu"

"Dia mantannya Vandra, dia sengaja datang ke sekolah untuk menemui Vandra, laku dia menghina Vandra di depan mataku dengan mengatakan Vandra murahan. Aku tidak bisa memaafkannya, jadi kuhajar saja dia" Ettan menjawabnya dengan santai namun ia mengecilkan suaranya tersebut "Maaf ya ayah, habis aku tidak tahan untuk terus menahannya dan tidak melayangkan pukulan itu. Bicaranya membuat telingaku begitu panas"

Semua menatap Ettan dengan lekat-lekat lalu ke arah Vandra secara bergantian.

Arshad bertepuk tangan mendengarnya, lalu diikuti oleh Davie.

"Baru sekarang Papa mendengar hal yang bagus darimu, Ettan. Pertahankan" ujar Davie dengan semangat.

Ettan menjadi tersenyum bangga.

Cara melirik suaminya tersebut "Tumben, biasanya kamu sangat melarang akan hal-hal seperti itu"

"Kali ini beda. Dengarkan kalian bertiga, untuk hal-hal seperti membela perempuan, papa setuju jika kalian bermain fisik dengan orang lain" ucap Davie.

"Kamu menghabisinya sendirian?" tanya Arshad.

Ettan mengangguk "Dan dia gak memberikan perlawanan sedikitpun, sehingga aku tidak terluka sama sekali" ucap Ettan dengan berbangga.

"Pantas" gumam Val.

"Cowok idaman di sekolahmu itu berubah mendadak menjadi kebiru-biruan ya?" ejek Ettan mengarah ke Val.

Val malas bicara dengannya dan memilih untuk melanjutkan kembali untuk makan.

"Cowok seperti apa yang dulu bersamamu, Vandra?" Janet kini yang berbicara.

"Benar. Aku tidak bisa membayangkan sekasar apa ia padamu dan bagaimana kamu bisa bertahan?" lanjut Darla yang sudah menyerngitkan alisnya.

"Pantas saja semua orang bilang cinta itu buta, tapi seharusnya kamu tidak selalu menjadi termasuk orang buta tersebut"

Kini Darla dan Janet saling berbicara satu sama lain secara bergantian untuk menasehati Vandra. Vandra sendiri pun sejak tadi hanya diam dan memperhatikan mereka bicara tanpa menjawabnya ataupun meresponnya.

Vandra & EttanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang