Pagi-pagi sekali Nathan sudah berkutat dengan layar laptopnya di ruang OSIS. Dia harus segera menyelesaikan proposal untuk acara pentas seni 3 bulan mendatang.
Tok… tok!
"Masuk!"
"Woy, serius banget lo, Than!"
Nathan tersenyum saat mendengar suara yang sudah tak asing lagi ditelinganya. "Kenapa, Tang?"
Bintang yang saat ini sedang bersandar pada pintu sambil menyilangkan tangannya, berdecak sambil memanyunkan bibirnya. "Tang, Tang, lo pikir gua tang apa. Lama-lama jadi kunci inggris, dah."
Nathan terkekeh pelan. "Ya, kan, nama lo Bintang, makanya gua panggil Tang."
Bintang duduk di samping Nathan. "Lagi ngerjain apa, sih, lo? Serius banget kayaknya."
"Biasalah, proposal pensi."
"Astaga, lo kan ketuanya, kenapa ngerjain proposal sendirian? Sekretaris lo kemana?"
"Sakit dia."
"Mau gua bantuin, gak?" tanya Bintang menawarkan jasanya.
Nathan menatap Bintang. "Yakin lo mau bantuin gua?"
Bintang mengangguk. "Asalkan ada traktiran bakso mang Ujang."
"Sial, gua pikir lo nolongin gua dengan suka rela. Taunya harus ada imbalannya."
"Heh, Than, zaman sekarang mana ada, sih, yang gratis. Kentut aja bayar."
"Hh, iya dah, iya."
Bintang mengambil alih laptop dari tangan Nathan, sekarang gilirannya ulang berkutat dengan laptop itu. Nathan hanya memperhatikan Bintang yang bekerja dengan amat serius, jari-jari mungilnya itu bermain dengan lincah di atas keyboard laptop.
"Tang, kenapa lo harus resign dari OSIS, sih?" Pertanyaan Nathan membuat Bintang menghentikan aktivitasnya. Memang benar, dulu Bintang merupakan anggota OSIS sama seperti Nathan. Tapi saat naik kelas 11, dia memutuskan untuk resign. Bukan tanpa alasan Bintang keluar dari OSIS, saat itu ia mulai menjadi trouble maker yang tentunya bertentangan dengan prinsip OSIS.
"Lo gak capek apa jadi trouble maker? Panjat tebing, bolos sekolah, dan paling parahnya ikut tawuran lagi. Untung ketosnya gua, jadi gua masih bisa tutupin kesalahan-kesalahan lo di belakang gua. Ayolah, Tang, balik lagi jadi lo yang dulu. Yang ceria, lembut, sosok Bintang yang menjadi panutan semua orang."
Bintang menghela napas dalam-dalam. "Than, ini juga bukan karena kemauan gua, kok. Gua cuma capek aja terus berpura-pura jadi anak baik, sedangkan bokap gua aja gak pernah hargain usaha gua. Itu semua bikin gua jadi frustrasi, Than."
"I know, but cara yang lo tempuh itu salah, Bintang. Bukan gini caranya."
Bintang menoyor kepala Nathan. "Udah, gausah nasehatin gua. Kalo lo masih mau nyinggung-nyinggung soal hidup gua, gua gak jadi nih bantuin lo."
"Eh, jangan gitu dong."
"Ya, makanya gausah rese."
"Iya maafin gua, jangan baper dong."
Bintang berdecak sebal. "Udah gua maafin."
"Udah dimaafin, kok, mukanya jutek gitu?" tanya Nathan seraya mencolek pipi Bintang.
Bintang menepis tangan Nathan. "Apasih, geli tau gak!"
"Jangan marah lagi dong."
"Gua gak marah, cuma kesel aja."
Nathan bertopang dagu. "Gini deh, biar lo gak kesel lagi, gimana kalo nanti malam kita jalan? Mau gak?"
Bintang melirik Nathan dengan ekor matanya. "Jalan kemana?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Bulan dan Bintang [On Going]
Novela Juvenil[FOLLOW SEBELUM MEMBACA!] [UPDATE SETIAP SABTU PUKUL 20.00 wib] Berkisah tentang Bulan dan Bintang, dua gadis kembar dengan karakter yang bertolak belakang, mendatangkan alur cerita baru dalam kehidupan keduanya. Kehidupan dua remaja itu dipenuhi...