[Trente-Sept] : Sisi lain Gavin

1.4K 61 7
                                    

"Makasih Gav."

Gavin tidak membalas ucapan Anya. Lalu kembali duduk di tempat yang sempat ia duduki tadi.

Anya menghampiri Gavin, lalu duduk di samping Gavin. Kini jarak Anya dengan Gavin sangat berdekatan. Keduanya duduk saling berhimpitan karena ukuran kursi taman yang tidak begitu besar. Hanya muat untuk dua orang saja.

"Malam ini dingin ya Gav?" Anya mencoba memecahkan keheningan di antara dirinya dengan Gavin.

"Hmm," Gavin hanya berdehem.

"Dingin, sama kayak sikap lo,"

Gavin menaikkan sebelah alisnya. Apa yang salah dengan tingkah Gavin? Menurut Gavin ini sudah menjadi sifat yang selalu ia bawa kemana-mana.

"Kenapa?"

"Udah gue duga, lo tuh serba irit ngomong,"

"Iya," Lagi-lagi Gavin hanya merespon seperlunya saja.

Anya mendengus kesal, sikap Gavin kali ini benar-benar membuat emosi Anya kembali memuncak. Sudah lama rasanya Anya tidak meluapkan emosinya.

"Gav? Lo manusia bukan sih? Ngomong kok irit banget gini? Nyokap lo ngidam apa sih? Kok bisa ya lahirin anak kayak lo," Tanya Anya mengintrogasi Gavin.

Gavin menaikkan sebelah alisnya. Merasa aneh dengan pertanyaan Anya yang bertubi-tubi.

"Ya Tuhan, manusia apa sih lo? Apa-apa serba irit, ngomong itu gratis kok Gav, nggak bayar," Anya pasrah kali ini.

Anya yakin betul kali ini Gavin akan meresponnya dengan jawaban singkat seperti sebelumnya. Menurut teman-temannya, Gavin mengucapkan lima kata saja sudah menjadi hal yang menakjubkan.

"Gue nggak bisa,"

"Apa susahnya sih?" Tanya Anya kepada Gavin.

Gavin terdiam.

Lagi-lagi tingkah Gavin mampu membuat Anya semakin kesal. Bagaimana tidak? Ditanya bukannya menjawab justru hanya diam tanpa memberi jawaban apapun kepada Anya.

Anya menghentak-hentakan kakinya. Sambil memanyunkan bibirnya beberapa centi kedepan. Membuat Gavin tertawa kecil tanpa Anya sadari.

"Lo kenal cewek tadi?" Untuk pertama kalinya Gavin membuka suaranya.

Anya terbelalak kaget, lalu menghadap ke arah Gavin dengan penuh antusias. Sejujurnya ini yang sedang ditunggu-tunggu Anya sedari tadi. Dan tanpa Anya paksa lagi, Gavin mampu membuka percakapannya dengan Anya.

"Siapa?"

"Cewek yang datang sama Kak Azka,"

Anya mengingat siapa gadis yang datang bersama Azka. Ah! Anya ingat, gadis itu rupanya. Gadis yang menanyakan kabar Anya, tapi Anya sama sekali merasa tidak kenal dengan gadis yang datang bersama Azka. Bagi Anya, gadis itu sangat familiar. Gadis itu juga bilang kalau ia kenal dengan Anya. Entahlah, Anya tidak bisa mengingat apapun.

"Gue nggak kenal tapi, tadi dia bilang kenal gue, padahal gue belum pernah ketemu sama dia sebelumnya," Jelas Anya kepada Gavin.

"Namanya Zie, sahabat Arka di Paris, waktu itu Zie sempat tinggal di Jakarta. Karena waktu itu Zie sering main kerumah Arka, dan gue sama anak-anak yang lain sering main ke rumah Arka juga. Satu-persatu kita kenal Zie, sampai pada akhirnya Elvan suka sama Zie dan akhirnya mereka berdua pacaran. Nggak lama hubungan Elvan putus gitu aja sama Zie," Untuk pertama kalinya Gavin mengucapkan kalimat panjang yang entah mengapa Gavin bisa melakukan itu. Padahal sebelumnya Gavin tidak pernah bisa mengucapkan lebih dari lima kata.

AmitiéTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang