Tubuhku masih terlalu lemah untuk bisa sadar sepenuhnya. Kupaksakan untuk membuka mata. Begitu sadar, ternyata aku sedang berbaring di atas ranjang yang suasana kamarnya seperti tidak asing lagi untukku.
"Kamu tadi pingsan. Jadi jangan langsung berdiri dulu, tetaplah berbaring beberapa menit."
Aku menoleh ke arah suara yang melarangku ketika hendak turun dari tempat tidur. Hatiku merasa lega sekali karena ternyata Niko yang menolongku tadi.
Aku duduk di pinggir ranjang dan menatap Niko yang berjalan ke arahku dengan membawa secangkir teh di tangannya.
"Jangan lupa, nanti tehnya diminum," ujar Niko meletakkan cangkir itu di meja kecil yang ada di samping tempat tidur. Lalu dia berbalik hendak pergi, namun aku langsung menahan satu tangannya yang membuat dia menatapku lagi.
"Aku tahu kamu peduli dan sayang padaku. Itu sebabnya meski kamu bilang tidak akan datang, tapi pada akhirnya kamu tetap datang untuk melihatku."
"Kenapa kamu keras kepala sekali, Arimbi?"
"Karena aku rindu mau ketemu kamu."
Secara perlahan Niko melepas genggaman tanganku. "Waktu kamu pingsan tadi, ponselmu berbunyi terus. Aku pikir ada hal yang penting jadi aku menjawab teleponnya. Aku tidak tahu kalau itu adalah suamimu. Karena kamu menamainya dengan Mr. Nastar. Kami berbicara sebentar, dan dari sana aku bisa sedikit menyimpulkan kalau dia itu pria yang baik. Dan juga sangat peduli denganmu."
"Kenapa kamu bisa mengatakan dia peduli denganku?"
"Besok dia akan datang sendiri untuk menjemputmu."
Spontan saja aku mendengus mendengarnya. "Kamu salah. Dia datang bukan karena peduli melainkan untuk menyenangkan hati Mamaku."
"Tapi kamu mau menikah dengannya."
"Itu bukan kemauanku, Niko. Kami berdua dijodohkan dan keadaan waktu itu aku frustasi habis kamu putusin hubungan secara sepihak tanpa ada alasan yang jelas. Jadi yaudah aku terima-terima aja, karena aku mau cepat move on dari kamu. Tapi sepanjang pernikahan itu, tetap aja aku kepikiran kamu terus. Semakin aku coba buat lupain, justru semakin besar rasa rindu itu datang. Terserah kamu mau bilang aku ini-itu atau apalah, tapi aku berbicara jujur. Bahkan aku pernah mengatakan itu pada suamiku karena aku tidak mau menyembunyikan apapun tentang perasaanku."
Aku menunduk dan berusaha menahan air mataku agar tidak menetes. Lalu Niko duduk di sebelahku dan memutar bahuku agar aku bisa berhadapan dengannya.
"Aku harus bagaimana?" ucapku lirih. Jujur, saat ini aku benar-benar merasa bingung.
Niko melihat kesedihanku dan kemudian memelukku. "Maaf Arimbi. Aku juga tidak bisa memberikan solusi, karena aku pun sama gagalnya dengan dirimu. Meski sangat sulit, tapi aku berusaha mengikhlaskanmu dengan pria lain. Intinya aku mau kamu bahagia."
Kubiarkan kini air mataku tumpah. Aku menangis dalam pelukannya. "Aku bahagianya cuma sama kamu, Niko. Lalu aku harus bagaimana?"
"Kamu yakin?" tanya Niko memastikan.
Aku mengangguk memberi jawaban. Kemudian Niko mengangkat wajahku dengan kedua tangannya untuk menghapus air mataku. Dia tidak berkomentar apa-apa, dia membiarkan aku menangis sepuasnya.
Kami berdua saling bertatapan dengan jarak begitu dekat. Sekuat tenaga aku mengucapkan kata terima kasih dengan suara sedikit bergetar. Niko hanya tersenyum, lalu tangannya kirinya membelai lembut pipiku. Bisa kulihat matanya yang hitam memandangku, membuatku semakin bergetar. Perlahan wajah Niko mulai mendekat dan aku memejamkan mata ketika dia mendaratkan ciuman di bibirku. Perasaan rinduku yang teramat dalam membuatku dengan senang hati membalas ciumannya. Sesekali dia menggigit bibirku hingga membuatku mendesah. Refleks aku mempererat pelukan dan kulingkarkan kedua tanganku di lehernya. Ciuman kami hanya sebentar saja karena Niko langsung mengakhirinya saat mendengar suara cacing yang berasal dari dalam perutku.
"Kamu belum makan malam?" tanya Niko tersenyum.
"Belum. Tadi siang juga makannya dikit karena lagi nggak selera."
"Kamu tunggu di sini. Aku mau ke dapur dulu, lihat apa yang bisa dimasak untukmu."
Aku mengangguk. Lalu Niko mengecup bibirku singkat dan segera melepaskan pelukan. Setelah dia pergi ke dapur, aku meminum teh manis yang dibuatnya tadi. Perasaanku saat ini tidak karuan. Satu sisi aku senang bisa kembali dekat dengan Niko. Dan di sisi lain aku merasa bersalah karena sudah mengkhianati Aktar dalam pernikahan ini. Tapi Aktar pernah bilang akan melepasku jika aku merasa tidak bahagia bersamanya. Jadi aku rasa, aku punya alasan untuk meminta berpisah. Dengan begitu, aku bisa kembali lagi bersama Niko. Semoga keluargaku dapat menerima keputusanku ini.
30-Juni-2018
Guys.. si bimbii minta disleding banget ya?? Gatau apa dia kalo Aktar jd Duda bakal banyak yg antri wkwkkkk
KAMU SEDANG MEMBACA
Why Not?
General FictionIni cerita absurd. Kalo nggak mau gila, jangan dibaca ya.
