Hary menyaksikan gelap malam di teras rumahnya. Bulan berbentuk sabit di atas sana. Sekeliling rumah terlihat gelap. Belum lagi udara dingin yang menyelimuti. Hary sudah terbiasa dengan itu semua. Menurutnya, keadaan yang gelap dapat membuatnya lebih waspada. Lebih mampu mengamati keadaan sekitar dengan instingnya. Sementara udara yang dingin sudah menjadi kehidupannya. Baik dulu maupun sekarang.
Sorot lampu mobil kontras dengan keadaan gelap. Menyilaukan mata Hary untuk sesaat. Tapi dia tahu siapa yang datang. Evans turun dari mobil pick up yang dia parkirkan di halaman rumah.
"Sepertinya kau cukup dekat dengan putri keluarga Widiastuti akhir-akhir ini," ucap Hary ketika Evans mendekat.
"Apa aku tidak boleh dekat dengannya?"
"Aku hanya ingin kau ingat siapa kau sebenarnya, mahluk seperti kita hanya bisa mencintai satu orang dalam hidup kita," Hary mengingatkan.
"Sementara dia tidak, dia bisa jatuh cinta berkali-kali." Hary masuk ke dalam rumah.
Evans mengikuti dari belakang. Menyalakan lampu rumah satu per satu.
Sudah terlambat, tampaknya Evans sudah terlanjur jatuh cinta pada Lerina. Gadis yang baru dia lihat dua minggu belakangan.
Jauh sebelum Evans memperkenalkan dirinya secara resmi, laki-laki itu sudah memperhatikan Lerina sejak hari pertama kepindahannya. Meski dia memperhatikan gadis itu dalam wujud serigala. Serigala yang didengar Lerina setiap malamnya.
Evans berbaring di atas tempat tidur, memikirkan apa yang dikatakan sang ayah. Matanya tertuju pada bohlam lampu temaram, satu-satunya sumber cahaya di kamarnya.
Dia harus menjauhi Lerina, sebelum perasaan cintanya semakin mengikat dia pada sosok gadis itu. Bertanya apakah dia bisa melakukannya. Tampaknya niat berteman dengan seorang gadis pendatang baru dapat menjadi masalah tersendiri bagi Evans. Percintaan mereka bukanlah suatu hal yang dilarang, masalahnya Lerina tidak tahu siapa Evans sebenarnya. Jika gadis itu tahu, mungkin saja dia akan segera lari ketakutan dari hadapan Evans.
Di rumahnya, Lerina mematung di depan jendela kamar, menatap bangunan merah di seberang jalan. Untuk pertama kalinya, dia merasakan betapa menyenangkannya memiliki teman.
Suara pintu dibuka membuyarkan pandangan Lerina. Mitha datang dengan membawa tumpukan baju.
"Kau tadi pergi bersama Evans?" Tanya Mitha.
"Iya," Lerina mendekat pada Mitha, "Bukankah seharusnya kita juga berkunjung ke rumah keluarga Pranata?"
"Untuk apa?"
"Mereka sudah bersikap baik pada kita."
Mata Mitha membelalak, "Sejak kapan kamu memperdulikan sopan santun?"
Lerina membuang pandangannya. Dia kembali menatap ke arah luar. "Mereka satu-satunya tetangga kita."
"Kau benar." Mitha setuju dengan apa yang dikatakan Leri. Tapi tetap saja, dia tidak mengira jika anaknya akan memikirkan hal seperti itu.
Jauh di pikirannya, Leri sedang menyiapkan sebuah hal. Seperti melakukan kunjungan di Selasa sore. Gadis itu berkunjung tanpa ditemani sang ibu. Suatu hal yang jarang dilakukan, bisa dikatakan kunjungan tersebut adalah kunjungan pertama Leri.
Leri tetap berkunjung dengan atau tidak bersama ibunya. Membawa sebuah kue yang baru saja dibeli sepulang sekolah. Gadis itu belajar membawa kue sebagai bagian dari kunjungan atau ucapan selamat datang dari keluarga Pranata sendiri.
Leri sudah berada di depan pintu rumah keluarga Pranata. Tidak ada alasan baginya untuk kembali meski tangannya sedikit bergetar. Jantungnya pun berdegub tidak seperti biasanya. Dia gugup. Dia tidak melakukan hal yang salah, hanya melakukan hal yang belum pernah dia lakukan sebelumnya, itu saja. Nafas panjang dihirup sebelum mengetuk pintu di depannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Shadow
مستذئبSekumpulan mahluk mistis yang dianggap tidak ada ternyata memantau kehidupan manusia dari jauh. Sebagian dari mereka menjadi pelindung manusia, sebagian lainnya memburu manusia layaknya mangsa. Seorang gadis bernama Lerina menjadi saksi perburuan s...