《Satu》

212K 8.8K 1K
                                    

Niko Trianta.

Dia pria terbaik yang pernah kukenal. Niko sosok pria yang romantis. Dari perlakuannya padaku terlihat jelas bahwa dia ingin selalu membuatku bahagia. Dan sedikitpun dia tidak membuatku ragu. Niko mencintaiku dan aku mencintainya.

Namun pada akhirnya aku harus kehilangan dia. Ah... lebih tepatnya Niko yang melepasku begitu saja. Sakit bukan main saat menerima kenyataan bahwa dia sudah tidak mencintaiku lagi. Niko mengakhiri hubungan kami  yang sudah terjalin selama satu tahun tiga bulan dengan tanpa ada alasan yang jelas. Tepat di hari ulang tahunnya.

Bahkan demi Niko aku rela membeli tiket pesawat dari hasil royalti novelku agar bisa terbang dari Medan ke Batam. Dan demi dia juga aku harus berbohong pada Mama dengan mengatakan pergi ke Batam untuk bertemu sahabat semasa kuliahku yang akan menikah. Tapi nyatanya aku pergi ke untuk memberi kejutan pada Niko yang akan berulang tahun.

Sungguh keputusan Niko begitu menyisakan banyak pertanyaan dalam benakku. Tapi apa yang bisa aku lakukan jika dia sudah tak lagi cinta? Memaksanya? Ah itu bukan pilihan yang baik.

"I love you, Arimbi," Bisiknya tepat di telingaku saat pertama kali menyatakan cinta. Di malam itu kami berkencan dan menghabiskan waktu bersama. Niko memeluk tubuhku begitu erat. Dan aku menenggelamkan wajahku di dadanya seraya membalas dekapannya.

Mungkin ini gila. Tapi aku masih dapat membayangkan dan merasakan hangat tubuhnya yang memeluk tubuhku. Bahkan aku masih mengingat wangi dari parfum yang sering dia gunakan.

Hatiku meringis dan meneteskan air mata ketika mengingat semua kenangan bersama. Aku menangis sesenggukan di dalam pesawat sembari menutup wajah dengan kedua telapak tanganku.
Sudah tak terhitung berapa jumlah air mata yang aku keluarkan sedari tadi. Seandainya aku seekor putri duyung, sudah pasti banyak mutiara berserakan di sini.

Sekedar informasi, aku itu wanita yang sangat cengeng karena begitu sensitif dan mudah tersentuh. Maka dari itu di manapun dan kapapun aku pasti akan menangis tanpa melihat tempat. Bahkan aku menangis tersedu-sedu ketika menonton film Korea Miracle in cell no 7. Padahal itu adalah ke tujuh kalinya aku menontonnya.

"Bisakah kau berhenti menangis?"

Aku menoleh ke arah suara pria yang duduk di sebelahku. Dalam keadaan sesenggukan aku menatapnya.

Omaygatt!

Kenapa aku tidak sadar sedari tadi ada pria tampan yang satu pesawat denganku? Penampilannya mengingatkanku pada sosok Jamie Dornan dalam film Fifty Shades Of Grey. Terlihat rapi, berkelas dan keren. Hanya saja ini versi mr. Grey Indonesia.

"Suaramu sungguh mengganggu kenyamanan penumpang yang ada di dalam pesawat ini," Lanjutnya lagi dengan wajah jutek.

Oke! Aku menyesal sudah memujinya. Jadi kutarik lagi ucapanku yang mengatakan dia tampan.

Segera kuhapus air mataku. "Memangnya kenapa?" Tanyaku pongah. "Hak aku mau nangis di mana aja, lagian aku bayar juga naik pesawat ini. Kenapa situ yang rempong?"

"Tapi suaramu terdengar begitu berisik!"

"Kalau berisik ya jangan didengar. Bego banget sih jadi manusia!" Jawabku sewot. "Memangnya kau pikir kemauan aku nangis kayak gini? Enggak sama sekali. Aku juga nggak bego nangis tanpa alasan. Aku nangis karena cowok sialan itu yang udah putusin aku tanpa penjelasan! Aku tulus cinta sama dia! Aku rela-relain pergi ke Batam demi dia. Tapi begitu sampai di sana, dia malah putusin aku gitu aja. Apa salah aku?!" Teriakku pada pria itu sambil menarik kerah kemeja yang dia pakai. "Coba katakan, menurutmu apa salahku padanya?! Kalau kau bisa jelaskan, maka aku akan berhenti menangis dan nggak mengganggumu lagi."

Why Not?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang