Shadow-12

344 37 0
                                    

Untuk Lerina Rays
Aku mencintaimu, aku berharap kau memang untukku

Dari
Evans Pranata

Sepucuk surat telah diterima Leri. Apa yang dia dapat sebenarnya terlalu singkat untuk disebut sebagai surat. Lebih tepatnya sebuah pernyataan dari Evans mengenai isi hatinya. Leri menyunggingkan senyumnya. Memasukkan surat itu dalam tas. Dia ingat baru beberapa hari yang lalu, dia menyadari jika ada perasaan yang spesial antara dirinya dan Evans. Perasaan yang menyenangkan sekaligus membingungkan.

Evans telah menjadi sosok pria yang dirindukan Leri dalam hidupnya. Sosok pria yang ingin dijadikan sebagai sandaran. Sosok pria yang juga sering menjemput Leri sepulang sekolah. Surat itu diselipkan Evans ke dalam tasnya ketika menjemput Leri dari sekolah kemarin. Dan mungkin saja, saat ini, Evans sudah ada di halaman sekolah untuk menjemputnya. Pangeran bermobil pick up.

Leri menjadi satu anak dari sekian banyak anak di sekolah yang berjalan ke arah luar gerbang. Dalam berjalan, dia cukup santai. Berjarak sekitar 7 meter darinya, Evans berdiri dengan begitu gagah. Sedang dari belakang, Toby berlari melewati gadis itu.

"Hai nyonya Pranata," sapa Toby tertuju pada Leri. Dia terdiam, mendengar sapaan yang terdengar cukup aneh. Meski dia tidak percaya Toby menyapanya dengan sapaan seperti itu.

Dari jarark yang tidak terlalu jauh, Evans dapat mendengarnya. Menarik kerah baju bagian belakang ketika Toby berlari melewatinya. Membuat langkah kaki Toby harus terhenti. Berjinjit, untuk menyamai tinggi Evans.

"Iya, iya aku minta maaf."

Evans baru melepas Toby saat Leri bisa mendengar permintaan maafnya. Membiarkan pria itu kembalo berlari. Kali ini lebih cepat dari sebelumnya. Sesekali menoleh pada Leri dan Evans sambil menyeringai.

Leri tersenyum, Toby memang selalu berhasil dalam menggodanya. Terutama jika sudah mengenai Evans. Pipinya merona, merasakan panas karena malu dan sedikit kaget. Dia baru sadar, jika jatuh cinta membuat orang menjadi aneh. Termasuk dia, jika sebelumnya Leri akan marah jika Toby mengganggunya, siang itu Toby malah membuat pipi Leri merah. Berharap Evans tidak akan memyadarinya.

"Ayo." Evans membawa Leri menuju mobil yang terparkir tidak jauh dari mereka. Tentu saja Evans menyadari perubahan warna wajah Leri. Merasa senang dan perasaan lain yang saling bercampur aduk, seperti adonan kue kukus buatan Geya.

"Apa kita akan ke pondokan Geya?"

"Kau ingin kesana?" Evans membukakan pintu mobil untuk Leri. Membuat hati sang gadis semakin senang.

"Jika kau mengizinkan."

Leri tersenyum, menggoda Evans sebelum masuk ke mobil. Evans ikut tersenyum, melihat tingkah menggemaskan dari Leri. Dia yakin tidak akan pernah melihat tingkah itu lain kali. Hatinya terasa menghangat. Jatuh cinta juga membuat hatinya berdegub dengan cukup kencang.

Evans berjalan memutar, membuka pintu bagian kemudi. Menjadi sopir tidak begitu buruk menurutnya, asal yang duduk di kursi penumpang adalah Leri. Laju kendaraan mulai memecah jalanan. Cukup ramai siang itu, bersamaan dengan para anak sekolah pulang. Tujuan mereka jelas, pondokan Geya. Leri berani bertaruh jika Toby juga akan berada disana seperti biasanya. Kembali menggoda Leri dengan tubuhnya yang berotot. Leri sempat bingung bagaimana Toby bisa membentuk ototnya? Untuk seumuran anak kelas 1 SMA, tubuh Toby sudah terbilang terbentuk dengan sempurna.

Mungkin perjalanan mereka masuk ke dalam hutan membuat tubuh mereka menarik, tidak terkecuali Evans. Otot tubuhnya juga terbentuk dengan sempurna, hanya saja ketika bersama Leri, Evans tidak memperlihatkannya seperti anak lainnya. Jalanan menuju pondokan Geya melewati rumah Leri dan Evans, tapi sepertinya mereka tidak berencana untuk pulang ke rumah terlebih dahulu. Mobil tetap melaju, pelan saja agar Leri dapat menikmati pemandangan di sepanjang jalan.

