Shadow-3

784 78 0
                                    

Hari Minggu pagi menjadi hari yang cukup sibuk di rumah keluarga Widiastuti. Mitha sengaja bangun pagi untuk menyiapkan sarapan dan bekal mereka mendaki. Memiliki anak usia 16 tahun, memaksa Mitha untuk berpikir seperti anak muda agar bisa mengerti putrinya yang suka membuat masalah. Dia juga harus belajar jenis makanan yang paling disukai anak muda seperti sandwich atau makanan praktis dan sehat lainnya. Namun sayangnya, Lerina bukan jenis gadis yang peduli dengan makanan yang dia makan.

Rencananya, mereka hanya akan melakukan pendakian di hutan yang tidak terlalu dalam. Menghabiskan makan siang bersama di dalam hutan. Sementara Lerina menolak untuk diajak berkemah.

Satu box telur gulung dan sandwich sudah disiapkan Mitha untuk bekal mereka. Tidak lupa botol air minum berukuran besar juga dipersiapkannya. Bahkan Mitha sendiri yang memasukkan semua makanan itu ke dalam tasnya dan putrinya. Baju hangat, sepatu, tas ransel dan keperluan lainnya disiapkan sendiri oleh Mitha.

Lerina bangun, satu jam lebih telat dari yang diminta sang ibu. Mitha tidak bisa marah padanya, tujuan perjalanan mereka hari itu untuk bersenang-senang meski dia sendiri tidak yakin jika putrinya akan senang. Dia tidak bisa memulai hari dengan membuat suasana hati putrinya menjadi buruk.

Pukul 7, mereka baru bisa memulai perjalanan mereka. Keduany berpakaian lengkap seperti pendaki pada umumnya. Meski Lerina tidak yakin dengan pendakin mereka hari itu. Berbekal informasi dari Bill, seorang penjaga hutan di Espion, Mitha memulai pendakian mereka dengan penuh rasa yakin. Namun itu terjadi pada awalnya. Mereka berjalan pada jalur setapak yang dikatakan oleh Bill. Tapi mendekati masuk hutan, jalan setapak itu mulai pudar.

Tidak banyak orang yang melewatinya hingga jalur itu tidak lagi tampak. Hampir satu jam mereka berjalan, tanpa memiliki tujuan yang jelas. Mitha hanya berpikir agar mereka segera kembali ke jalur yang tepat. Namun tampaknya dia sedikit kesulitan. Akan sangat berbahaya jika mereka tersesat.

Mitha memimpin jalan, sedang Lerina berjalan di belakangnya. Gadis itu mulai sadar jika perjalanan mereka telah berubah membosankan sekaligus melelahkan. Sudah hampir 2 jam mereka berjalan.

"Bisakah kita istirahat sebentar?" Pinta Lerina terduduk di atas batang pohon yang tumbang.

"Tentu saja sayang." Mitha ikut duduk di samping putrinya. "Bukankah disini cukup dingin?" Ujarnya.

"Sepertinya kita tersesat terlalu dalam ke hutan," pikir Lerina. "Ku pikir kau tahu jalur pendakiannya yang benar." Keluh Lerina sambil meneguk air minumnya.

"Ibu juga baru disini, kau ingat?" Balas sang ibu ikut meneguk air minum yang mereka bawa.

"Seharusnya kita mendaki." Lerina kembali bersikap mengesalkan. Ketika dia dan ibunya mulai tersesat dan kelelahan, tampaknya Lerina tidak bersikap lebih baik sedikit.

"Kita harus kembali berjalan atau kita akan benar-benar tersesat," ujar Mitha sambil beranjak ingin melanjutkan perjalanan.

"Kita memang sudah tersesat." Lerina mendahului jalan ibunya. Sekarang dia ingin memimpin perjalanan agar mereka tidak lagi tersesat.

Gadis itu menatap pepohonan lebat di depannya. Keadaan di dalam hutan lebih gelap dari yang dia pikirkan. Hanya ada suara burung dan angin yang menerpa ujung-ujung pohon. Lembap dan dingin menyelimuti hutan dan mereka.

Sudah hampir tengah siang, tapi mereka belum juga menemukan jalan setapak yang dikatakan oleh Bill. Jika Mitha dan Lerina tetap pada jalannya maka mereka bisa tersesat. Gunung di Espion memang sudah tidak aktif, namun tetap saja udara terasa dingin.

Jika sejak awal, Mitha mengatakan pada Lerina jika dia tidak tahu jalur pendakian yang seharusnya, Lerina pasti sudah menolak rencana mereka. Mitha memutuskan untuk tidak memberitahu Lerina karena tidak mau anaknya akan marah. Dari arah kanan mereka, terdengar suara ranting yang diinjak. Perhatian Mitha dan Lerina seketika tertuju pada arah datangnya suara.

Keluar setidaknya 7 anak laki-laki tanpa mengenakan kaos dan alas kaki. Empat diantaranya adalah orang yang menganggu Lerina di sekolah termasuk Toby. Mereka hampir serupa, berbadan besar dan berkulit gelap.

"Apa kalian tersesat?" Tanya laki-laki bernama Andy.

"Oh kau putra keluarga Warsa?" Balas Mitha.

"Iya."

"Iya kami tersesat," jawab Lerina dengan segera. Gadis itu ingin segera keluar dari hutan yang dingin.

"Kami bisa menuntunmu kembali ke jalan utama," tawar Andy.

"Baiklah," ucap Lerina dengan sengitnya. Dia terlalu lelah untuk bersikap ramah tamah pada orang lain. Meski sebenarnya dia memang tidak pernah bersikap ramah.

Mitha dan Lerina segera mengikuti Andy. Dibandingkan 6 lainnya, Andy terlihat jauh lebih dewasa. Terlihat Toby menyeringai pada Lerina namun disambut dengan tatapan dingin.

Andy memimpin jalan, sementra 6 lainnya berjalan di samping dan belakang Mitha dan Lerina.

"Apa mereka tidak punya baju?" Bisik Lerina pada ibunya.

"Hush," balas Mitha.

Sementara Andy bersama 6 kawan lainnya terlanjur mendengar ucapan Lerina. Tapi mereka memilih untuk tidak menghiraukan apa yang ditanyakan Lerina. Cukup aneh memang, di udara sedingin ini, mereka berkeliaran di hutan tanpa mengenakan baju hangat. Hanya mengenakan celana pendek.

Berjalan di hutan, tampaknya menjadi hal biasa untuk mereka, buktinya jalanan setapak yang dilalui Mitha dan Lerina sebelumnya dapat dengan mudah mereka temui.

"Kalian bisa kembali dengan mengikuti jalur ini," terang Andy.

"Terima kasih." Mitha terlihat begitu bahagia. Sementara Lerina tanpa basa-basi segera meninggalkan mereka. Berjalan menuju ke jalan raya untuk segera tiba di rumah. Mitha mengikuti putrinya sambil berlari kecil.

ShadowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang