49 - my karma

1.9K 156 4
                                    




"APAAN, itu fitnah! Lebih kejam dari pada pembunuhan!"

"Emang ada buktinya? Gue tau dulu lo kan temanannya sama kakak kelas yang liar-liar."

"Tapi gak sampe kayak serial Cinta Cenat Cenutnya Smash juga kali! Yang deketin cewek karena dare,"

Siang ini Abang dan gue berdebat masalah Jiya. Dia menyangkal apa yang gue tuduhkan. Sejauh ini memang baru kita berdua yang tau, belum aja gue aduin ke Mamah dia. Dari tadi dia ngotot berkelit tapi matanya selalu dialihkan ke arah lain, katanya itu tanda kalau ada yang dia tutupi kan? Makanya sekarang berkali-kali gue tetep gak percaya. Sampai Mamah sempat meneriaki kami karena terlalu berisik. Habisnya, Abang udah tau kalau dia suka kak Ulgie tapi tetep nyepik ke banyak cewek.

"Terus yang bener gimana? Gue tau kalau kalian emang pernah deket tuh," gue menyedot es Nutrisari rasa Sayur Buah dari plastik sebelum memakan satu pentol rebus dengan tusukan. Tadi memang sempat jajan dulu ke lapak Pentol Jefri di dekat lapangan jalan Trisakti. Pentolnya laris karena enak dan murahan dibanding yang lain, seribu dapat tiga.

Tiap beli disana selalu dilarang Mamah karena curiga pentolnya dibuat dari daging kodok, tapi sejak tadi Mamah sibuk didapur jadi nggak lihat perbuatan gue siang ini. Yang penting si Jefri masih jualan sampai sekarang dan gak kena razia atau keluhan pelanggan, dia juga mengaku pentolnya dari daging ikan. Mungkin Mamah aja yang terlalu negatife thinking.

Mendengar apa yang gue ucap, dia sekarang mengarahkan pandangannya ke gue. "Tau dari mana?"

"Kepo, jawab dulu. Lo apain dia? Kasian tau anak orang dimainin, gak baik, udah sering diceramahin Papah juga. Awas karmanya kena ke gue atau anak lu nanti,"

"Ya.. itu-" Abang menatap ke arah bawah dengan wajah datar. "Waktu itu gue manfaatin dia biar bisa nyontek sama nyalin tugas aja. Beneran bukan dare, itu cuma kaum lambe turah yang bikin gosip."

Kedua alis gue bertaut, kesaksian mereka berdua berbeda. Eh? Jadi itu alasan Mamah pernah cerita kalau sering nemu buku tulis Jiya dikamar Abang?

"Udah minta maaf waktu itu, tapi gue gak tau kalau dia dengar dan percaya sama masalah dare." Abang mendesah pelan, "Dia masih marah gak ya sebenernya?" Tanya sendiri kemudian merebut es gue untuk segera disedot banyak-banyak sampai tinggal es batu, emang kampret saudara tua satu ini.

Tapi gue lebih memikirkan masalah Jiya daripada es gue sekarang. Dia emang salah, tapi Jiya juga kemakan gosip, jadi tanpa sadar.. Abang tetep belum dimaafin. "Mendingan.. kalian coba ngelurusin ini deh, lagian siapa sih yang nyebarin berita gitu?"

"Nggak tau tuh, biasa sih orang sok tau, biangnya gosip, bikin alur ngarang sendiri. Emang sih gue salah, tapi jangan deh jadi ngarang cerita gitu. Gak baik."

"Kak Ulgie tau masalah ini gak? Terus.. dia sama Jiya akur gak?"

"Hih?" Abang menaikkan alisnya, "Napa kepo banget lu, tong?"

"Pengen tau aja sih, kayak apa aja."


"Hm, mereka gak banyak interaksi sih. Tapi sejauh ini gak pernah ada masalah," terangnya mengingat kembali.

upnormal teen // kth (revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang