Empat puluh tujuh.

23.1K 2.5K 283
                                    

Kehamilanku sudah memasuki usia dua belas minggu. Kalau dilihat dari secara fisik, belum ada yang berubah. Jadi aku masih bisa melakukan banyak aktivitas seperti biasanya. Tapi meski begitu, Dokter bilang padaku harus tetap berhati-hati.
Karena rahimku masih belum begitu kuat, maka kegiatan yang melibatkan gerakan fisik tidak disarankan untuk aku lakukan. Seperti jalan-jalan seharian, menyelam, berkuda, bermain bulu tangkis dan masih banyak lagi.

Aku juga harus menghindari makanan yang tinggi lemak dan mengurangi asupan garam ke tubuh, sebab tekanan darahku mulai tinggi yaitu 130/90. Dokter bilang itu tidak baik, karena tekanan darah tinggi bisa membuat organ yang ada di dalam tubuhku kekurangan oksigen. Hal itu dapat membuat janin sulit mendapat makanan, sehingga proses tumbuh dan kembang janin akan terhenti. Akibatnya dapat memicu terjadinya persalinan dini. Maka untuk mencegah hal tersebut, aku diwajibkan untuk rajin mengecek tekanan darah.

"Eh... lihat ini gaya tidurnya. Mirip kau kali," seruku sambil menunjukkan gambar hasil USG ke Aktar.

Ini pertama kalinya aku pergi ke rumah sakit dengannya untuk memeriksakan kandungan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ini pertama kalinya aku pergi ke rumah sakit dengannya untuk memeriksakan kandungan. Dan untuk pertama kalinya juga kami berdua bisa mendengar suara denyut jantung dari anak kami. Lucu banget denyutnya, kedengaran seperti suara riuh sekawanan kuda-kuda yang sedang berlari kencang. Aku dan Aktar sampai takjub sendiri saat mendengarnya.

"Aku udah lihat itu waktu kau diperiksa sama Dokternya tadi," ujarnya tanpa melihatku. Dia terus berjalan ke arah parkiran mobil dan sesekali mengecek ponselnya.

Entah hanya perasaanku saja atau memang Aktar terlihat agak berubah. Selama satu bulan ini dia jadi sering pulang sampai jam sebelas malam, bahkan terkadang aku tidak tahu dia pulang jam berapa karena aku sudah ketiduran. Dan di pagi harinya, saat aku masih terlelap tidur, dia sudah pergi bekerja. Jadi kami berdua hampir tidak pernah mengobrol atau bertemu lagi meskipun tinggal serumah.

"Kau tadi malam tidur di mana sih?" tanyaku sebelum membuka pintu mobil.

"Di kamar."

"Kamar kita?"

"Kamar tamu."

"Loh kok di situ?" tanyaku bingung. "Kan kita nggak lagi berantem."

"Aku sedang mencoba untuk terbiasa tidak melihat sosokmu lagi di dalam hidupku."

"Jadi kau memang sengaja menghindariku?"

Dia mengangguk. "Iya."

"Berhasil nggak?"

"Tidak sesulit yang aku pikirkan. Ternyata kau belum sepenting itu untukku."

"Alaaahh... itu karena aku belum benar-benar pergi aja. Nanti juga kau bakal ngerasa kehilangan aku. Eh tapi ngomong-ngomong, siang ini aku mau izin ke Center point mall."

"Kau mau belanja?" tanyanya saat kami sudah berada di dalam mobil.

Aku menggelengkan kepala. "Hari ini Niko datang dan kami mau ketemuan di sana sambil jalan-jalan."

"Ingat kata Dokternya tadi, kau itu masih hamil muda jadi nggak boleh banyak jalan. Nanti perutmu bisa kontraksi."

"Aku bisa jaga diriku sendiri. Lagian kalau ada apa-apa, kan ada Niko yang nolongin."

"Jangan beli makanan yang masih mentah, setengah matang sama yang dibakar atau dipanggang!" ujarnya lagi mengingatkan aku.

"Steak, sushi, ayam bakar, sate, kornet dan sosis. Aku udah mencatat semuanya itu di dalam otakku. Jadi kau nggak usah khawatir."

"Aku tidak mengkhawatirkanmu tetapi anakku yang ada di dalam perutmu. Kau bukan lagi prioritasku!"

Kupukul dashboard mobilnya dengan kuat. "Biasa ajalah ngomongnya, nggak usah ngegas gitu! Yaudah cepatan antar aku ke Center point. Naik pula tensiku kalau dekat kau terus."

"Pakai sabuk pengamanmu," perintahnya sebelum menjalankan mobil.

"Tahu aku, nggak usah kau ingatkan lagi. Tadi bilangnya nggak prioritas, tapi sekarang sok-sok peduli samaku. Preeet! Berakkk sekebon!!"

Aktar terlihat kesal namun dia berusaha untuk bersabar dengan menarik napas panjang. "Andai ada yang bisa menukar perutmu dengan orang lain, aku rela membayarnya berapapun."

Apa-apaan itu? Apa sekarang dia menyesal kalau aku yang mengandung anaknya? Sialan! Aku benar-benar tersinggung dengan ucapannya.

"Yaudah nih tukar aja. Kau pikir aku mau hamil anakmu!" balasku balik.

"Terus kenapa kau mau tidur samaku?!"

"Wajarlah. Kau pikir aku nggak punya nafsu apa?! Lagian kalau orang berhubungan badan itu nggak harus punya perasaan. Contohnya orang-orang yang melakukan one night stand. Mereka bahkan nggak kenal siapa orang yang diajaknya bercinta. Jadi apalagi kita yang udah jadi suami-istri begini!"

"Besok-besok jangan harap aku akan mau memenuhi napsumu lagi!"

Aku mendelik, oh bukan. Lebih tepatnya melotot karena tersingung sekali rasanya. "AKU JUGA NGGAK MAU TIDUR SAMA COWOK TUA KAYAK KAU!!"

"Aku belum tua. Usiaku masih 27 dan kita cuma beda 4 tahun," sergahnya cepat.

"INTINYA KAU LEBIH TUA DARIPADA AKU. TITIK! NGGAK PAKAI KOMA!" teriakku padanya.

"Oke, kita lihat saja nanti. Jangan gunakan anakku sebagai alasan saat kau menginginkannya!"

"OKE! SIAPA TAKUT!" Balasku lagi sambil mengusap leherku yang terasa sakit karena terlalu banyak teriak.

"Kau butuh minum?"

"ENGGAK! MAKASIH!"

"Tapi suaramu kedengaran udah serak itu." Dia membukakan botol minuman yang ada simpan di dalam mobilnya dan memberikannya padaku. "Nah, minumlah."

Kuambil botol minuman itu dari tangannya. "INI KARENA KAU PAKSA AJA, MAKANYA AKU MAU MINUM!"

"Iya-iya. Udah cepetan minum air putihnya."

Setelah itu aku langsung meneguk air yang ada di dalam botolnya hingga habis.

29-Desember-2018

Why Not?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang