40 - partner

1.9K 170 15
                                    


"Bagas, sini gak kamu!" Panggilan itu secara gak langsung ditujukan padaku.

Anak jahat itu selalu memanggilku dengan nama orang tuaku. Bukan hal baik jika dia memanggilku di jam istirahat ini. Karena aku gak mau dipalak, aku berusaha menghindar dengan pura-pura tidak mendengar.

Tapi anak itu tak berhenti begitu saja, dia berjalan mendatangiku dengan beberapa temannya yang merupakan kakak kelas.

Dia segera mendorong dahiku dengan satu jarinya, "kalau dipanggil tuh jawab dong, dasar conge."

Salah satu temannya ikut menarik rambutku kebelakang. Aku berusaha menarik rambutku dan menyingkirkan tangan anak itu dari kepalaku. Tentu saja tidak ada guru yang melihat karena ini jam istirahat.

Melihat pun mereka hanya memisahkan kami, seakan apa yang gue alami hanya pertengkaran kecil antara anak kelas tiga SD. Tidak ada tindakan apapun, bahkan temanku-Rosa, tidak bisa berbuat banyak karena takut pada Nafa dan teman-temannya.

Apapun yang Nafa lakukan selalu benar di mata anak lain. Kenapa? Karena dia kaya, cantik, dan punya banyak teman yang mendukungnya.

Nafa membenciku semata-mata karena ibunya baik padaku, bahkan ibunya pernah membanding-bandingkan anaknya denganku. Karena dia takut pada ibunya, akhirnya dia melampiaskan kekesalannya padaku.

"Lepasin, sakit!"

Nafa melotot padaku, "makanya kalau dipanggil noleh, tolol!"

Akhirnya ia melepaskan jambakannya. "Uang mana? Uang kamu mana? Cepet!"

"Kamu kan anak orang kaya, harusnya kamu berhenti minta uang ke aku. Ini uangku, bukan uang kamu." Cicitku sok berani.

"Halah, gak usah banyak ceramah." Nafa mendorong bahu kanan ku. Diikuti temannya yang menggeledah isi tasku. Mengeluarkan segala isinya dengan kasar, bahkan tempat pensilku diinjak-injak hingga isinya terhambur berceceran dilantai.

"Jangan!" Sungutku, itu tempat pensil yang mamah beli bersamaku dipasar malam. Aku gak tega kalau barang pemberian mamah dirusak begitu kasar.

"Diem cungkring, badan kurus banget kayak orang penyakitan. Cepet mati aja kamu!"

Salah satu dari mereka mengambil pouch biru berisi uang sakuku hari ini. Dia mengambil isinya lalu melempar pouch itu ke lantai, saat melihat kebawah dia juga mengambil pulpen dan pensilku.

Aku tidak bisa mencegah perbuatan mereka karena aku ditahan oleh Nafa.

"Bisa gak jangan terus ambilin uangku?" Protesku dengan mata berkaca-kaca. Mengingat bagaimana mamah memberiku uang itu pagi ini sambil tersenyum.

Tapi Nafa tak mendengar, ia justru menamparku. "Berisik,"

"Kalau kamu gak suka bundamu baik ke aku bilang ke bundamu, jangan jahat ke aku. Aku gak pernah ngapa-ngapain kamu."

"Dibilang gak usah ceramah, bisa diem gak?!" Nafa meninju perutku dengan keras, membuatku ingin muntah sekarang juga.

upnormal teen // kth (revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang