Lima puluh enam.

24.1K 2.6K 340
                                    

Sudah empat hari aku dirawat di rumah sakit dan mendapatkan obat untuk menurunkan tekanan darahku yang tinggi melalui infus dan juga obat yang diminum. Semua itu dilakukan agar tekanan darahku tidak berada di atas 170 mmHg. Karena jika tensiku di atas itu, aku bisa mengalami nyeri ulu hati, pusing, pandangan kabur, pingsan dan kemudian kejang-kejang. Kalau kondisinya sudah seperti itu, mau tidak mau proses terminasi harus dilakukan apapun resikonya. Dan kemarin Mama sibuk menyuruhku untuk memakan bawang putih dan timun, katanya itu bisa menurunkan tensi yang tinggi.

Di samping itu setiap harinya dokter mengecek denyut jantung anakku melalui alat perekam jantung. Dalam sehari bisa lima kali dicek kondisi jantungnya. Dan aku bersyukur sekali, karena selama dicek, denyut jantungnya masih berada di kisaran normal. Pokoknya selama dirawat di rumah sakit, Aktar yang menemani dan mengawasiku hingga kondisiku kembali stabil. Dia menyuruhku untuk bed rest total, bahkan ponselku disita olehnya sehingga aku tak bisa berkomunikasi dengan siapapun.

"Aku bosan!" kataku sambil mematikan tv dengan remot yang ada di tangan. "Cepat kembalikan ponselku!"

Aktar menutup laptopnya, lalu memandangku dari sofa tempatnya duduk. "Kau mau menghubungi siapa?"

"Bukan urusanmu!"

"Selama anakku masih ada dalam perutmu, itu artinya kau masih bagian urusanku. Setelah dia lahir, terserah kau mau melakukan apapun."

Yaa... Aku tahu itu dan aku tidak akan lupa.

"Aku mau menghubungi editor yang mengurus naskah ceritaku."

"Aku sudah mengirim pesan ke editormu bahwa kau sedang dirawat di rumah sakit dan butuh istirahat penuh hingga dua bulan ke depan."

Kedua mataku melebar. "Kenapa kau lancang kali buka ponsel itu tanpa seizinku?"

"Aku terpaksa melakukannya."

"Itu privasiku, Aktar! Aku aja nggak pernah buka-buka ponselmu!"

"Ya, kau memang tidak pernah mengotak-atik ponselku. Tapi...." dia menggantung ucapannya.

"TAPI APA?!" bentakku kesal.

"Kau diam-diam mengambil fotoku saat sedang tertidur."

Hah? Fotonya? Kapan?

Aku mencoba mengingat isi galeri yang ada di ponsel. Dan aku baru sadar, pernah mengirim foto Aktar ke grup Telettubies. Waktu itu Terra meminta ditunjukkin gambar Aktar yang tanpa baju. Aku mengambil fotonya diam-diam ketika Aktar tertidur setelah selesai berhubungan intim denganku.

"I-itu... A-aku nggak sengaja," ucapku terbata-bata.

"Kenapa kau mengambil dan menyimpan fotoku tanpa baju seperti itu?"

Mampus!!!

Apa yang harus aku katakan? Kalau situasinya begini, rasanya lebih baik aku kejang-kejang saja daripada harus menjawab pertanyaan Aktar. Hey, eklamsia! Datanglah, aku butuh bantuanmu....

"Bii?" panggilnya karena aku tak kunjung memberinya jawaban.

Aku berusaha berpikir keras mencari jalan keluar.

"Kenapa kau diam saja?" tanya Aktar yang masih menunggu.

"Kepalaku nyut-nyutan," kataku mencoba mengalihkan pembicaraan.

Dan aktingku cukup sukses membuat Aktar lupa dengan pertanyaannya tadi. Lihatlah, dia tampak cemas menatapku yang sedang berpura-pura memegang bagian kepala.

"Tunggu sebentar, aku panggil Suster dulu."

"Eh nggak usah," larangku cepat saat dia sudah berjalan menuju pintu. "Mungkin aku hanya butuh tidur, karena dari tadi nonton tv terus."

Why Not?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang