EPILOG

11K 486 236
                                    

Minggu, 24 April

Dengan tergesa aku sampai dibandara dan langsung menanyakan jadwal penerbangan pada siapa saja petugas yang aku temui di sana.

"memang Pak, atas nama Boy harusnya sudah ada di pesawat. Tapi barusan sudah saya cek, penumpang tersebut belum ada. Mungkin membatalkan penerbangan"

"gak mungkin... oh Tuhan.." aku jadi lemas mendengarnya.

Teringat ucapan Devina tadi.

Aku ambruk di lantai seketika.

"Bapak tidak apa-apa?" tanya perempuan itu. Melihat aku ambruk sambil menangis.

"Putra.." ucap seseorang.

Aku menaikan wajahku. Ku lihat dengan jelas orang yang menyapaku itu.

"Denis.." ucapku.

Denis berdiri dihadapanku.

"B o y.." kata Denis terbata.

"ken..kenapa.. dengan Boy, Den.."

Ada air mata keluar dari mata Denis.

Gak mungkin...

Apa Devina berhasil mencelakai Boy?

Apa kini Boy sudah....

"AAAAAAAARRRGGG BOOOOOOOOOY!" teriakku.

Denis segera merangkulku.

"Putra lo tenang... Boy gak kenapa-kenapa" ucap Denis. Seketika aku terdiam.

"hah? Maksud lo Den?" aku menatap Denis.

"Dia gak jadi pergi, Putri langsung SMS Boy untuk menemui lo dulu, dan dia sekarang di kostan lo. Kita harus balik ke kostan lo sekarang" jelas Denis.

"Denis... lo gak lagi bercanda kan?" aku meletakan kedua tanganku di pipi Denis.

Denis menggelenkan kepalanya.

"lo serius?"

"tadi pas lo lari, gue langsung menghampiri Putri, gue langusung telepon Boy pake HP Putri. Dia lagi di jalan tadi, gue bilang lo lagi ngejar dia. Boy harus ketemu lo"

"jadi dia gak kecelakaan?"

"dia gak apa-apa Put. Dia tadi pake Taksi. Sekarang dia lagi jalan ke kostan lo. Ini gue bawa HP Putri buat komunikasi sama dia. Ayok!" Denis mengangkat tubuhku.

Dengan segera aku dan Denis pun langsung lari dari bandara dan pergi menuju kostanku menggunakan Taksi.

Di dalam Taksi, aku berusaha menyeka air mataku. Perasaanku benar-benar gak karuan. Semua kebenaran yang terjadi, tentang peneroran, tentang pengeroyokan, tentang Devina dan yang paling membuatku shock adalah tentan Alvin. Orang yang selama bertahun-tahun lamanya bersamaku justru adalah orang yang memusuhiku. Bagaimana bisa semua ini terjadi? Ini seperti sebuah mimpi yang gak bangun-bangun. Di luar akal sehatku. Tetapi semuanya nyata, semuanya aku alami.

Denis terus menggenggam tanganku untuk menenangkanku.

"lo yang tenang ya..." Denis mengusap kepalaku.

"thanks ya..."

Beberapa puluh menit kemudian, Taksi yang kutumpangi sudah sampai di depan kostanku. Dengan segera aku keluar dan berlari menaiki tangga menuju kamarku.

Sesampainya di lantai empat, aku terdiam.

'Dimana Boy?' gumamku.

Aku gak melihat satu orang pun berdiri di lantai empat ini. Kutatap jauh ke sebuah kamar yang berada di paling ujung. Itu merupakan kamar Boy yang telah ditinggalkannya semenjak dua bulan yang lalu dan kini sudah terisi oleh orang lain.

LOVE or LUSTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang