2 - OWN VERSION OF ME

14.5K 641 46
                                    

Februari 2016

Hari ini kehidupan sebenarnya dimulai. Entah aku harus senang dengan semua ini atau malah harus takut? Ya, takut. Aku baru saja menyandang gelar Sarjana Komunikasi dari salah satu Universitas terbaik yang dimiliki Indonesia di bilangan Depok.

Meskipun lulus dari Universitas ternama bukan jaminan bahwa kehidupanku esok akan sangat baik. Aku pasti mengamini kehidupan baik itu tapi tentu saja dengan lulus dari Universitas artinya aku harus bersiap mencari kerja. Lebih penting lagi aku harus siap berhadapan dengan istilah yang selama ini menyebar di masyarakat. Tentang, "dunia itu kejam".

Masa-masa kuliah adalah masa yang sangat memorable bagiku. Bagaimana tidak, sebagian pelajaran hidup kudapatkan selama masa kuliah. Oh iya, namaku Aerlangga Bumi Putra. Biasa dipanggil Putra sama teman-teman, tapi dosen-dosenku lebih suka memanggilku Bumi. Sebenarnya aku kurang menyukai panggilan itu, tapi mereka gak pernah memberiku alasan kenapa mereka manggilku dengan nama planet itu. 

Aku bukanlah model yang diidolakan di kampus, bahkan tinggiku saja pas di 170 cm. Berkacamata pula. Tapi bukan berarti aku kutu buku. Justru aku memiliki lingkup pergaulan yang begitu luas, bisa dibilang di atas teman-teman seangkatanku. Masalah popularitas, aku bisa saja sombong sebenarnya, tapi apa yang mau disombongkan? Memang realitasnya seperti itu. Aku populer di kampus. Bukan sebagai model, tapi sebagai salah satu mahasiswa berprestasi. Sampai semester 5 indeks prestasi komulatif (IPK)-ku bertahan di angka 4.00. 

Pada semester 6 aku mendapat 1 mata kuliah yang nilainya B untuk mata kuliah Politik. Alhsasil aku lulus dengan IPK 3.98 tetapi tetap mendapatkan gelar Sarjana terbaik dengan hanya menempuh kuliah selama 7 semester. Sekalipun ada yang lulus dengan IPK 4.00 tapi kalau wisuda di angkatan gasal kebanyakan mereka lulus empat tahun lebih, termasuk yang punya IPK 4 itu. See, sebagai seorang pria aku merasa bangga saja pada diriku sendiri karena cukup jarang seorang pria di fakultasku mendapatkan IPK tinggi. 

Apalagi aku bukanlah seorang kutu buku ingat, yang ada aku lebih banyak menghabiskan waktuku bersama teman-teman untuk ngopi, nonton dan sesekali pergi ke club meski gak pernah memberanikan diri untuk menyentuh yang namanya minuman beralkohol. Belum lagi travelling, aku seorang traveller yang suka pergi ke tempat-tempat baru. 

Sudah cukup banyak tempat-tempat di Indonesia yang aku jamahi. Luar negeri? Meskipun aku belum pernah ke Eropa atau Amerika, tapi setidaknya beberapa negara di Asia sudah kusinggahi. Sebut saja Jepang, Thailand, Vietnam, Brunei, Malaysia dan Singapura. Ah, Singapura. Entah kenapa ini adalah negara yang sudah seperti rumah kedua bagiku. Selama kuliah aku sudah empat kali berlibur ke negara kecil ini. Bahkan, sebelum kuliah pun aku sudah pernah tinggal selama enam bulan di Negara Singa Putih itu untuk menemani adikku berobat. Intinya, setiap ada libur pasti aku pakai untuk jalan-jalan. 

Keluargaku sendiri sebenarnya bukanlah orang kaya tapi kami cukup berada. Meskipun ayah berstatus sebagai seorang PNS, tapi jabatannya cukup tinggi di pemerintahan kota sementara Ibuku adalah seorang workaholic, bisa dibilang. Dia kerja dari senin hingga sabtu sebagai Dosen di tiga Universitas ternama di Bandung, padahal Ibuku punya bisnis makanan yaitu membuka toko kue yang sudah cukup besar dengan memiliki banyak cabang dan puluhan karyawan. 

Bulan ini ibuku membuka lagi kuliner pattaserie dan canapeas alias sebuah kuliener yang sepesialis kue-kue kecil di bilangan Braga. Aku sempat diminta ibuku untuk mengelolanya. Hanya saja aku orang yang cukup berprinsip untuk gak terlibat dalam bisnis keluarga. Aku ingin menjalani kehidupan karirku sendiri dari nol. Kakak pertamaku sudah sukses menjadi dokter, jadi masalah uang untuk sekedar hangout atau liburan gak begitu sulit bagiku. Itulah kenapa dunia sosialku luas. Kendati demikian kalau sudah urusan ujian aku memang lebih fokus dan mengabaikan kegiatanku yang lain.

