《Dua puluh tujuh》

30.8K 3.2K 158
                                        

Aku bersikeras hati untuk tetap pergi. Begitu selesai check-in, aku lanjut berjalan menuju boarding lounge. Sesekali aku menoleh ke arah belakang untuk menatap orang-orang yang ada di dalam bandara. Tetapi sosok yang ingin aku lihat tidak tampak di sana.

Jadi aku kembali lanjut berjalan sampai di penghalang dan segera menempelkan boarding pass untuk membuka palangnya. Di dalam ruang tunggu aku duduk dan menatap layar ponsel milikku. Tidak ada satu pun panggilan telepon, sms dan chat dari Aktar. Sepertinya dia benar-benar tidak peduli kalau aku pergi. Tadinya aku berpikir dia akan menyusul ke bandara dan menemaniku pergi ke Batam. Namun harapanku terlalu tinggi, sehingga aku merasakan kekecewaan. Aktar lebih memilih pekerjaannya dibanding aku, istrinya sendiri.

Setelah menunggu setengah jam lamanya, panggilan untuk boarding pun tiba. Saat di dalam pesawat, aku merenung. Kalau dipikir-pikir, sikapku ini mirip seperti anak remaja yang masih labil. Terlalu cepat mengambil keputusan saat dalam keadaan emosi, tanpa memikirkan dampak apa yang akan terjadi ke depannya nanti. Tapi aku begini pun karena ada alasannya. Putusnya aku dengan Niko itu karena campur tangan Mama. Aku menikah dengan Aktar juga karena campur tangan Mama. Jadi aku merasa kalau hidupku itu seperti sedang dipermainkan oleh Mama.

Oke, mungkin aku juga salah karena setuju-setuju saja sewaktu dijodohkan. Sebenarnya bisa saja aku menolak perjodohan itu dengan cara kabur dari rumah. Tapi posisinya saat itu aku lagi patah hati karena Niko memutuskanku tiba-tiba tanpa ada alasan yang jelas. Dalam pikiranku, mungkin Niko bosan dan memiliki wanita lain. Itu sebabnya aku pasrah sewaktu dinikahkan dengan Aktar, karena aku ingin menunjukkan pada Niko kalau aku sudah move on darinya. Ditambah lagi latar belakang keluarga dan fisik Aktar sangat mendukung, untuk aku memamerkannya ke orang-orang.

Mamun meski begitu, tetap saja hati dan perasaanku tidak bisa melupakan Niko. Aku sangat mencintai pria itu. Tidak bisa aku bayangkan bagaimana perasaan Niko saat Mamaku menyudutkan posisinya. Mama pasti berandai-andai kalau Niko nekat melanjutkan hubungan kami ke tahap pernikahan. Bagaimana dengan masalah keuangannya nanti? Apakah dia bisa membuatku bahagia? Apa dia bisa mencukupiku? Niko tahu sendiri kalau aku itu anak bungsu yang terbiasa dimanja. Sementara Niko adalah tulang punggung buat keluarganya. Mungkin itu yang membuat Niko memilih untuk melepasku. Bukan karena tidak mencintaiku lagi, tapi karena Niko tidak mau melihatku hidup susah nantinya.

Sangat jelas, Niko itu adalah pria yang baik. Kalau dia jahat, sudah pasti dia membuka kejelekan Mama padaku. Tapi pada kenyataannya, Niko malah menutup rapat semua itu. Dia menjaga baik hubunganku dengan Mama, karena dia tidak ingin melihat kami bertengkar. Niko harus mengalah dan mengorbankan perasaannya, demi memenuhi keinginan Mamaku. Dan itu membuatku semakin merasa bersalah padanya. Aku ingin segera bertemu dengan Niko dan meminta maaf padanya. Semoga saja Niko senang melihat kedatanganku ke Batam.

*****


Sesampainya di Batam, aku menyewa mobil untuk mempermudah pergi kemana-mana. Aku juga sengaja memilih hotel yang tidak jauh dari tempat tinggal Niko berada. Tepat jam tujuh malam, aku mendatangi rumahnya. Sambil mengetuk pintu aku memanggil nama Niko berkali-kali, namun tidak ada jawaban.

Tidak mungkin Niko dan adik-adiknya sudah tidur secepat ini. Apa mungkin mereka sedang pergi ke suatu tempat? Tapi kenapa lampu rumahnya hidup?

Ketika mendengar suara motor dari belakang, aku pun menoleh dan mendapati sosok Niko yang berada di atas motor.

"Arimbi?" Ekspresi wajahnya tampak terkejut melihatku ada di sini.

Dalam keadaan menangis aku berlari ke arah Niko dan memeluknya. Perasaanku saat ini bercampur aduk. Marah, kesal, rindu, bersalah, semua menyatu dalam isak tangisku.

Why Not?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang