[Quarante-Cinq] : Balikan

1.1K 67 18
                                    

Anya keluar dari rumah Arka meninggalkan teman-temannya yang saling terdiam di ruang tengah rumah Arka. Baru saja Anya ingin pergi. Langkah Anya terhenti saat melihat sosok cowok lengkap dengan pakaian dinasnya memasuki area perkarangan rumahnya. Siapa lagi kalau bukan Azka.

"Anya?" Sapa Azka kepada Anya.

Semenjak ingatan Anya kembali, ingatan tentang kejadian di Paris sangat begitu melekat di kepala Anya. Apalagi kejadian saat Azka hanya menjadikan Anya sebagai bahan percobaannya saja. Dan saat ini Anya harus berhadapan lagi dengan Azka, sosok cowok yang sudah mengecewakannya beberapa waktu yang lalu.

Anya hanya menghiraukan Azka lalu pergi dari area perkarangan rumah Arka. Langkah Anya terhenti ketika sebuah tangan kekar menahannya untuk tidak pergi.

"Nya? Boleh kita ngobrol sebentar? Ada yang perlu gue omongin ke lo." Ucap Azka dengan lirih berharap Anya menerima ajakannya.

Anya hanya terdiam dan tidak merespon ucapan Azka sedikit pun.

"Gue mohon, gue nggak mau denger kata penolakan, ada yang pengen gue omongin sama lo." Azka sedikit memelas.

"Hmm, tapi Anya nggak punya waktu lama." Akhirnya Anya mengiyakan ajakan Azka.

Sebenarnya Anya hanya tidak tega dengan Azka. Bagaimana pun Azka ini masih satu darah dengan Arka. Dan Arka sahabat terbaik Anya sampai kapan pun, walau raganya sudah tidak ada lagi.

Anya dan Azka duduk di salah satu bangku yang tersedia di taman komplek dekat rumahnya. Tidak ada obrolan apapun, keduanya saling hening dan menikmati angin malam yang semilir.

"Nya? Gue minta maaf atas kesalahan gue kemarin, gue menyesal." Ucap Azka sedikit memohon.

"Lupain aja Kak."

"Lo masih marah ya?" Tanya Azka sedikit khawatir dengan respon Anya yang biasa saja.

"Kak Azka ketemu Anya cuma buat minta maaf aja? Anya udah maafin Kak Azka, kalo nggak ada lagi yang mau Kak Azka omongin, Anya pergi."

Anya beranjak dari tempat duduk lalu hendak pergi meninggalkan Azka. Namun untuk kedua kalinya langkah Anya terhenti saat tangan kekar Azka menahan Anya untuk tidak pergi lagi.

"Ini Nya punya lo." Azka menyodorkan sebuah kotak kecil terbuat dari kayu.

Anya menoleh ke belakang, lalu melihat jelas kotak kayu itu. Ya, kotak kayu pemberian dari Arka sewaktu di Paris. Anya meneteskan bulir air matanya. Entah mengapa belakangan ini Anya semakin mudah meneteskan air matanya.

Hati Anya begitu terenyuh, saat melihat kotak itu benar-benar masih utuh dan membuat Anya memutar kembali kejadian di Paris. Arka memberikan kotak kayu itu kepada Anya. Tapi, Arka menyuruh Anya untuk membuka kotak itu saat Anya kembali lagi ke Paris tepat di atas puncak Arc de Triomphe.

Anya perlahan mengambil kotak itu. Entah mengapa saat Anya menyentuh kotak itu. Anya kembali teringat akan sosok Arka yang sangat melekat di pikiran Anya.

"Gue rasa ini punya lo, saat tim lagi cari jasad Arka di TKP, tim nemuin kotak itu dan di sisi samping kotak itu ada ukiran nama lo, jadi gue fikir ini punya lo Nya, siapa tau 'kan di dalamnya ada barang yang sangat berharga." Ucap Azka menjelaskan secara detail kejadian mengapa ia bisa menemui kotak kayu pemberian dari Arka.

Benar, Azka memang benar. Barang yang ada di dalamnya sangat berharga untuk Anya. Walaupun di dalamnya hanya sebuah surat. Tapi surat itu sangat berarti dan berharga untuk Anya. Bahkan Anya belum sempat untuk membacanya. Anya akan berniat membacanya saat Anya kembali lagi ke Paris. Sesuai permintaan Arka kepada Anya.

Anya masih terdiam menatapi kotak itu. Anya semakin menjatuhkan air matanya. Bayangan-bayangan Arka terus memenuhi isi kepala Anya.

"Are you okay girl?" Tanya Azka dengan hati-hati.

AmitiéTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang