kolom komen disediakan untuk menghujat penulis atau Jaron, eh tapi hujat Jaron aja yang dibanyakin ya hehe, kalo sama penulis diajak ngobrol aja biar gak juling baca bahan skripsi terus
🌸
Presentasi berjalan lancar. Setelah berbagai pertemuan lanjutan, dicapai titik temu antara konsep yang ditawarkan pihak label dan konsep yang diinginkan Enam Hari. Negosiasi berhasil mempertemukan kehendak Enam Hari untuk memiliki kendali kreatif atas material musik mereka dan kehendak label untuk menambahkan unsur-unsur yang lebih mudah diterima masyrakat. Oleh karenanya, Enam Hari kembali sibuk. Jaron apalagi, jangan ditanya.
Liana sendiri tak kalah sibuk dengan penelitiannya. Jaron jadi semakin jarang melihat Liana di rumah karena pada dasarnya, Jaron juga jarang pulang dan lebih sering mengendap di studio bersama para member Enam Hari. Sudah tiga hari Liana menginap di kost Audrey demi mencari teman dan ketenangan selama mengerjakan paper, dan Jaron menyempatkan pergi ke Batam untuk mengunjungi kakaknya.
Sekali lagi, dunia keduanya tidak bertemu di sudut yang sama.
Jaron sibuk dengan pekerjaannya, Liana pun begitu.
Kembali dari Batam, Jaron langsung menjemput Liana untuk pulang. Keduanya bahkan menyempatkan mampir ke toko kelontong untuk belanja. Selagi Liana belanja dan Jaron menunggu di atas motor balapnya, ibu-ibu tetangga lewat dan Jaron berusaha menyapa mereka. Liana dan Jaron baru saja pindah ke kompleks perumahan ini sehingga keduanya belum begitu mengenal tetangga-tetangga mereka, tapi bukan berarti Jaron tidak punya alasan untuk bersopan santun pada mereka.
Sayup terdengar percakapan para ibu selagi mereka berlalu. Bu Rina—jika namanya tidak salah—sempat-sempatnya mengomentari Jaron yang tinggal serumah berdua dengan Liana, padahal mereka masih sangat muda dan tidak seharusnya dua muda-mudi tinggal bersama. Belum lagi, tampilan Liana dengan rambut berwarna dan telinga penuh tindik tidak tampak seperti perempuan baik-baik. Liana sering membawa pulang laki-laki lain, tidak hanya dua tiga kali, bahkan beberapa laki-laki sekaligus baik itu di siang bolong maupun di malam buta; begitu kata mereka.
Dikiranya Jaron tidak bisa mendengar mereka? Judulnya saja bisik-bisik tetangga, tapi di ujung gang sebelah juga masih terdengar desisan gosip mereka.
Jaron sangat, sangat tidak suka stigma mereka. Jaron berharap mereka setidaknya menerapkan asas praduga tidak bersalah, tapi apa daya? Mereka semua bukan sarjana hukum seperti Jaron, tetapi sudah menghakimi sebelum mengonfirmasi. Mereka tidak bertanya, tapi Jaron juga tidak menjelaskan ke mereka. Jaron sendiri bingung kalau benar ditanya, mau menjelaskan dari mana. Siapa Jaron? Siapa Liana? Siapa mereka?
Rupanya Liana juga mendengar hal yang sama, tapi ia tidak mau banyak berbicara soal itu.
"Aku capek njelasin ke semua orang soal kita," alasan Liana, "Bukan capek, sih. Males. Males karena mereka semua keburu judgmental."
"Ya, besok kita bikin arisan aja di sini biar semua orang di komplek kenal sama kita," usul Jaron.
Tentu saja usulan Jaron berakhir sebagai wacana semata, karena Jaron dan Liana nyatanya hampir tidak pernah berada di rumah dan hanya pulang untuk tidur.
Menurut Liana, orang-orang sama saja dengan ibunya yang doyan mengendalikan segala aspek makro dan mikro kehidupan Liana. Mulai dari pilihan sekolah, prospek karier, lingkaran pertemanan, kegiatan sehari-hari, kegiatan akhir pekan, jam kerja, jam malam, gaya berpakaian, hingga makanan yang boleh ia konsumsi dan minuman yang layak menjadi kesukaannya.
"Emang anak gadis saya itu paling bandel, gak bisa diatur. Saya kehabisan cara buat ngatur dia."
Bandel? Tidak bisa diatur?
![](https://img.wattpad.com/cover/132774490-288-k778778.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Aral [Hiatus]
Любовные романыBersatu bukan sekadar mengandalkan komitmen, tapi juga kesediaan untuk menerima keadaan. Oh, dan toleransi pada komentar orang. Terlalu muda, terburu-buru, tidak perhitungan, misalnya. Araliana dan Jaron terlalu cepat mengiyakan hidup sebelum belaja...