Lima puluh.

23.2K 2.4K 244
                                    

Hari ini aku kembali bertemu dengan Niko karena besok pagi dia sudah harus kembali ke Batam. Setelah puas mengitari mall Sun Plaza, kami putuskan untuk makan siang di restoran Nelayan. Aku memesan sup asparagus dan Dimsum sebagai appetizer. Untuk makanan beratnya aku memilih mie hot plate udang galah saus pedas, tidak lupa pudding strawberry juga. Sementara Niko memesan Tomyam mihun dan jus jeruk untuk minum kami berdua. Dalam waktu sepuluh menit, pelayan sudah datang dengan membawa semua pesanan kami.

"Kamu makannya banyak banget ya," seru Niko yang melihatku makan begitu lahap.

Aku menyengir. "Kamu kayak nggak tahu aku aja."

"Tapi biasanya orang lagi hamil itu kehilangan nafsu makan dan mual selama tiga bulan pertama kehamilan. Kamu kok enggak ya?"

"Justru karena sedang hamil, hasrat ingin makanku jadi luar biasa dahsyat. Tapi aku udah konsultasi kok soal makanan apa yang boleh atau nggak untuk dikonsumsi, dan dokter bilang semua boleh dimakan asal nggak berlebihan. Cuma untuk makan durian harus ditahan dulu," sahutku di sela-sela menikmati soup asparagus. Begitu habis, tanganku langsung tancap gas ke arah Dimsum.

"Wah... Uangku cukup nggak ya bayarnya."
Mendadak mulutku berhenti mengunyah dan memandangnya. Mengingat Niko yang akan membayar semua ini, tiba-tiba saja aku merasa bersalah karena telah memesan makanan begitu banyak. Sampai akhirnya aku melihat Niko tersenyum, ternyata dia sedang mengerjaiku.

"Bercanda, Bii." Niko mengusap lembut rambutku. "Meski isi dompetku nggak setebal dengan milik suamimu, tapi aku masih mampu untuk membayar semua makanan ini."

"Iyalah. Gajimu kan cukup besar per bulannya," kataku menimpahi ucapannya.

"Ngomong-ngomong kamu beneran udah bilang ke Aktar buat datang ke sini?" tanya Niko memastikan.

"Ini udah jam berapa?" tanyaku balik sambil melanjutkan makan.

Niko melirik jam di tangannya. "Jam tiga lewat."

Kupinggirkan piring Dimsum yang telah kosong dan segera beralih ke mie hot plate udang galah saus pedas. "Biasanya Aktar pulang kerja jam empat sore. Mungkin bentar lagi datang. Tadi aku udah chat dia, dan bilang kita ada di sini. Lagian kamu kenapa sih mau ketemu sama Aktar?" tanyaku sambil memandangnya.

"Habiskan makananmu dulu." Niko terlihat pura-pura sibuk mengaduk-aduk tomyam mihun miliknya yang bahkan sedari tadi belum dia sentuh.

"Kamu mau bilang apa?" tanyaku penasaran.

"Kita bicarakan setelah suamimu ada di sini," balasnya tanpa melihatku.

"Kamu nggak ada rencana untuk ninggalin aku lagi kan?" tanyaku memastikan.

Pertanyaanku itu sukses membuat Niko berhenti mengaduk-aduk kuah Tomyam mihunnya. Melihat reaksinya itu membuat perasaanku semakin takut.

"Jangan bilang, kamu datang ke sini cuma untuk mengucapkan perpisahan kita yang sesungguhnya," ucapku dengan menahan tangis.

"Bii, kita nggak bisa kembali ke masa lalu dan mengulangnya lagi dari awal."

"Kenapa nggak bisa?!" tanyaku yang kini mulai terisak.

"Kamu sudah punya suami dan saat ini kamu sedang hamil."

"Tapi aku tuh nggak cinta!"

Niko mengenggam satu tanganku. "Yang perlu kamu lakukan adalah merima kekurangannya dan menghargai usahanya. Maka aku yakin kamu akan cinta dan bahagia bersama dia."

Aku terus menangis. Entah seperti apa raut wajahku saat ini. "Kayaknya kamu udah nemu orang yang baru. Makanya kamu nggak mau balikan sama aku lagi."

Why Not?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang