《Enam》

44.4K 5.2K 689
                                        

Sesuai permintaan Mama kemarin, jadi siang ini aku menemani Mama ketemu dengan tante Agatha Julie Wiratmaja, teman semasa SMP beliau dulu. Dari namanya saja sudah kelihatan berkelas, pasti beliau itu keturunan ningrat atau darah biru. Bisa kebayangkan wajahnya secantik apa? Sementara wanita judes yang duduk di sebelahku ini adalah asli keturunan darah Batak dari pulau Samosir sana. Tahu pulau Samosir kan? Itu salah satu pulau terkenal yang ada di danau Toba. Tempat wisata para turis-turis lokal ataupun luar negeri sana.

Kalian semua pasti pernah bertanya dalam hati, kenapa sih sifat orang batak itu terlihat kejam dan keras? Sebenarnya itu karena orang batak memiliki sikap yang spontan. Jadi kalau orang batak tidak suka, maka mereka akan berkata secara langsung walaupun itu menyakitkan untuk didengar. Tapi mereka bicara seperti itu memiliki maksud baik, agar orang yang ditegur itu tidak melakukan tindakan yang ceroboh atau pun yang tidak mengenakkan. Mereka juga sering mengeluarkan kritikan pedas tapi bermaksud untuk membangun bukan untuk menghancurkan karakter seseorang.

Pertanyaan selanjutnya yang sering muncul adalah mengapa orang batak jika ingin menyampaikan sesuatu itu harus dengan nada kuat? Seolah-olah mereka sedang marah, padahal tidak marah sama sekali. Apalagi kalau ingin menyampaikan pendapat, pasti gaya suaranya seperti petir menyambar.

Ya...ya... aku akui itu salah satu ciri khas orang batak yang sudah mendarah daging. Kononnya asal muasal orang batak memiliki suara keras adalah pengaruh jaman opung leluhur kami terdahulu. Jadi dulu itu rumah orang batak saling berjauhan. Satu rumah dengan rumah lain bisa beda puluhan meter, maka dari itu kalau mau memanggil saudara, sepupu dan tetangga mereka harus teriak-teriak dulu baru denger. Dan akhirnya itu menjadi kebiasaan sampai sekarang.

Tapi tidak semuanya orang batak itu berbicara dengan nada kasar. Tergantung bagaimana cara didikan keluarganya sih. Meskipun rata-rata orang yang ditemui adalah orang batak dengan nada bicara yang kasar. Termasuk keluargaku sendiri.

"Jauh lagi rumahnya? Perasaan udah sejam di jalan nggak nyampe-nyampe," Protesku ke Mama karena beliau yang menyetir mobil.

"Bentar lagi nyampe," Jawab Mama sambil menoleh kanan-kiri.

"Sebenarnya Mamak tahu nggak sih alamat rumahnya?" Tanyaku curiga.

"Bising (ribut) kali lah muncungmu (bibirmu) itu! Mau kau Mamak turunkan di jalan?"

"Bukan gitu. Maksud aku, kalau Mamak nggak tahu jalan, ya minimal kita tanya sama orang. Daripada kita mutar-mutar nggak jelas gini? Habisin bensin mobil."

"Masih jaman nanya orang? Kan udah ada BPJS."

"GPS Mak!" Ralatku cepat. Lalu aku mengeja hurufnya satu per satu, supaya beliau tidak salah sebut namanya lagi. "G--P--S."

Dan tiba-tiba mobil pun berhenti. Membuat kepalaku terbentur pada dashboard, karena aku tak memakai sabuk pengaman di tubuh.

Aku mengaduh kesakitan sambil memegang keningku yang menjadi korban kekerasan. "Siapa aku?" Tanyaku berpura-pura lupa ingatan seperti dalam sinetron.

"Nggak usah banyak drama kau!" Seru Mama seraya menoyor keningku tadi. "Cepat turun, kita udah nyampe."

Ingatkan aku kalau beliau itu adalah wanita yang mengandung dan melahirkanku ke dunia ini. Bisa-bisanya setega itu menoyor kepala putrinya yang cantik dan imut-imut ini. Heran deh, kenapa orang sekalem Papa gitu bisa jatuh cinta dengan wanita judes yang buasnya mirip ikan piranha kalau sudah dalam mode on.

"Bimbii! Kau ngapain masih di dalam? Cepat turun!" Teriak Mama sambil memukul sisi pintu mobil yang aku duduki.

"Iya bentar loh. Sabar kenapa sih." Aku memberengut keluar dari mobil. Dan seketika terpana begitu melihat rumah mewah yang ada di depan mataku saat ini.

Why Not?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang