"Sebuah pecahan kaca itu tidak akan bisa kembali cantik seperti semula, sekalipun lem bisa membuatnya kembali utuh. Tetap saja, semuanya akan meninggalkan bekas. Maka janganlah sekali-kali kamu membuat kaca hidupmu itu sampai pecah" ~ Ardian hermanto (Putra's Dad)
* * *
Sore ini aku benar-benar diselimuti kekhawatiran akan keluargaku. Tak ada satu pun anggota keluargaku yang bisa dihubungi dari sejak semalam. Bahkan telepon rumah pun mati, tak seperti biasanya. Pun ketika kuhubungi tanteku, hanya jawaban "gak tahu" yang berulang-ulang mereka kasih dan setelah itu menutup teleponnya. Lagi-lagi gak seperti biasanya.
Kucari kontak Garin. Semoga saja dia ada di kostannya. Semalam ketika aku menemuinya, dia bilang mau pulang ke Bekasi mengingat Papanya gak mentransferinya uang setelah beberapa hari ia merengek minta dikirim. Jadwal kuliah sabtunya juga belum jelas ada apa tidak. Sama seperti dirinya yang gak jelas antara pergi dan enggak, dia hanya bermalas-malasan di atas kasur. Aku tahu kalau dia malas bertemu Ibunya. Itulah kalimat yang sering dia lontarkan kepadaku. Akan omelan dan sindiran tentang kuliahnya yang tak kunjung selesai.
Beberapa detik sebelum jariku menyentuh tombol telepon, tiba-tiba sebuah telepon masuk. Tertera di layar dari Bu Indah, yang tak lain adalah Ibu Kostku di Depok.
"hallo Bu, tumben nelepon. Pasti kamarku udah ada yang mau nempati ya?" tanyaku langsung ke urusan kamar kost.
Sekalipun dia sudah seperti keluarga bagiku, tapi aku pernah bilang ke Bu Indah kalau sampai ada yang mau sewa kamar bekas aku tempati agar segera menghubungiku supaya aku bisa segera mengangkut barang-barangku.
"emm.. bukan itu Mas Putra, tapi.." jawabnya mengambang.
"tapi? Ada apa Bu? Ngomong aja gak usah sungkan. Kalau Ibu minta bayaran, nanti Putra bayar aja. Kan dari dulu Putra udah bilang gak apa-apa Putra bayar aja itung-itung sewa tempat buat nyimpen barang Bu soalnya—"
"bukan gitu Mas, anu... emm.. Ibu bingung ngomongnya"
"oke, Ibu tarik napas dulu. Apapun yang menggangu pikiran Ibu, omongin aja. Berkali-kali Putra bilang kalau Ibu sudah seperti keluarga sendiri. Bahkan di luar kostan pun kalau Ibu mau cerita, ngomong aja"
"justru itu Mas, karena Mas Putra juga Ibu anggap sebagai keluarga sendiri makannya Ibu gak bisa menutupinya" kata-kata terakhirnya membuatku diam beberapa saat.
Menutupi?
Apa maksudnya?
Belum sempat aku bertanya, Bu Indah keburu ngomong terlebih dahulu, melanjutkan.
"gini Mas, tadi siang ada Ibunya Mas Putra ke sini sama dua orang laki-laki. Terus beresin barang-barangnya Mas Putra dan mengangkutnya pakai mobil hitam besar yang gagah itu. Tapi Ibunya bilang untuk gak ngasih tahu Mas Putra soal ini"
'Wait.. wait... Bu Indah gak sedang bercanda kan? Kenapa tiba-tiba nyokap ngemasin barang-barang gua di Depok? Tanpa bilang ke gua dulu lagi'.
"hallo? Mas Putra masih di sana kan?" telepon Bu Indah membuyarkanku.
"eh, i-iya Bu. Ehm.. gimana ya. Ya udah makasih deh infonya. Nanti aku ke Depok ya Bu kalau ada waktu. Assalamualaikum" aku mengakhiri percakapan dengan ketidakmengertian akan apa yang terjadi.
Sesegera mungkin aku coba hubungi satu persatu kontak keluargaku. Tapi masih belum ada yang aktif. Kalau Ibuku datang bersama dua laki-laki, aku yakin itu pasti suaminya Kak Mala. Tapi satunya lagi? Apa mungkin Om Reno? Semuanya makin menimbulkan banyak tanda tanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE or LUST
RomanceBOOK 1 -[COMPLETED]- Highest Rank: #2 "Best Non-Fiction Stories" (March 2018) #1 in "frienship-romance" (May, 2018) #2 in "truestory" (1-24 May 2018) #19 in "gay" (out of 25.7K stories - May, 2018) _____________ * Pastikan FOLLOW dulu sebelum baca k...