《Empat Belas》

35.5K 3.8K 376
                                    

Sejenak aku berhenti mengesot untuk mengambil napas. Ternyata mengesot di lantai itu pekerjaan yang sangat melelahkan. Aku benar tidak mengerti, kenapa ada hantu yang mau mengambil pekerjaan itu. Seperti suster ngesot misalnya, salah satu mahkluk halus yang cukup ditakutin oleh masyarakat Indonesia.

Sebenarnya aku agak heran sih, apa yang harus ditakutkan coba dari suster ngesot? Dia kan cuma seorang suster dan dia ngesot. Terus seremnya itu di mana?

Kalau dikejar, ya kita tinggal lari doang. Kan dia cuma bisa ngesot. Itu pun ngesotnya cuma setengah senti per jam. Dan andaikan suster ngesotnya bisa lebih cepat dari lari, yaudah kita tinggal tebar beling di lantai. Percaya sama aku, dia bakal teriak kesakitan dan langsung kembali ke alam baka.

Oke, pembahasan suster ngesot cukup sampai di situ. Karena aku harus melanjutkan misi penting. Yaitu mencari tahu siapa orang yang ingin ditemui si kue nastar. Sebelum kembali ngesot di lantai, aku melirik sekitaran di luar kamar untuk memastikan keamanan. Semoga tidak orang atau pegawai hotel yang lewat sini. Bukan karena takut dianggap sebagai hantu, tapi aku malu kalau ada yang mengenali identitasku. Secara aku ini kan penulis terkenal, ditambah lagi aku akan menjadi istri Aktar Priawan Wiratmaja. Otomatis nama Wiratmaja akan bertambah di belakang namaku.

Arimbi Phoebe Tamba Wiratmaja.

Ohmaygaatt!!!

Jangan sampai ada netizen yang melihat calon menantu satu-satunya di keluarga Wiratmaja sedang mengesot di lantai. Aku belum siap untuk menjadi viral di sosial media. Apalagi dengan kondisi ngenes kayak gini. Mana aku belum sisiran rambut lagi. Lipstik juga lupa dipakai.

Oh nooo!!

Tapi tunggu deh... kalau diingat-ingat lagi ya, tanpa make-up pun aku itu sudah cantik. Artis kayak Gigi Hamid, Ariana Grande sama Selena Gomez pun kalah cantik denganku. Bahkan Miss Universe dan Miss World pun lewat.

Kurang beruntung apalagi coba Aktar punya calon istri kayak aku gini? Cantik iya, pintar masak iya, penulis iya, menyenangkan suami di kamar pun aku bisa. Ya meskipun baru belajar teori doang sih. Habisnya kan belum ada yang bisa diajak lawan bergulat yang sah secara agama dan negara.

Oke... semakin malam sepertinya otakku mulai melenceng. Lebih baik aku kembali mengesot mencari keberadaan Aktar. Kira-kira pergi kemana ya anak sebiji itu? Demi Tuhan, aku tidak akan sanggup untuk mengesot di luar kawasan hotel.

Tak berapa lama ketika akan berbelok menuju lift, samar-samar aku mendengar suara Aktar. Dari balik tembok aku mengintip untuk memastikan kebenarannya.

Dan sialan! Ternyata tebakanku benar. Dia bertemu dengan Edgar!

"Aku tahu kau pasti akan menemuiku." Edgar tersenyum melihat kehadiran Aktar.

"Aku tidak punya banyak waktu. Apa yang ingin kamu katakan?" Tanya Aktar yang sepertinya terpaksa untuk datang.

Edgar perlahan mendekati tempat Aktar berdiri, karena jarak mereka agak berjauhan untuk saling bicara.

"Aku ingin kita berdua kembali seperti dulu," Pinta Edgar dengan raut wajah sedih. "Sulit bagiku untuk melupakan kebersamaan kita."

"Hubungan kita sudah berakhir, Ed. Aku harap kau masih mengingat perkataanku yang dulu, untuk jangan terlalu berharap padaku. Karena sebenarnya suatu saat nanti aku juga ingin menikah dengan seorang perempuan. Dan sekarang aku sudah menemukan dia yang bisa menerima keadaanku seperti ini. Jadi berhentilah mengusik hidupku."

Edgar tertawa sinis. "Sadar Aktar! Kau itu seorang gay! Kamu tidak akan bisa mencintai mahkluk perempuan. Sekarang aku tanya, apa kau yakin akan bahagia menikah dan menjalani kehidupan sebagaimana orang-orang yang disebut 'normal' oleh masyarakat?"

"Aku tidak tahu pasti akan bahagia atau tidak. Tapi yang jelas ini adalah ujian yang harus aku lewati. Maka dari itu, aku akan berusaha bahagia dengan pasanganku."

Bibirku tersenyum lebar kala mendengar jawaban dari si kue nastar. Ternyata dia benar-benar  serius ingin berubah. Tenang saja calon suamiku, ada Arimbi di sini yang akan membuatmu menjadi straight.

"Berpikir ulang lagi sebelum semuanya terlambat. Aku sangat mengenal siapa dirimu. Ingat Aktar, selama ini cuma aku yang selalu ada di saat kau merasa sendiri dan tidak diperdulikan oleh Mamamu. Aku yang merawat dan menemanimu saat kau terbaring di rumah sakit. Mamamu bahkan tidak pernah tahu kalau kau pernah mengalami kecelakaan hingga koma selama seminggu. Dia hanya sibuk mengurus bisnisnya, sampai lupa kalau dia memiliki seorang anak yang juga butuh perhatian darinya. Lantas kenapa kau masih memikirkan kebahagiaan Mamamu Aktar? Kenapa?!"

"Berhenti mempengaruhiku, Ed!!" Bentak Aktar yang terlihat menahan emosinya. "Mamaku tidak sejahat itu. Perlu kau tahu satu hal, Mamaku sangat menyayangiku melebihi apapun di dunia ini!"

"Apa buktinya Aktar? Coba katakan padaku."

"Manusia tidak perlu tahu bagaimana rasanya tai ayam buat bilang tai ayam itu jelek dan tidak enak. Jadi aku pun tidak perlu membuktikan kasih sayang Mamaku, karena aku bisa merasakannya sendiri tanpa harus ditunjukkan."

Spontan aku menutup mulut. Hampir saja aku tertawa ngakak mendengar perumpamaan tai ayam itu. Aktar sialan!

"Sebelum mengakhiri obrolan, aku ingin memperingatkan satu hal padamu. Jangan pernah mencoba melukai atau mengganggu calon istriku lagi. Kau mengerti, Ed?"

Hah? Apa maksud omongan Aktar barusan? Melukaiku? Memangnya kapan Edgar melukaiku?

Edgar tertawa. "Ternyata kau tahu penyamaranku di pantai itu."

Oke-oke. Sekarang aku mengerti. Jadi orang yang menyenggol sewaktu aku melompat-lompat di pantai itu adalah Edgar.

Brengsek!

Pantas saja Aktar langsung menolong dan mau aku perbudak selama keseleo. Eh ternyata karena dia merasa bersalah doang. Kirain karena memang baik.

"Kali ini aku memaafkanmu, Ed. Tapi tidak untuk kedua kalinya. Kalau sampai itu terjadi lagi, maka aku yang akan langsung menghajarmu dengan kedua tanganku sendiri."

Seharusnya detik ini aku bahagia karena Aktar membelaku sampai sebegitunya. Tapi aku tidak punya waktu untuk melakukan itu, ketika Aktar sudah berbalik dan berjalan ke arah sini.

Ohmaygaatt!

Aku pasti akan ketahuan sudah menguping pembicaraan mereka. Sekuat tenaga aku mengesot secepat mungkin untuk kembali ke kamar.

Ya Tuhan... hamba butuh bantuanmu. Tolong pindahkan pintu kamarku yang jauh itu supaya menjadi lebih dekat. Atau hilangkan aku saja dari tempat ini dan masukkan aku ke dalam kamar mandi. Itu jauh lebih baik.

Jantungku berdegup cepat saat mendengar suara langkah kaki Aktar yang mendekat. Dan aku terbengong bodoh karena Aktar melewatiku begitu saja. Sepertinya dia tidak mengetahui keberadaanku yang mengesot di lantai.

Baru saja akan bernapas lega, aku sudah dikagetkan oleh si brengsek Edgar yang menepuk bahuku dari belakang.

"Apa yang kau lakukan di sini?" Tanyanya heran. Mungkin Aktar mendengar suara Edgar, sehingga kini dia berbalik ke belakang dan melihat keberadaanku.

Aku tahu mungkin banyak dosa yang sudah aku lakukan baik sengaja maupun tidak disengaja. Tapi aku tidak menyangka Tuhan akan membalasnya dengan keadaan ini. Aku terciduk untuk kesekian kalinya.

Aktar berjalan mendekat dengan sorot mata yang menatapku tajam. Aku jadi gugup seperti anak ABG yang ketahuan menonton bokep oleh orang tuanya.

Satu-satunya cara agar aku bisa selamat dari situasi ini adalah dengan berpura-pura pingsan. Namun sialnya baru akan memejamkan mata, Aktar sudah langsung tahu niatku itu.

"Eitss! Jangan pingsan dulu," Serunya sambil berjongkok di hadapanku. "Coba katakan, bagaimana caranya kau bisa sampai di sini? Bukannya kaki kananmu sakit?"

14-April-2018

Why Not?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang