23 - GELAGAT SANG PENEROR

5.8K 443 116
                                    

"PUTRA!" panggil seseorang dari dalam mobil ketika aku baru saja sampai di depan gerbang kantor begitupun dengan mobil itu yang tak lain adalah Mbak Lea.

"Kenapa Mbak?" Aku membungkukkan badanku.

"kebetulan banget, bantuin gue dong bawa berkas-berkas di belakang ke ruang HRD soalnya banyak banget" ucap Mbak Lea sambil menunjukan tangannya ke kursi belakang.

"oh oke Mbak" aku membuka pintu mobil belakang dan kudapati beberapa tumpuk folder. Segera kuambil 4 folder dan 1 goody bag tanpa mau bertanya berkas apa saja isinya.

"segini aja ya Mbak" kataku sambil menunjukkan berkas yang kubawa dan menyisakan 2 folder lagi dengan 1 map kecil.

"yakin bisa? Kalo susah kurangi aja Put" ungkap Mbak Lea yang melihatku sedikit kerepotan.

"it's oke Mbak, bisa kok" aku meyakinkan.

"eh, gimana sama pacar lo?" sempat-sempatnya Mbak Lea menanyakan itu.

"ah runyam Mbak. Tapi Mbak tenang aja, hari ini saya akan profesional kok hehe. Ya udah Mbak, tuh ada mobil lain mau masuk" jelasku sambil mengisyaratkan jika ada mobil menunggunya di belakang mobil Mbak Lea. Mbak Lea hanya mengacungkan jempol dan segera memasuki parkiran. Sementara aku berjalan ke arah ruang HRD yang berada di gedung 3, melewati gedung tempat aku bekerja yang ada di gedung 1 lantai 6.

Setelah menunggu Mbak Lea di ruang HRD aku disuruh Rio, salah satu HR untuk memberikan daftar hadir interview ke bagian informasi. Belum lagi sama bagian informasi aku malah diminta cek kandidat interview yang sudah datang di ruang tunggu yang dijadwalkan mulai jam 9. Namun belum ada satu kandidat pun yang nampak batang hidungnya. Ya gimana ceritanya udah ada yang datang orang daftar hadirnya saja baru aku kasih ke Informasi. Toh bukannya nanti keliatan kan di lembar itu ya siapa aja yang sudah datang? Entahlah. Tapi ya aku nurut-nurut saja hehe. Alhasil aku baru ke ruang kerjaku setengah jam kemudian dari jam masuk kerjaku yaitu jam 8.

Nampak rekan-rekan kerjaku sudah mulai fokus pada kerjaan mereka, beberapa terlihat mondar-mandir ke ruang editing.

"Putra? Kok lo di sini sih?" tepuk Adi dari belakang mengagetkanku.

"ah lo tuh ngagetin gua aja! Iya gua gak dipecat kok haha" aku menoyor kepala Adi.

"serius? Kok bisa? Gimana ceritanya?" Adi berputar dan menghalangi jalanku terlihat penasaran.

"ceritanya panjang! Nanti gua ceritain ya. Awas ah ada beberapa skrip yang harus gua cek"

Belum sempat aku berjalan, Adi menahanku dengan meletakan telapak tangannya di dadaku.

"Put... Put... Mbak Lea Put? Lo pasti kena marah lagi deh" aku hanya tersenyum mendengarnya.

"guys.. perhatian bentar" sahut Mbak Lea dan semuanya menatap ke arah Mbak Lea begitupun denganku yang buru-buru membalikan badan.

"hari ini saya harus menginterview karena ada interview user, kalian kalau ada apa-apa ke Putra ya, terus Adi kamu udah baca WA saya kan? Cek ruang meeting. Kita ada meeting jam 11" lanjutnya menjelaskan. Semuanya mengangguk tanda mengerti.

"kok biasa lagi Put?" bisik Adi ke arahku. Aku hanya memberikannya senyuman dan segera menuju meja kerjaku.

***

Sudah lebih dari seminggu lamanya aku gak bertemu dengan Garin. Gak pernah terlihat ada itikad baik darinya untuk sekedar menanyakan ku. Gak usah lah berharap ada kata "maaf" keluar dari mulutnya, dia kan paling ga bisa minta maaf. Buktinya dari semenjak pacaran sampai sekarang tak pernah ada kata maaf keluar sekalipun dia sering banget bikin aku kesal. Ya, dia seperti kebanyakan manusia di muka bumi ini dimana kata "Terima kasih" dan "maaf" seolah menjadi kata terberat yang paling susah diucapkan. Aku sudah memutuskan untuk menerima sosoknya, maka aku juga harus bisa menerima sifatnya seperti apa. Begitu banyak chat yang aku kirimkan tak ada yang di read olehnya. Sekalipun ada, gak pernah ada balasan. Sementara telepon, aku tahu dalam kondisi seperti ini dia gak pernah mau angkat teleponku. Beberapa kali aku ke kostannya namun pintunya selalu tertutup meskipun aku tahu dia ada di dalam. Dalam satu minggu ini beruntung karena kantor beberapa kali menugaskan ku untuk ikut meliput event-event di luar dan kerjaanku pun cukup banyak sehingga bisa sedikitnya pikiranku tentang Garin terbagi meskipun hasilnya tetap saja kepikiran.

LOVE or LUSTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang