33 - dokter gigi

1.8K 169 5
                                    


"Ada yang liat charger hp aku?"


"Coba kamu tanya abang,"


Gue menghela nafas, setelah berkeliling mencari charger ponsel berwarna putih dengan kabel berwarna oranye. Hadiah dari pegawai konter setelah disuruh untuk follow instagram milik konter itu.

Udah cari dikamar, ruang tengah, ruang tamu, dapur, sampai di hati doi juga nggak ada.


Baru aja mau bertanya, si jamet itu malah keliatan bingung sendiri sibuk mencari barang nya yang hilang juga. "Sandal gue dimana ya? Lo ada liat?"

Jelas gue tau dimana sandal jepit buluk itu sekarang, tapi gue malas buat jawab memilih mengabaikan saja. "Charger gue liat nggak? Sekarat nih hp,"

"Kok nanya gue?" Tanya nya balik pakai nada menyebalkan.

Gue memutar bola mata malas, "ya masa gue tanya pak RT, karena lo salah satu penghuni rumah ini ya jelas gue tanya lo lah."

Abang berdecak, "kok lo nyolot sih?"


Rasanya gue ikut terpancing dari emosi, mood juga mendukung buat baku hantam. "Lo dulu yang mulai,"


"Heh bocah, lo tuh kudu nyoba yang sopan dikit sama sodara tua. Nggak ada sopan santunnya tau nggak?"


Nggak, gue bukan orang kayak gitu. Gue masih punya tata krama, dan gue nggak suka dibilang kayak gitu. Apa dia nggak sadar dia sendiri gimana?

"Lo.. sensi banget hari ini. Males gue, harusnya lo tau gimana diri lo sendiri jadi contoh buat gue. Lo kasar," cibir gue sebelum meninggalkan teras. Setelah sekian lama kita nggak ada berantem, maksudku dalam konteks serius. Bukan cuma adu debat biasa.

Walaupun dia suka sengklek, ngatain gue cengeng gara-gara nangisin ikan, menyiumkan tangannya yang bekas garuk ketiak, atau ngumpat, gue nggak pernah ambil hati. Karena gue juga sering ngatain masa lalu dia jamet dan ngeledekin dia tentang kak Ulgie yang seperti nya lupa sama dia.

Karena keseringan bercanda, bukan berarti kita nggak bisa marah atau serius. Kita sama-sama kalau sekali marah pasti semua orang kena semprot walaupun yang jadi alasan marah cuma satu orang, dan kata mamah kita sama-sama seram waktu marah.

Pernah sekali puncak marah nya gue waktu dia nggak sengaja menghilangkan modem gue. Sampai kita nggak ada ngobrol satu minggu lebih.

Dan jujur aja, gue emosional. Suka marah atas hal-hal kecil, berimbas makin marah ketika hal kecil lain nggak berjalan sesuai kemauan.


Makanya tiap gue ketawa receh yang berlebihan didepan mamah pasti auto disemprot, annoying banget katanya. Nggak sesuai tempatnya kalau orang sering ketawa juga sering marah, mamah sendiri termasuk orang tua yang suka mengatur gimana anaknya bertingkah laku.


"Nggak nemu," ucap gue lesu mendudukkan diri di karpet ruang tengah, bersandar pada kaki sofa. Menghela nafas kesal.

"Terakhir taruh dimana emang? Coba inget-inget lagi." Saran mamah sembari mengganti chanel TV ke sinetron Cinta Suci. Di episode kali ini Suci diajak makan Marcel, tapi nggak enak sama suaminya.

"Di meja kamar, mah. Mamah beneran nggak ada liat?"


Masih fokus pada layar tv, "yang mana sih emangnya? Kabel oren itu bukan?"


Gue mengangguk tak sabar, "Iya iya, tau nggak, mah. Dimana?"


"Yahhh itu sih dipake papahmu tuh," tunjuk mamah ke arah kamarnya yang pintunya terbuka.

upnormal teen // kth (revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang