Terkesan ribet dan alay, tapi gue seneng kok\(〇_o)/.
---
--Selamat membaca--
***
"Arrrghh, gue bingung nih mau ngrangkai kata-kata," ucap Lyla frustasi sambil meremas gumpalan kertas kesepuluhnya. Jam menunjukkan pukul sebelas malam, tapi Lyla tetap berusaha merangkai kata-kata dalam sebuah surat.
Setelah abangnya menyetujui permintaan Lyla untuk menonton sholawat Syubbanul Muslimin besok, Lyla memutuskan untuk menulis sebuah surat yang nantinya akan Ia berikan kepada Ahkam. Dan, Lyla bertekad akan berusaha dengan keras agar surat yang Ia tulis sampai kepada Ahkam.
"Besok aja deh, gue minta saran dulu sama Airin," ucap Lyla sambil menguap ngantuk.
"Nggak ada bagusnya kalo gue yang nulis." Gumam Lyla lalu langsung menghempaskan badannya kekasurnya.
***
Jam, masih menunjukkan pukul 3 pagi dan Lyla sudah bangun dari tidurnya. Ia langsung mengambil ponselnya diatas nakas dan menelfon Airin untuk meminta pertolongan.
Lyla terus menggigit kuku jarinya merasa gugup. Saat telfon sudah tersambung, Lyla langsung bernafas lega.
"Apa sih Lyl, masih jam tiga ini.... ngebet amat lo mau nonton Ahkam, huh." Airin terus menggerutu diseberang sana, dan Lyla merasa kikuk disini.
"Ya, maap Rin, gue ga mungkin nelfon elo kalo lagi gak ada masalah."
"Iya udah, cepet, apa masalah elo?" tanya Airin dengan nada terburu-buru.
"Rin, buatin gue surat dong," ucap Lyla dengan nada memohon."Surat? Surat apaan?" Tanya Airin bingung.
"Surat buat Ahkam," jawab Lyla cepat.
"Oh, lo udah dibolehin nih sama abang elo? Jadi.... gue diajak gak nih....." ucap Airin girang dari seberang sana.
"Iya, gue udah dibolehin, tenang aja, lo gue ajak kok buat nemenin gue pastinya...." jawab Lyla bangga.
"Nah, gitu dong temen baek,"
"Eh, tunggu-tunggu, jadi gimana?" Tanya Lyla merasa cemas.
"Hah, apanya?" Tanya Airin bingung.
Lyla menepok jidatnya karena sahabatnya yang lemot ini. "Haduh, itu loh surat.... buatin gue surat buat gue kasihin ke Ahkam," ucap Lyla menjelaskan.
"Eh, denger ya? Lo itu harusnya usaha dong kalo lo mau kenal sama orang yang selama ini elo idam-idamin," ucap Airin menasehati.
Lyla menghela nafasnya kasar. "Gue tuh udah usaha Rin, semaleman gue berusaha ngerangkai kata-kata buat selembar surat ini sampe jam sebelas malem," ucap Lyla sambil mengangkat selembar kertas yang nantinya akan Ia gunakan untuk merangkai kata-kata.
"Iya-iya gue tau kalo lo udah usaha, tapi gue mo nanya, disini yang berjuang siapa? Gue apa lo?"
Glekk. Pertanyaan yang Airin lontarkan ada benarnya juga. Gue yang berjuang, harusnya gue dong yang usaha. Batin Lyla.
"Iya gue sih, ya lo emang bener juga ya, thaks kalo gitu ya Rin, gue mau buat surat, dan lo juga jangan lupa nanti kerumah gue, kita berangkat bareng," ucap Lyla dan langsung menutup sambungan telfonnya.
"Huh, gue bingung mau ngrangkai kata-kata yang kek gimana?" Gumam Lyla sambil bertopang dagu memandang selembar kertas yang tergeletak didepannya.
Akhirnya, Lyla memutuskan untuk membawa selembar kertas beserta pulpennya dan sebuah gitar menuju balkon.
Lyla memutuskan untuk mencari inspirasi dipagi hari ini.
Lyla memetik gitar dengan nada dipelankan agar tidak mengganggu tetangganya yang lain. Lyla bersenandung indah sambil menikmati semilir angin dipagi hari ini. Perlahan, hatinya mulai tenang. Pikirannya mulai jernih, dan otaknya mulai dingin.
Sebuah kata-kata melintas indah dipikirannya, Lyla membuka matanya dan tersenyum bahagia.
Perlahan, Lyla mulai menulis sebuah kata-kata yang akan Ia sampaikan nantinya kepada Ahkam. Kata demi kata, kalimat demi kalimat yang melintas diotaknya Ia lampiaskan kepada selembar kertas putih polos didepannya ini dengan tinta hitam yang membantunya menggores setiap pelampiasan perasaannya kepada seseorang yang selama ini mampu membuatnya luluh dengan suara indahnya.
Seukir senyuman menemaninya disetiap goresan tinta yang semakin lama semakin tak menyisakan tempat untuknya melampiaskan perasaannya lagi.
Lyla tersenyum puas memandang hasil karyanya. Dengan perasaan yang berbunga-bunga, Ia membaca kembali tulisannya mulai dari atas sampai bawah, kemudian dengan senyum yang senantiasa menemaninya, Ia melipat kertas tersebut dengan senang hati dan menyimpannya kedalam amplop berwana merah yang dihiasi gambar bunga didepannya.
Notes: "memang apa dayanya gue yang hanya bisa melampiaskan setiap perasaan yang sudah lama tertahan didalam hati gue ini lewat selembar kertas putih polos, kata demi kata, kalimat demi kalimat mengalir seperti air dari hati ke-otak, dari otak menuju selembar kertas didepanku ini, perasaan yang lama-kelamaan kian membuncah, tapi yang sebenarnya aku masih belum bisa menganggap ini sebuah perasaan atau hanyalah sebuah obsesi semata?"
Bersambung..........
***
Hai halo guys..... padahal baru beberapa hari aku buat cerita ini dan yang baca lumayan juga, gak sia-sia ternyata usahaku^-^.
Makasih banyak bagi kalian yang sudah mau membaca cerita ini^-^.
Di-part selanjutnya aku akan menceritakan tentang Ahkam loh.... jadi, kalian harus selalu setia buat nunggu part-part selanjutnya, oke?!
Salam,
Stkholilah22.