Bumi yang gelisah, 03 Februari 2018.
Sial, kenapa motor ini harus mogok sekarang sih?! Biasanya lancar aja padahal, tapi sekarang nggak bisa di starter. Para teman si mesum gila itu makin mendekat, motor ini masih gak mau bangun juga. Dengan nekat dan tanpa ada pilihan lain, gue mencabut kunci lalu berlari sekencang mungkin.
Mamah maafin anakmu ini, semoga motornya nggak hilang. Aku yakin mereka pasti lebih milih ngejar gue dibanding ngerusak atau ngambil motor yang gak sempat dikunci stang itu.
"Sini lo, dasar lonte!"
"Gue bukan lonte, muka kau tuh yang macam mucikari, bungul!" Entah nyali dari mana gue bisa berani membalas teriakan mereka. Dengan logat Medan yang abal-abal gue tiru dari almarhumah Nenek dulu, ditambah makian bahasa Banjar yang sering diucapkan Arga dikelas.
Iya, si kocak itu asli Banjar. Dia bilang bungul, artinya sejenis makian seperti bego, dan bodoh. Kadang logat Banjar Arga keluar waktu dia kesal.
Andai baterai ponsel gue sekarang masih tersisa. Seusai mengirim pesan ke bang Saleh tadi langsung mati karena nyalain data. Mungkin ini karma karena tadi gue ngatain baterai hape kak Fiqy cepat habis.
Seumur hidup, gue nggak pernah bisa lari kencang. Selalu sesak di dada dan berujung kehabisan nafas. Padahal gue orang kurus yang katanya harusnya bisa lari kencang. Tapi kali ini, untuk kedua kalinya gue berlari sekencang Naruto saat mengejar Orochimaru sedang membawa kabur Sasuke. Ternyata mitos tentang ketakutan bisa membawa energi itu benar adanya.
Sebelumnya gue gak pernah lari sekencang ini. Kaki gue menyusuri trotoar di pinggir jalan sesekali menoleh kebelakang. Mereka ngejar gue, bagus, motor Mamah aman. Mungkin begini rasanya jadi gangster yang kejar-kejaran sama mafia, sepertinya bagus kalau kejadian ini direkam dan diberi backsound seperti film action.
Sekarang gue tinggal meminta tolong dikeramaian, tapi kampretnya kenapa sekarang sepi?! Apa karena mendung dan sebentar lagi hujan? Beberapa kali gue melambaikan tangan pada orang yang lewat dijalan raya untuk meminta bantuan, tapi mereka seakan acuh tak acuh. Mereka mungkin berpikir gue bocah aneh yang mau minta tebengan. Dasar manusia individualis!
"Ahaha, mampus. Gak ada yang nolongin!" Teriak salah satu dari tiga orang gila itu. Kampret, kalau gini caranya gue harus cari jalan lain.
Gue berlari menuju emperan toko, menyusuri berbagai toko yang ada. Tapi kenapa mereka harus pada tutup sih? Ini kan hari Sabtu, harusnya mereka buka. Kesempatan gue untuk mencari bantuan makin menipis, mata gue sempat menangkap manekin yang letoy dari kaca depan toko baju saat berlari. Rutukan ke para pemilik toko-toko ini gue ucapkan dalam hati.
Siapapun, siapapun itu, gue butuh pertolongan. Sembari terus berdoa dalam hati dan mengingat kembali dosa-dosa pada orang di rumah dan temen-temen gue.
"AH," seru gue ketika kaki gue tergores besi pembatas parkiran saat sedang berusaha melangkahinya.Abang, maafin gue karena suka ngatain lo, maaf juga sebenernya sendal jepit itu gue kasih ke Fiqy. Gak tau kalau lo masih nyari sendal itu, kalau gue masih hidup besok pasti gue ganti. Maaf selama ini gue gak punya sopan sama sodara yang lebih tua, suka lama waktu di kamar mandi sampai bikin lo telat, ngatain lo jamet dan lain-lain. Selama ini kita sering banget marahan gak jelas, tapi baru kali ini gue bener-bener butuh lo, jamet bucay.
KAMU SEDANG MEMBACA
upnormal teen // kth (revisi)
Fiksi PenggemarKatanya remaja itu fase labil manusia paling berkesan dan penuh frustasi menuju kedewasaan. Tentang teman, keluarga, cita-cita dan perasaan yang membuat lingkup hidup makin ruwet. Bukan cerita bad girl atau bad boy, ini cerita anak sekolahan penyuka...