[Cinquante-et un] : Kekecewaan

693 37 1
                                    

Gavin menghentikan langkahnya saat melihat pemandangan yang tiba-tiba saja membuat hati Gavin sedikit terenyuh. Gavin meremas kedua telapak tangannya dengan kuat.

Gavin mengurungkan niat awalnya lalu pergi meninggalkan area taman belakang.

Elvan berpapasan langsung dengan Gavin yang berbalik arah. Di koridor menuju area taman belakang sekolah nya.

"Eh! Gav! Gimana Anya ketemu?" Tanya Elvan.

Gavin tidak menjawab pertanyaan Elvan, lalu melanjutkan langkahnya yang penuh amarah.

Elvan jadi bingung sendiri, apa sebenarnya yang terjadi dengan Gavin? Elvan mempercepat langkahnya agar cepat menuju ke arah taman belakang.

Tidak perlu menunggu lama, Elvan sudah sampai di taman belakang sekolahnya. Taman ini cukup tidak terawat dan sepi. Maka dari itu banyak orang yang berada di SMA Pancasila jarang menginjakan kakinya di sana.

Elvan memperjelaskan pandangannya saat melihat Anya sedang menangis sambil memeluk Devano mantan pacarnya. Elvan sadar sekarang, mengapa Gavin tadi pergi begitu saja.

Elvan mengepalkan kedua tangannya dengan tatapan yang penuh amarah. "Brengsek lo Dev!"

Elvan menghampiri Anya dan Devano yang sedang berpelukan lalu menarik kerah baju Devano dengan kasar. Elvan meluncurkan pukulannya ke arah wajah Devano.

Devano tersungkur jatuh begitu saja. Pukulan Elvan sangat kuat membuat Devano meringis kesakitan. Sedangkan Anya yang melihat kejadian itu benar-benar terkejut melihat kemarahan Elvan yang begitu membara.

"Van! Elvan! Cukup!" Anya melerai pukulan Elvan.

Elvan masih saja mencoba memukul Devano, namun pukulannya mampu Anya hentikan. Anya membantu Devano bangun untuk duduk di bangku taman.

"Brengsek! Bisa-bisanya lo curi kesempatan gini buat meluk Anya?! Inget dulu lo mutusin Anya gitu aja Dev! Demi cewek murahan kayak Angela!" Elvan meluapkan seluruh emosinya.

"Gue cuma mau bantu Anya!" Seru Devano tidak mau kalah.

"Elvan cukup! Dev nggak salah, gue yang minta peluk dia." Elvan terdiam sesaat.

Anya mengedarkan pandangannya ke arah sekitar taman. Anya merasa saat ini ada yang memperhatikannya dari jauh. Sebenarnya dari kemarin Anya sudah merasa bahwa ia sedang diperhatikan oleh seseorang. Tapi Anya pun tidak tahu siapa orang itu.

"So-sorry Nya, gue cuma kebawa emosi aja gara-gara denger lo di tampar sama Kenzie." Elvan mencoba meminta maaf kepada Anya.

Anya membuang napasnya secara kasar. "Gue nggak apa-apa kok Van, santai aja." Anya menepuk-nepuk pundak Elvan.

"Dev, sorry juga ya." Kata Elvan penuh penyesalan kepada Devano.

"Nggak apa-apa bro, gue tau lo tadi lagi emosi." Elvan bisa bernapas lega untung saja Anya dan Devano ingin memaafkannya.

Anya menghampiri pohon besar yang ada di taman. Anya merasa ada yang janggal dari pohon itu. Anya merasakan ada seseorang di balik pohon itu. Anya perlahan berjalan menghampiri pohon itu. Tapi sial, Anya menginjak ranting pohon. Dan membuat suara khas ranting yang terinjak.

Benar saja muncul seorang cowok berpakaian serba hitam dan menggunakan topi hitam. Lari meninggalkan area taman belakang sekolah. Sontak Anya ingin mengejarnya, namun langkahnya terhenti tertahan oleh Elvan dan Devano.

"Nya! Lo mau lari kemana?!" Seru Elvan.

"Van! Tadi gue liat seseorang pake baju serba hitam sama pake topi hitam, ngumpet di balik pohon ini kayaknya dari tadi dia perhatiin kita deh." Ucap Anya penuh dengan antusias.

AmitiéTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang