"AHAHAHAH PENJAHATNYA NAPA TOPENGAN KRESEK SIH, AYO DEDE TERBANG DAN SIKAT PENJAHAT ITU." Teriak Papah antusias banget nonton Super Dede.
"Pah, udah malam. Nanti dimarahin tetangga." Tegur Mamah.
"Yamaap, Mah. Itu Papah jadi pengen sarung kaya gitu juga, kalo berangkat tinggal terbang. Gratis, nggak kena macet lagi." Papah memandang layar TV itu sembari tertawa.
Mamah yang liat suaminya kadang absurd itu cuma bisa menghela nafas. Gini-gini Mamah cinta. "Bang, beliin minyak goreng ya. Buat besok pagi, sama kecap deh sekalian."
Abang yang rebahan-rebahan manjah di karpet itu melemaskan otot kaki dan tangannya. "Mager nih, Mah. Aku sedang tidak ingin ketemu mas-mas Alfa. Adek kan ada," tunjuknya ke gue.
Mendengar itu, Mamah jadi memandang Abang malas. "Ini nih, kalo kaleng sarden dikasih nyawa." Ucap Mamah mengikuti komentar yang Mamah baca dari forum facebook grup khusus ibu-ibu.
Gue bangkit dengan agak malas, "Yaudah, aku aja Mah. Kunci motor dimana?" Tanya gue sebelum kekamar buat mengambil jaket. Setelah itu kembali ke ruang TV, "Nggak pake motor Abang kamu? Ini uangnya, Dek." Mamah nyerahin kunci motor dengan gantungan lumba-lumba.
"Males banget, motor Abang lampu belakangnya kedip-kedip. Diliat orang nanti dikira aku yang suka balap-balap liar." Cibir gue ke Abang yang baring didekat kipas angin. Motor Vario hitam itu memang lampu belakangnya dia modif jadi kedip-kedip warna biru ala anak balap liar. Nggak tahu apa faedahnya, sempat diomelin Papah walaupun dibiarin aja sampai sekarang.
Gue lebih suka pakai motor Scoopy putih Mamah karna lebih ringan, dan unyu juga. "Kecap manis yang botol kaya didapur kan, Mah?" Tanya gue memastikan sebelum pergi.
"Iya, hati-hati dek. Kembaliannya kamu pakai jajan nggak papa," ucap Mamah membuat gue girang.
Setelah buka pagar, gue menyalakan mesin dan melajukan motor itu keluar rumah. Malam ini lumayan dingin. Padahal gue udah pakai celana kulot panjang, kaos dan jaket warna biru donker.
Lokasi Alfamart itu ada di luar gang, disekitaran sini enggak ada toko kelontong. Yang ada warung nasi, konter dan warnet. Ada juga beberapa penjual jajanan seperti sempol, gorengan, pentol dan lain-lain.
Dulunya ada toko sembako, tapi semenjak pemilik tokonya jadi janda, dia mutusin buat pindah karna ingin tinggal bareng orang tuanya. Alhasil kita kalau mau beli kudu keluar gang. Memang nggak terlalu jauh kalau jalan kaki, tapi malam gini lebih enak pakai motor karna lebih cepat.
Setelah membeli minyak goreng dan kecap, sisa kembaliannya gue pake beli aice jagung. Nanti Abang nggak boleh minta, kebiasaan tiap dia nyicip makanan gue suka nggak sedikit. Udah kaya hampir dia makan semua.
Di perjalanan pulang, gue ngelewatin rumah bang Jehaf yang pagarnya kebuka. Perasaan tadi masih ketutup.
Pandangan gue sekarang mengarah ke rumah dengan pohon mangga didepannya itu, gue liat kak Fiqy ternyata ada disana. Males banget gue liat mukanya. Bodo amat, nggak peduli.
Gue menekan gas motor lebih kencang dan biar cepet ngelewati rumah itu dan segera pulang. Walaupun sebenernya gue pengen ngelempar si Fiqy pakai minyak goreng 1 liter.
🐊
Hendray
Ikut malpun?Ga kak
Ga dibolehin
Tp paginya sempat bantu2 kokOke gapapa
Besok jgn lupa pk totebag kebangsaan smakensa 😆
Asoakaowkowk
KAMU SEDANG MEMBACA
upnormal teen // kth (revisi)
Fiksi PenggemarKatanya remaja itu fase labil manusia paling berkesan dan penuh frustasi menuju kedewasaan. Tentang teman, keluarga, cita-cita dan perasaan yang membuat lingkup hidup makin ruwet. Bukan cerita bad girl atau bad boy, ini cerita anak sekolahan penyuka...