Ditengah hamparan gedung dan rumah-rumah yang luas di Ibu Kota, aku begitu menikmati malam Jakarta yang tidak begitu dingin. Memandang ke langit lepas, memperhatikan pesona malam yang begitu indah. Saat ini, tak nampak satu bintang pun yang memperlihatkan sinarnya. Tetapi dari balkon sebuah apartement lantai 25 tempat dimana aku berdiri, aku bisa merasakan kehadiran bintang-bintang itu dari lampu-lampu kecil yang memanjakan mataku di bawah sana.
Dalam renungan, aku masih tak mengerti kenapa gadis yang begitu kucintai lebih memilih pemuda lain. Ketika aku diwisuda, hubungan kami masih sangat baik, tapi sebulan kemudian dia meminta untuk tidak melanjutkan hubungan. Kami putus. Padahal, aku sudah berencana untuk melamarnya sebelum Hari Raya Lebaran tiba.
'duhai malam, kalian adalah teman sejatiku yang senantiasa menemaniku di dalam keresahan ini. Ketahuilah... hari ini aku benar-benar bosan dengan hidupku, aku juga kesepian, dan... aku sadar sudah hampir tiga bulan aku berpisah dengan Putri, tapi kenapa hatiku masih terasa hancur ketika ingatan tentangnya yang mengatakan tak bisa lagi bersamaku datang menghampiriku. Aku gak mau hari-hariku ke depan akan terus dihantui perasaan ini...'
"Putra... Putra.. woy!!" seseorang menepuk pundakku.
"Alvin?? ss..so..sory.." aku terhentak tapi kemudian bingung. Sejak kapan sahabatku itu ada disana.
"wait.. jangan bilang lo lagi mewek..."
Seketika aku langsung menyentuh mataku. Takut yang dikatakan Alvin benar. Sekalipun aku tidak merasa sedang menangis tapi bisa saja tanpa kusadari air mata mulai keluar dari mataku keluar. Benar saja air mataku memang keluar dengan sendirinya.
"sumpah bro... kalo beneran lo lagi nangis, ini adalah kali kedua dalam hidup gue liat lo nangis setelah lo putus sama si..." Alvin tiba-tiba mengentikan ucapannya.
Aku sadar kalau dia takut menyinggung perasaanku.
Alvin adalah salah satu sahabat terbaikku. Kami sudah bertetangga dari semenjak Alvin pindah rumah ke Bandung saat usianya 9 tahun, sementara itu aku berusia 6 tahun. Alvin memang lebih tua 3 tahun dariku tapi tak terlihat ada perbedaan mencolok dari kami berdua dalam hal apapun selain secara fisik dimana Alvin yang memiliki darah Tionghoa dari ayahnya dan campuran Inggris dari neneknya, sementara aku murni Indonesia.
Kami berpisah ketika Alvin pindah ke Belanda pas aku mau kenaikan kelas 2 SMA. Alvin memilih kuliah di sana. Tepatnya di Delf University of Technology, Belanda dengan mengambil jurusan Arsitek. Dua tahun lalu dia kembali ke Indonesia dan mendapat pekerjaan di Jakarta. Sesekali aku selalu menemui Alvin ke Jakarta kalau lagi suntuk, pun sebaliknya Alvin yang ke Depok. Kami selalu berusaha meluangkan waktu untuk ketemu sekedar pergi nongkrong saling bertukar cerita tentang apapun, atau pergi untuk nonton konser dan kegiatan lainnya.
Hari ini adalah hari ke 10 aku di Jakarta, atau hari ke-tiga aku kost. Seminggu pertama sebelum aku memutuskan untuk kost, Aku tinggal bersama Alvin di apartement ini. Selama tiga hari aku di kostan, jujur saja rasa bosan begitu besar menyelimutiku. Mengingat belum ada teman yang bisa aku ajak sharing atau hangout. Aku hanya diam membisu di dalam kamar kostku tanpa ada kegiatan yang pasti selain nonton di depan laptop dan menunggu tanggal training sebagai pegawai baru StarTV tiba. Untuk itu, sore tadi aku memutuskan untuk mendatangi Alvin.
Baru enam bulan Alvin memiliki apartement ini. Dulu Alvin juga seorang anak kostan sama sepertiku. Ketika gajinya dari bekerja sebagai seorang Arsitek muda terkumpul cukup, kemudian orang tuanya bersedia memberikan tambahan, Aku langsung memberikan dukungan kepada Alvin untuk membeli apartemen hingga akhirnya mereka mendapatkannya di bilangan Kalibata yang tidak begitu jauh dari kantor tempat Alvin bekerja.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE or LUST
RomanceBOOK 1 -[COMPLETED]- Highest Rank: #2 "Best Non-Fiction Stories" (March 2018) #1 in "frienship-romance" (May, 2018) #2 in "truestory" (1-24 May 2018) #19 in "gay" (out of 25.7K stories - May, 2018) _____________ * Pastikan FOLLOW dulu sebelum baca k...