Sepanjang perjalanan, Evans sama sekali tidak bicara mengenai sepucuk surat yang dia selipkan di tas Leri. Gadis itu juga tidak mengatakannya. Membuat Evans sedikit penasaran sebenarnya, apakah Leri sudah menerima surat itu atau belum. Tapi dia sama sekali tidak ingin bertanya pada Leri, surat pertama yang dia buat membuatnya merasa canggung.

Andy sedang berbincang mesra dengan Geya ketika mereka tiba. Membuat Leri dan Evans salah tingkah sendiri. Meski mereka tidak tahu kenapa harus bereaksi demikian. Evans berdehem, sebagai peringatan jika mereka berdua ada disana. Menyadari jika dia sedang tidak sendiri, Geya segera melepas pelukan Andy. Namun tampaknya Leri sudah terlanjur melongo menyaksikan kemesraan Geya dan Andy.

"Kalian ada disini," ucap Andy pada dirinya sendiri.

"Kau ingin membantuku membuat kue lagi?" Tanya Geya pada Leri.

Leri mengangguk, terbebas dari reaksi berlebihan yang dia berikan setelah menyaksikan Geya dan Andy bermesraan. Dia tidak pernah menduga jika orang segarang Andy dapat bertingkah seperti anak kucing di hadapan kekasihnya. Kini Leri semakin percaya jika cinta dapat mengubah seseorang.

Geya sudah berada di balik meja dapur, menyiapkan berbagai keperluan untuk membuat kue sambil menunggu Leri meletakkan tasnya. Membuat kue seperti sudah menjadi agenda rutin bagi Leri jika berkunjung ke pondokan Geya. Dia sempat berpikir untuk membuka toko kue bersama Geya jika nanti sudah lulus. Mungkin akan menyenangkan dan menguntungkan, mengingat Andy dan yang lain sangat menyukai kue-kue itu. Jika kue yang dimakan para anak laki-laki dibayar, mungkin mereka akan cepat kaya.

"Hai," Toby datang mendekat pada Leri sambil menyeringai. Dia selalu suka menggoda Leri karena Leri selalu memberinya tatapan datar. Sementara Evans yang menyaksikannya lagi-lagi akan menarik lengan Toby sebagai ganti karena dia tidak mengenakan kaos.

"Apa Nats tidak pernah kesini?" Tanya Leri menyadari jika dia tidak pernah lagi bertemu dengan Nats selama berkunjung ke pondokan Geya. Terakhir kali dia bertemu Nats adalah ketika pesta ulang tahun adik Toby.

"Dia tidak pernah kemari."

"Kenapa?"

"Andy melarangnya untuk datang, karena Andy tidak terlalu menyukainya, menurut Andy, Nats terlalu banyak bicara."

Leri tersenyum, dari yang dia ingat, Nats memang suka bicara. Sepertinya itu daya tarik tersendiri yang dimiliki oleh Nats. Meski awalnya Leri mengira Nats cukup polos dan tidak suka banyak bicara. Tidak bertemu Nats di pondokan Geya sepertinya bukan masalah besar bagi Leri. Dia bisa bertemu dengan Nats cukup mudah. Kebetulan Nats bekerja di tempat makan tidak jauh dari toko milik ibunya. Membuat Nats cukup sering berkunjung ke toko Mitha untuk berbincang bersama Leri. Membicarakan banyak hal. Dari mulai bagaimana para pengunjung tempat makan menggodanya hingga mengenai Caleb, satu dari rekan Evans yang sangat suka menggodanya. Menanyakan hal yang cukup pribadi, bukan lagi sekadar apakah Nats mau jadi pacarnya tapi lebih pada apakah Nats mau menjadi istrinya. Menurut Nats, Caleb harusnya beruntung, dia tidak memukul pria itu dengan soto panas pesanannya. Meski harus diakui jika Nats memang menyukai Caleb. Tapi sepertinya Caleb tidak pernah serius dengan ucapannya. Buktinya, Caleb tidak pernah menemui Nats di rumahnya. Dia hanya bermain-main dengan Nats, bahkan tidak pernah bicara secara serius. Mengajaknya berkencan pun tidak pernah. Sepertinya Caleb bahkan tidak berniat menjadikan Nats sebagai kekasihnya.

Caleb memang cukup menarik. Dibanding dengan anak laki-laki lainnya, dia terbilang cukup bergaya. Berambut sebahu sendiri, ketika yang lain berambut cepak. Diktan malahan hanya memiliki sedikit rambut di kepalanya. Pernah suatu ketika Leri mendengar Andy menyuruh Caleb memotong rambutnya, namun hanya dibalas oleh senyuman oleh Caleb.

Adonan yang dibuat Geya sudah hampir selesai. Leri membantunya membentuk kue, sedang Evans bersama keenam lainnya sudah pergi entah kemana. Bersamaan dengan kepergian mereka, Leri lagi-lag memdengar suara raungan. Serigala ada di hutan bahkan ketika siang hari, pikir Leri.

ShadowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang