do I want to be Lian or do I want a significant other like Jaron? hard choices
honestly?
aku mau nyimpen dulu 3 bab yg aku tulis like let's just get back later after all real-life works end tapi tiba-tiba Aral udah tembus 5.2k reads + 680 votes. I mean, it's a number, and number's just a number, tapi aku sangat makasih sama kalian yg udah baca sampe sini dan mengapresiasi cerita yang tidak sempurna dengan segala kegaduhan dan kegundahannya ini
I think you guys deserve to know what happens next, as soon as possible
meskipun aku maunya di sini uwu uwu terus aja, life happens to Araliaron, and Brian, and Dion, and Tio, and Raka, and basically everyone else here
aku masih belum siap bersedih sama brian sama liana but it will eventually happen
till the time comes, here you go
🌸🌸🌸
Pekan ini, Jaron akhirnya benar-benar tinggal di rumah bersama Liana. Andaikan Liana bersedia untuk jujur, ia senang karena tidak lagi sendiri dan tidak perlu berbohong dengan hatinya bahwa dia rindu. Kehadiran Jaron sudah pasti menjamin rumah tidak akan sepi. Akan tetapi, kehadiran Jaron tak jarang membuatnya sebal karena Jaron gemar sewaktu-waktu mengganggu ketika ia mengerjakan pekerjaan rumah. Seorang Jaron Prakasa yang sedang dalam mode gaji buta selalu mengajak mengobrol, membuntuti Liana meskipun ia hanya beranjak lima langkah, atau merajuk meminta waktu untuk bermanja-manja.
Jangan salah. Tentu saja Liana senang jika dipeluk-peluk suami sendiri, tapi tidak perlu dipeluk saat ia sedang memasak tumis atau saat sedang menonton berita politik internasional terkini di televisi juga.
Kadang Liana berharap Jaron menumbuhkan hobi gegoleran seperti Brian agar ia lebih banyak diam, tidak pecicilan, tidak ribut, tidak berisik, dan tidak cerewet. Tapi cepat-cepat Liana hapus harapan itu, karena Brian yang sudah khusyuk goler akan benar-benar tidak bergeming seperti arca. Dan tentu saja, Liana tidak ingin menghadapi dua arca sekaligus dalam kehidupannya di dunia fana ini.
"Good morning!" tiba-tiba Jaron muncul di dapur dan mencium pipi Liana yang sedang menggoreng telur untuk sarapan.
Liana berbalik dan mendapati Jaron yang, dengan tidak biasanya, sudah rapi di pagi cerah ini. Biasanya, setelah Subuh Jaron tidur lagi. Bangun pun hanya karena lapar atau haus, sebelum benar-benar melek ketika hari menjelang siang benderang.
Ah, berarti Liana harus memasak seporsi sarapan lagi untuk Jaron hari ini.
"Kok, udah rapi? Ngaps?"
"Oh, jelas! I'm gonna spend the day with my wifey today!" Jaron menjawab dengan ceria, akhir kalimatnya bernada, "Kan, kamu kemaren bilang hari ini kita mau belanja bulanan? Ayo, lah, let's go on a date sekalian. Gemes, gak, tuh, grocery date?"
Liana melihat jam di dinding dapur, lalu kembali menatap Jaron datar. Ini masih pukul tujuh pagi. Selain supermarket, belum ada swalayan yang buka sepagi ini. Belum lagi kalau mengagendakan kencan, Liana masih jauh dari kata siap.
"Ya, nggak sepagi ini juga, J. Aku belum mandi ini."
Jaron melihat Liana dari atas sampai bawah sebelum membuka kulkas dan mengambil sekotak besar susu, kemudian bertanya, "Tapi udah sikat gigi?"
"Ya, udah, lah," jawab Liana seketika.
"Boleh cium, dong?"
Lap kompor melayang ke muka Jaron, tapi yang dilempar hanya tertawa-tawa ayam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aral [Hiatus]
RomanceBersatu bukan sekadar mengandalkan komitmen, tapi juga kesediaan untuk menerima keadaan. Oh, dan toleransi pada komentar orang. Terlalu muda, terburu-buru, tidak perhitungan, misalnya. Araliana dan Jaron terlalu cepat mengiyakan hidup sebelum belaja...