"Lan, gua suka sama lo!"
Matanya sudah membulat sempurna. Bibirnya terkatup tak bersua. Lidahnya kelu seakan bisu. Bulan tidak bisa berpikir jernih, pernyataan Aarav cukup membuat dirinya syok.
"Lan, Lo denger gak gua ngomong apa?" tanya Aarav yang kini sudah berada di samping Bulan.
Bulan menatap Aarav. "Gua gak denger," elaknya sambil membuang muka.
"Kalo gitu gua tegasin sekali lagi, gua suka sama lo, Bulan!"
"Tapi gua gak suka sama lo!" tegas Bulan berusaha tetap tenang.
Aarav menatap Bulan, lalu memegang kedua bahunya. "Gapapa lo gasuka sama gua, yang penting lo tau gua suka sama lo. Itu udah cukup buat gua. Gua gak berharap lebih, kok."
Bulan balas menatap Aarav. "Baguslah, karena gua emang gak akan pernah balas perasaan lo."
Aarav menurunkan tangannya dari bahu gadis itu, tersenyum simpul. "Just wait, and see. Sampe sejauh mana lo bisa pertahanin rasa gengsi lo itu, Lan. Gua tau kok, lo juga punya perasaan yang sama buat gua."
Bulan menatap Aarav dengan tatapan jijik. "Dih, pede banget jadi orang. Jangan mimpi terlalu tinggi, ntar sakitnya kalo pas udah jatuh. Gua cabut, bye!"
"Eh, Lan! Kok cabut, sih? Mada gua ditinggal gitu aja?"
Bulan mengabaikan Aarav, ia menggeleng-gelengkan kepalanya sambil terus berjalan lurus. Hingga langkahnya terhenti begitu Aarav kembali bersuara.
"Pintu keluar ada di belakang lo!"
Bulan mengerjap, bahkan merutuki kebodohannya. Bisa-bisanya ia melangkahkan kaki kedalam sekolah lagi, padahal seharusnya ia melangkah keluar gerbang. "Ia gua tau!" sahutnya sembari menutupi rasa malu.
Aarav terkekeh geli. "Salting, kan, lo."
"Shut up!"
Saking malunya, gadis itu buru-buru berlari kearah mobil jemputan dan segera masuk berharap Aarav tidak melihat batang hidungnya lagi.
"Anjir, sialan tuh anak! Malu banget gua sumpah."
***
Di kamarnya, Bulan merenung di hadapan buku diary yang terbuka. Gadis itu menatap sebuah polaroid bergambarkan wajah seseorang.
"Nathan, gua ngerasa akhir-akhir ini lo beda, lo berubah, bukan Nathan yang gua kenal. Semenjak kita gak satu sekolah lagi, lo jadi semakin jauh dari gua. Lo lebih dekat sama Kakak gua sekarang, Bulan. Kenapa, Nathan? Padahal lo tau kalo Bintang adalah Bulan, tapi kenapa lo jadi cuek sama gua? Gua kangen Nathan yang selalu ada buat gua, Nathan yang selalu menghadirkan keceriaan di hidup gua yang sunyi. Akhirnya ketakutan gua terjadi juga, kan. Lo lebih suka sama Bulan ketimbang gua, Nat. Dan lagi-lagi Bulan rebut semua yang gua punya, bahkan lo juga, hiks..."
Drtt!
Gadis itu terhenyak mendengar dering ponselnya dan cepat-cepat menghapus air matanya.
Dahinya mengernyit. "Aarav?"
Bulan malas mengangkat telepon dari laki-laki itu, akhirnya diapun mengabaikan panggilan Aarav dan kembali memandangi foto Nathan. Setelah lima detik, ponselnya kembali berdering. Bulan masih dalam pendiriannya, mengabaikan telepon itu. Dan lagi, ponselnya berdering lebih lama. Bulan frustrasi, akhirnya ia pun mengangkat telepon dari Aarav.
"Mau lo apa, sih?" tanya Bulan langsung sewot.
"Gak banyak, gua cuma mau ucapin selamat malam sama lo."
"Hah? Hello, tuan jerapah. Cara lo norak tau gak, yang ada bikin gua muak sama lo. Lagian ngapain coba pake segala ngucapin selamat malam? Gak ada kerjaan banget."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bulan dan Bintang [On Going]
Fiksi Remaja[FOLLOW SEBELUM MEMBACA!] [UPDATE SETIAP SABTU PUKUL 20.00 wib] Berkisah tentang Bulan dan Bintang, dua gadis kembar dengan karakter yang bertolak belakang, mendatangkan alur cerita baru dalam kehidupan keduanya. Kehidupan dua remaja itu dipenuhi...