Kini kehidupan baruku akan dimulai. Apakah aku akan menjadi seorang pekerja kantoran? Jujur saja aku belum terlalu siap. Alasannya sederhana. Pakaian. Ya, aku adalah seorang Putra yang lebih suka menggunakan pakaian santai sepanjang hari. Pas lulus saja aku sempat ditawari kerja sebagai staff Public Relations di Chevron pusat. Tapi aku belum siap untuk hijrah ke sana. 

Kaos polos putih dibalut kardigan, celana skinny jeans dan sepatu sport adalah yang selalu mencerminkan keseharianku. Tidak banyak yang berubah dalam urusan pakaian. Paling-paling aku mengganti warna kaus, mengganti sepatu sama sesekali mix and match dengan jaket kalau bosan dengan kardigan. Sementara dunia perkantoran akan menuntutku menggunakan pakaian formal selama seharian.

Terus masalah kehidupanku nanti setelah dapat kerja, aku sudah berniat memulai semuanya dari bawah. Aku sadar jika selama kuliah ini aku sudah cukup terfasilitasi. Sekarang sudah waktunya aku belajar benar-benar mandiri. Kalau perlu tempat tinggalku pun gak usah terlalu besar dan bagus seperti masa kuliah. Cukup yang murah dan sederhana saja agar aku bisa banyak belajar dari kehidupan. 

Oh iya, aku merasa butuh yang beda. Sebenarnya ini hal sepele sih, tapi tentu saja bisa merubah sedikit penampilanku. Aku akan melepas kacamata yang selama 6 tahun terakhir setia bersamaku menemani membaca buku. Mataku hanya min ½ untuk yang kanan sementara yang kiri minus 1. Bisa gitu ya? Gak masalah sebenarnya, aku masih bisa baca. Ini hanya soal kebiasaan saja.

Ada satu lagi kehidupan lainku yang harus kurubah untuk menjadi baru. Ini masalah orientasi seksualku. Semenjak aku berstatus sebagai mahasiswa aku mulai membuka kedokku sebagai seorang pria yang menyukai pria. Aku adalah seorang Gay.

Di kampusku sebenarnya banyak sekali 'kaum pelangi', begitulah kami menyebutnya. Tapi dari semua kaum pelangi yang aku tahu, tidak ada satu orang pun yang mengetahui mengenai orientasi seksualku. Bahkan salah satu teman dekatku yang juga seorang Gay tidak mengetahui siapa sebenarnya Putra yang dia kenal alias aku bisa bermain rapi. Bahkan sangat rapi.

Sebagai seorang Gay tentu saja aplikasi dating terpasang di smartphone-ku mulai dari Hornet, Grindr dan juga Blued. Beberapa kali aku menjalin hubungan dengan sesama Gay entah untuk berteman, berpacaran atau sekedar fun yang sebenarnya artinya adalah making love (ML). Of course I'm a smart guy, karena apa? Dari semua pria yang pernah bersamaku tak ada satu pun dari mereka yang kenal denganku di kampus. Biasanya aku lebih memilih orang luar. Sekalipun memang aku mendapatkan orang kampus, dipastikan aku hanya menerima mereka yang berbeda fakutas dengan gedung yang berjarak cukup jauh dari fakultasku. Tentu aku tidak pernah menampakan diriku di sosial media khusus penyuka sesama itu.

Terkadang aku selalu menyesali kehidupanku sendiri. Dengan prestasi yang kumiliki aku harus menjalani kehidupan yang belum bisa diterima oleh masyarakatku sendiri. Setahun lalu, aku berusaha keluar dari dunia pelangi ini dengan menjalin hubungan bersama seorang perempuan dari Fakultasku yang juga seangkatan denganku, bernama Anindiya Putri Utami atau biasa di sapa Nindi yang belakangan berubah menjadi Putri setelah berpacaran denganku.

Ini bukanlah drama Korea yang seakan semuanya di setting. Kami memang benar-benar bertemu sebagai Putra dan Putri. Hubungan kami semakin hari semakin baik dan sekalipun aku lulus lebih dulu tetapi kami selalu saling support untuk kehidupan masing-masing. Berkat dia juga orientasi seksualku teralihkan begitu saja, meskipun aku tidak bisa membohongi diri sendiri jika ketertarikanku pada seorang pria tetap tertanam di dalam diriku. Lalu, apakah berarti sekarang ini aku seorang Bisexual?

LOVE or LUSTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang