《Empat》

48.5K 5.1K 534
                                        

Omaygatttt!!

Aku tertangkap basah oleh si pria homo!

Oke. Rileks Arimbi. Rileks. Tarik napas dan hembuskan. Ingat, kamu itu wanita smart. Seperti yang dikatakan oleh pepatah, masih banyak jalan menuju Danau Toba. So, aku pasti bisa kabur dengan selamat dari sosok pria jeruk makan jeruk ini.

Dengan gaya sok cool aku memandangnya. "Maaf saya tidak mengerti maksud Anda. Apa sebelumnya kita pernah bertemu?"

"Ck!" Dia mendesis. "Apakah kau mendadak amnesia karena sel-sel di dalam otakmu sudah terkontaminasi bakteri yang ada di toilet?"

Bedebah!

"Saya tidak paham apa yang Anda bicarakan. Sepertinya Anda salah orang. Permisi, saya harus pergi."

"Eitss...." Dia menarik bajuku dari belakang. Sehingga aku terpaksa berjalan mundur lagi. "Kau pikir, kau bisa lari dariku Nona penguntit?"

Aku melotot padanya. "Hey! Anda tidak tahu siapa saya? Jangan main-main ya. Saya ini seorang penulis terkenal tau. Dari sabang sampai merauke, novel saya udah terpajang manja di rak toko buku. Jadi saya bisa menuntut Anda dengan pasal yang berlapis-lapis. Pertama atas tindakan tidak menyenangkan dan yang ke dua pencemaran nama baik. Mau saya lapokan?"

"Silahkan saja. Aku tidak takut. Lagipula aku punya bukti bahwa kau adalah wanita yang menguntitku di toilet bandara waktu itu."

"Bukti?" Kedua alisku naik ke atas. "Bukti apa?" Tanyaku kepo.
Seketika aku refleks mundur ke belakang saat dia membungkuk dan mendekatiku. Hey, apa yang sedang dia lakukan? Mengendus tubuhku?

"Wangi parfummu sama dengan wanita yang duduk di sebelahku saat di pesawat. Lalu...." Dia sengaja menjeda perkataannya.

"Lalu apa?"

Dipandangnya ke bawah lantai, ah lebih tepatnya ke arah sepatu yang kupakai. "Aku sempat mengambil foto wanita itu saat dia melarikan diri. Dan sepatu yang kau gunakan mirip dengan wanita penguntit itu."

Shoot!!

Aku tak bisa mengelak lagi saat dia menunjukkan foto yang terpampang di layar ponselnya. Wajah itu. Sepatu itu. Dan koper itu. Terlihat jelas itu diriku yang sedang berlari terbirit-birit dan menabrak siapapun yang ada di depanku. Celakanya, saat ini aku tengah memakai sepatu itu juga.
Untuk kesekian kalinya aku terciduk lagi. Bimbii, kau benar-benar cerdas!!

Tak kurang dari lima detik, tiba-tiba aku mendengar suara tangisan yang melengking. Sialnya itu adalah suaraku sendiri. Memalukan.

"AKU MENGAKU SALAHHH. ABANG BENAR, WANITA PENGUNTIT ITU ADALAH AKU. TOLONG MAAFKAN AKU BANG... MAAFKAN AKU. KASIHANILAH HAMBA YANG PENUH DOSA BANG!!" Aku berjongkok sambil memeluk kaki kanannya dan menangis sejadi-jadinya. Entah di mana harga diriku saat ini. Semoga tidak ada orang yang melihatnya.

"Hey! Aku tidak mau celanaku basah dengan air matamu yang tak seberapa itu. Menyingkirlah dari kakiku!"

"JANGAN BANGG! AKU TIDAK MAU TERSINGKIR DARI DUNIA INI! PLEASE, I'M SORRY." Aku tetap memeluk kuat kaki kanannya.

"Berhenti memanggilku Abang. Aku bukan Abangmu!" Serunya seraya mencoba menjauhkan kepalaku dari kakinya yang kupeluk kuat. "Lepas nggak?"

Aku bergeleng. "Nggak mau! Abang janji dulu. Nggak akan memperkarakanku, baru aku lepaskan."

"Kau ini...." Ucapannya terputus saat seorang pria datang menghampiri kami berdua dan menyerukan sebuah nama.

"Aktar!"

Biar kutebak, itu pasti nama pria yang sedang kepeluk kakinya. Dan hey! Aku kenal dengan wajah itu. Dia adalah pria yang berciuman dengan si Aktar di toilet bandara.

Why Not?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang