Hari ini aku bermimpi indah karena dapat bertemu Rory Asyari. Dia adalah seorang news anchor di salah satu stasiun tv. Aku sangat mengidolakan dia. Dan hanya dalam mimpi, aku bisa bebas memeluknya.
"Bii... aku curiga deh sama kamu," Ucap Rory menatapku.
"Curiga kenapa?"
"Iya aku curiga. Kayaknya kamu itu udah nyimpan tulang rusuk aku yang hilang."
Aku tersipu malu dan memukul pelan lengannya. "Kamu bisa aja gombalnya."
"Tapi terkadang kamu itu bisa nakutin banget."
"Nakutin gimana? Memangnya aku hantu?" Tanyaku mendadak cemberut.
Rory bergeleng tersenyum. Lalu dia mendekat dan berbisik di telingaku. "Nakutin karena kamu selalu buat aku takut kehilangan kamu."
Ohmaygatt...
Rasanya rohku terbang ke langit ke tujuh karena mendengar gombalan Rory. Dan tiba-tiba aku langsung jatuh terhempas ke bumi ketika mendengar teriakan Mama yang membangunkanku dari mimpi.
"Bimbii, bangun!! Anak perawan jam segini belum mandi!"
"Kenapa Mamak harus muncul di jam segini sih? Ngerusak mimpi orang aja. Gara-gara Mamak, belum sempat kucium bibirnya. Andaikan mimpi bisa direquest, aku mau mimpikan dia ajalah tiap malam."
"Apanya maksud anak sebiji ini? Bibir siapa yang mau kau cium?"
"Rory Asyari."
"Anak mana dia? Siapa nama Bapaknya?" Tanya beliau polos seraya melipat selimutku. "Kok Mamak nggak kenal? Dia pernah main ke sini?"
"Yaiyalah Mamak nggak kenal. Orang Rory Asyari itu news anchor di tv."
"Ngapain pula kau mimpiin dia? Dikenalnya pun enggak kau. Mending kau mimpikan si Aktar. Lebih jelas, karena dia calon suamimu."
Lebih baik aku mimpi mencium anaconda daripada harus mencium si kue nastar.
"Cepatlah kau mandi. Biar Mamak buat obat kakimu."
"Nggak usah mandilah Mak. Sakit kali loh aku berdiri pakai satu kaki."
Mama mendelik memandangku. "Banyak kali ceritamu. Bilang aja kau malas."
Aku hanya cengengesan sambil melihat beliau yang sedang membalurkan obat tradisional pada bagian kakiku yang keseleo.
Di dunia ini, tidak ada apapun yang bisa menggantikan kasih sayang Mama. Meskipun beliau terlihat galak, cerewet dan suka memarahiku, sebenarnya itu adalah salah satu bentuk kasih sayangnya. Karena jujur, terkadang aku memang suka bohong dan sulit diatur. Jadi cerewetnya Mama adalah bentuk dari perhatiannya. Dan rumah akan terasa hampa tanpa omelan beliau di pagi hari.
"Itu Mamak sendiri yang buat ramuan obatnya?" Tanyaku ingin tahu.
"Yaiyalah. Kan nggak mungkin si Rory Asyari." Beliau meledekku.
"Apa aja itu bahannya?"
"Mau tahu aja kau."
"Bimbii serius...."
"Pakai kencur, jahe, lengkuas. Itu kau parut dulu, terus tambah beras yang udah ditumbuk. Yaudah kau campurlah sama minyak serai, terus dioles kayak gini."
Heh? Kenapa bahan-bahannya kayak mau masak tumisan gitu?
"Dua minggu lagi kau nikah, udah kau undang teman-temanmu?"
Aku bergeleng. "Nanti aja aku kirim chat ke grup line."
"Undangan itu aja kirim. Biar biar pamer dikit, kan mewah undangannya. Mahal itu loh dipesan mertuamu. Lagian nanti temanmu mana bisa masuk ke dalam hotel, kalau nggak bawa undangan."

KAMU SEDANG MEMBACA
Why Not?
Ficción GeneralIni cerita absurd. Kalo nggak mau gila, jangan dibaca ya.