24 - BULAN KE TIGA

6K 409 139
                                    

Hari ini selepas kerja, Boy benar-benar menjemput ku dengan Honda Jazz putihnya untuk pergi makan malam sebagai bukti kalau aku telah memaafkannya. Sebuah café di bilangan AYANA Midplaza Jakarta, JimBARan Lounge, adalah tempat yang Boy pilih.

Memasuki JimBARan, aku langsung menikmati sajian dengan suasana di atas sungai yang mengalir. Boy sepertinya tahu kalau Jakarta adalah kota sibuk. Segala sesuatu harus bergerak cepat. Tapi bersamaan dengan itu banyak juga permasalahan di kepala hampir setiap penduduk Jakarta. Seperti halnya aku.

Boy sepertinya tahu apa yang kubutuhkan. Di tengah-tengah hiruk pikuk kota dan banyaknya pikiran yang sedang bergelayut di kepalaku. JimBARan menjadi tempat yang pas untuk di datangi. Suasananya begitu adem, kalem.

JimBARan laksana oasis di tepi sungai. Menurutku ini adalah tempat yang sangat berbeda jika dibandingkan dengan café atau resto lain yang ada di Jakarta. Gak lama kemudian, seorang waitress datang memberikan menu.

Ternyata menu yang ditawarkan adalah Western dan Intercontinental. Ah, nuansa yang diberikan tiba-tiba saja jadi mengingatkanku pada suasana yang biasa di temukan di Ubud. Aku jadi kangen untuk pergi ke sana.

Dua puluh menit kemudian, aku dan Boy mulai menyantap makanan ketika waitress menghidangkannya di atas meja. Sungguh ini adalah malam yang hangat. Bukan hanya karena suasananya saja, melainkan karena hubunganku dan Boy juga semakin membaik. Candaan demi candaan sudah mulai kembali keluar di antara kami.

Bagiku, ini seperti awal. Ya, seperti memulai kembali semuanya dari pertama aku berjumpa Boy. Ada rasa canggung di awal. Seperti orang baru kenal. Tapi perlahan semuanya berubah menjadi sesuatu yang hangat bersama obrolan yang renyah.

-------------------

Empat hari kemudian

Dari semenjak makan malam tanda bukti permohonan maaf Boy padaku waktu itu, ia jadi selalu menemuiku di kostan ketika aku pulang kerja. Nonton film di iflix, karokean via YouTube, pesan makan lewat ­go-food, dan saling membahas segala sesuatu yang sedang trend menjadi kebiasaan rutin kami dalam empat malam terakhir ini.

Sekarang Boy juga sudah gak kerja lagi sebagai bartender. Awalnya aku mengira kalau dia harus kuliah sambil kerja karena keuangannya bermasalah, namun dugaan ku salah. Dia kerja sebagai bartender karena hobinya meracik minuman, sementara keuangannya justru bisa dibilang sangat bagus mengingat ayahnya yang ternyata berkebangsaan Filipina itu bekerja di kedutaan Besar Indonesia.

Boy bukanlah tipe orang yang glamour justru sebaliknya, dia sangat sederhana. Kost ditempat yang gak begitu elit, dan pergi ke kampus hanya memanfaatkan kakinya saja meskipun ada motornya yang selalu terparkir di kostan.

Sementara mobil itu dia simpan di rumah saudaranya di daerah Puri Kembangan. Kalau-kalau dia ada butuh saja baru diambil. Ketika aku bertanya kenapa dia berhenti kerja, Boy selalu menjawab karena ingin fokus mengerjakan skripsi.

Tapi karena berhari-hari dia bersamaku setiap malam aku menjadi gak yakin kalau skripsi adalah alasannya sampai pada akhirnya dia mau jujur kalau alasannya agar bisa lebih sering bersamaku. Sebuah alasan yang terdengar sangat klise bahkan untuk pasangan hetero sekalipun.

Kita? Meski gak menjalin hubungan lebih dari teman tapi tetap saja terdengar begitu mainstream.

Aku dalam perjalanan menuju kostan ketika sebuah notification muncul di layar HP ku.

PERAYAAN PACARAN DENGAN GARIN YANG KE 3 BULAN BESOK LOH!

DON'T FORGET TO MAKE A GREAT CELEBRATION WITH YOUR BAE!

LOVE or LUSTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang