19 - momen itu

2.6K 213 4
                                    


"Min." Panggil gue ke Amin yang naruh blender di meja stand. Dia bales panggilan gue dengan dehaman.

"Sekarang gue percaya kalo Johan ternyata nggak sekaku itu,"

Sekarang Amin natap gue sambil nyengir nyebelin, mukanya sekarang mirip herp. "Ya emang, dia dasarnya jutek sama orang yang enggak dia kenal. Sebenernya dia orangnya juga kocak kok, kadang-kadang suka random kalo lagi ngantuk."

Eh? Jadi tadi malam beneran dia apa bukan. "Tadi malam lo mainin hp dia ya?"

Amin nautin alisnya bingung, ekspresi asli yang nggak dibuat-buat. "Hp siapa?"

"Johan."

"Hah? Ngapain Anjir, gue punya game sendiri. Ada ML, ada AOV, ada Sims. Tapi ram gue suka abis jadi sims gue hapus, ilang dah istri palsu gue. Padahal anak kita udah banyak," Curhat dia yang sekarang ngelap blender pakai tissue.

"Siapa punya anak? Lo punya istri Min?" Tanya Qaren yang tiba-tuba datang nggak lupa bawa kotak bening besar yang isinya nasi dan telor geprek dimika 27 bungkus.

"Tau tuh, si sumpit. Punya anak malah ditelantarin, belom aja jadi batu dia." Cibir gue.

Penjualan stand ini sendiri dari uang modal kita berempat, Amin bener. Dari hari kemarin keuntungan lumayan didapatkan, kita pilih-pilih tempat yang jual grosiran jadi harga lebih murah dan nggak boros modal. Ada juga yang bahan dari rumah yang bikin lebih hemat.

"Uang kemaren siapa dah yang megang?" Tanya Qaren.

"Abang Saleh, tuh doi datang." Tunjuk gue ke bang Saleh yang nenteng tumpukkan gelas plastik.

"Sal, duit kemarin lo bawa kan? Buat kembalian biar gampang." Saran gue. "Aman, nih ada disini duit kemarin pagi sama malam." Bang Saleh ngeluarin pouch seukuran handphone dengan motif bunga-bunga.

Gue udah selesai ngelap termos besar dengan tissue, kemudian ngangkat termos kosong itu ke meja. "Galon udah, es batu?" Tanya gue memastikan.

"Itu buka aja di plastik." Tunjuk Amin ke plastik merah yang gue buka ada bungkusan es batu dalam plastik bening yang udah diremukkan. Gue masukkan es batu remukkan itu ke termos.

"Jangan lupa, promosiin di story biar abis lagi jualan kita." Ujar bang Saleh yang sekarang motoin stand.

"Eh, gue sendiri pengen beli nasi lagi. Lemes nih belom sarapan, jadi letoy kaya kerupuk seblak." Ucap gue ke Qaren dan diliat Amin yang sekarang geleng-geleng, "Dasar letoy."

"Ambil dah," kata Qaren nggeser kotak bening besar itu ke gue. Bikin gue milih nasi yang banyak sambalnya. Kaya nggak nendang gitu kalo nggak banyak sambel.

"Ini duit gue," setelah ngeluarin duit dari saku dan gue serahin ke bang Saleh dan mulai makan di meja stand sendiri. Dipinggir sih, biar nggak terlalu keliatan.

"Olyn! Ah sombong lo sekarang mentang-mentang beda jurusan," tegur Qaren nyaring bikin gue yang lagi makan ikut nengok.

"Mana ada anjir, kalian noh pada akuntansi semua gimana mau ketemu. Gue juga ngeri ke kelas kalian, ada Supra soalnya. Jualan apa nih betewe, ini satu udah makan aja." Saat Olyn nyebut nama Supra, dia naruh telapak tangannya disamping bibir dan sedikit berbisik.

upnormal teen // kth (revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang