"Perpisahan kapan, Bang?"
"Bulan Mei awal, Pah."
Pagi di hari Senin pertama semester dua, keluarga gue sedang berkumpul di ruang makan buat sarapan. Karena masih kena hawa liburan, mamah sampai nggak sempat masak pagi-pagi. Tadi sehabis jamaah sholat shubuh papah sama abang beli nasi pecel dibelakang masjid.
Harganya untuk lauk telur rebus dan tempe tepung hanya tujuh ribu rupiah. Sedangkan lauk ayam sepuluh ribu rupiah, bisa milih pakai krupuk putih muter-muter atau peyek. Gue yha jelas peyek forever lah.
Lapak pecel milik mas Boy itu emang terkenal enak banget di Trisakti. Sambel pecelnya nggak terlalu encer maupun terlalu padat sampai nggak bisa bersatu sama sayur.
"Bukannya April ya?" Tanya gue mendengar perihal perpisahan abang.
"Yang April itu ke perpisahan jalan-jalan ke pantai, biasa momen terakhir gitu katanya dah. Kalau Mei perpisahan acara wisuda," jelas abang lalu menyuap nasi pecelnya.
"Siap-siap koret uang papah," canda papah menepuk bahu abang. "Kamu udah bukan anak kecil lagi, Jim. Jangan ikutan yang aneh-aneh, jadi orang yang bener. Papah sama mamah udah biayain kamu sampai sini bukan semata pakai daun, jadi kamu siap kan buat jadi orang gede?"
Abang nampak diam sebentar, mengerjapkan matanya beberapa kali dan menatap wajah papah yang kali ini berbicara dengan nada serius, nggak ada lawakan kayak biasanya. Mungkin karena biaya akhir abang yang memang nggak sedikit ini, belum kuliahnya nanti.
"InsyaAllah, siap pah. Doain aja Jim nanti, rencananya mau buat bisnis baju sama sepatu kekinian bareng Jehaf. Semoga lancar, jadi sambil kuliah nanti sambil bisnis kan oke,"
Gue mengangkat dua jempol gue, tersenyum bangga ternyata abang bisa gitu juga. Rasanya masih baru aja kita nangis pengen beli kiko beku tapi nggak dikasih uang.
"Mantap jiwa lo, emang ada gunanya juga punya teman kek bang Jehaf. Auto tenar tuh bisnis lo, secara dia kan udah terkenal." Puji gue sembari tertawa. "Gue nanem modal boleh nggak?"
"Begaya sok nanem modal, duit kuota lo kemarin aja belum lo ganti."
Gue mengibaskan satu tangan, "Hilih, peritungan banget. Lo juga kalo beli makan pake duit gue nggak pernah ganti. Mutualisme dong, ohiya nama brand nya nanti apa nih? Apa duo J gitu?"
"Yhee, norak banget kalo gitu. Bagusnya apa ya, pah?"
"Hmmm," papah menaruh dua jemarinya dibawah dagu. "Nggak tahu ya, tapi saran papah namanya harus gampang diingat orang dan pasti nya harus GAWL,"
Mamah cuma menggelengkan kepala menanggapi celotehan pagi ini. "Udah, habisin makannya. Nanti telat, abang mulai semester ini kurangin mainnya ya? Udah fokus banyak ujian didepan mata."
Awalnya abang agak murung, nggak bisa nyelonong keluar alasan mabar sama temennya lagi. Tapi mau gimana juga dia kudu fokus sama nasibnya, jadi menurut aja daripada jadi batu berbentuk manusia megang Handphone.
🐊
"WOYOOOO, KETEMU KALIAN LAGI KALIAN LAGI, BOSEN DAH HAYATI." Teriak Avin setelah memasuki ruang kelas Akuntansi 3.
KAMU SEDANG MEMBACA
upnormal teen // kth (revisi)
FanfictionKatanya remaja itu fase labil manusia paling berkesan dan penuh frustasi menuju kedewasaan. Tentang teman, keluarga, cita-cita dan perasaan yang membuat lingkup hidup makin ruwet. Bukan cerita bad girl atau bad boy, ini cerita anak sekolahan penyuka...