37 - sebuah kejulid-an

1.6K 168 5
                                    

"AHAHAHAHA-"


Gelak tawa itu berasal dari mulut gue. Menertawakan sendiri betapa lucunya lagu topi saya bundar diganti menjadi guru tata boga. Humor rendahnya kelewatan, anjlok turun sampai pankreas.

Guru tata boga,

Boga guru tata.

Kalau tidak boga,

Bukan guru tata.

"Gak bisa gitu, anjir. Itu penistaan jurusan tata boga," ucap Qaren tak terima.

"Tapi kan sekolah kita gak ada jurusan tata boga," jawab gue mengingat sekolah ini punya enam jurusan. Akuntansi, perkantoran, pemasaran, multimedia, TKJ, dan UPW, yang jelas saja seragam tiap jurusannya berbeda. Jadi tiap hari Rabu rasanya warna-warni.

Pagi ini kami bersiap sebelum upacara dimulai, dan hari ini adalah hari dimana gue pelantikan OSIS. Seragam sudah rapi dan licin, kaus kaki yang beberapa centi diatas mata kaki, dasi, topi, rambut diikat rapi. Semua siap.

Jika biasanya peserta upacara memakai almamater berwarna biru langit, kali ini khusus anggota OSIS yang dilantik tidak perlu memakai almamater.

"Disini yang OSIS siapa aja sih?" Tanya bang Saleh yang merapikan almamaternya dan melipat bagian tangan yang kepanjangan.

"Gue sama Sesil. Tapi dia MPK sih,"

Mendengar itu Qaren terkejut, "demi apa? Kalian berdua aja? Kelas kita emang calon kelas mager dah."


Bang Saleh mengangguk-angguk sok serius, "hmm, beda ya sama kelas nya Alam, AK 2 ambis-ambis banget."

Benar, AK 2 dan segala semangatnya. Disana banyak anggota OSIS inti, anak rohis, kang jual donat dan nasi uduk yang tiap pagi ngirim promosi di grup angkatan, anak eskul paduan suara, bahkan disana ada sepuluh anggota brigade. Disana ada 3 anak cowok yang berangkat sekolahnya selalu pakai motor gede alias moge. Gila, udah kayak anak SMA yang di ftv.

Bu Tuti sering bilang kelas yang paling cepat paham dan berkembang ya AK 2, sedangkan AK 3 dan AK 1 sejajar kepintarannya. Kita sering dibanding-bandingkan dengan mereka, padahal kan kita nggak suka.

Setiap kelas punya ciri khas masing-masing, kelas kami juga nggak seburuk itu.

Sekarang dikelas kami juga ada OSIS, MPK, anak band, anggota tim futsal, klub bahasa Inggris, rohis, dan PMR. Hanya saja memang jumlahnya sedikit dan tidak dilirik. Kita di cap kelas bandel, pemalas, dan pembully guru hanya karena kasus bu Lutfi dan pak Morgan yang pernah ngambek sama kami. Sebenarnya bu Evi dan bu Tuti juga pernah gak mau masuk kelas karena kesal dengan kelas ini hehe.


Lapangan sudah mulai ramai, suara lantang dan galak bu Tuti menggelegar di koridor. Memerintahkan semua siswa segera baris ke lapangan.

"YEEEH, MAKANYA JANGAN KESIANGAN. BUKANNYA BARIS MALAH NGERUMPI, CEPAT BARIS!"

Teriakan bu Tuti punya ciri khas, selalu bernada dan punya penekanan di akhir kalimat. Dari nadanya aja orang pasti nyangka dia galak.

Gue dan Sesil berpisah dari barisan kelas menuju barisan tersendiri yang ada disamping lapangan. Walaupun sudah melakukan gladi resik di hari Jumat, rasanya tetap gugup. Ketika mengedarkan pandangan, gue lihat Arif dibarisan MPK. Jadi selama ini dia ikut MPK? Gue gak pernah tahu dan gak pernah nyadar ternyata.

upnormal teen // kth (revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang