Shadow-26

217 25 2
                                    

Matahari memancarkan sinarnya. Menerpa apapun yang ada di bumi. Meski cahaya terang benderang namun udara tetap terasa sejuk. Sinarnya cukup menyialukan. Qian menggunakan tangannya untuk menutupi mata dari pantulan sinar matahari. Menghembuskan nafas sambil merasakan udara di sekitarnya. Sudah pukul 2 siang, kebanyakan siswa berlarian ke gerbang dan tempat parkir karena sudah waktunya pulang sekolah. Qian kembali menghembuskan nafas sebelum melangkah keluar dari halaman sekolah.

"Kau akan pulang?" Seseorang bicara dari belakang, membuat Qian harus menoleh. Orang itu adalag Sandra. Qian menyipitkan matanya.

"Tidak, aku akan ke toko ibuku terlebih dahulu."

"Pasti menyenangkan bisa memiliki kegiatan selain bersekolah." Mata Sandra bersinar dengan senyum menghias di bibirnya.

"Kau mau ikut?" Tawar Qian.

"Apakah boleh?"

"Tentu saja."

"Baiklah."

Sandra berjalan berdampingan dengan Qian. Mengikuti kemana pria itu berjalan. Di sebelahnya, Qian tidam bisa berhenti gadis cantik itu. Bagaimana cara dia merapikan rambutnya yang panjang dari terpaan angin hingga bagaimana cara dia tersenyum. Sungguh terlohat indah. Qian adalah seorang laki-laki normal yang bisa jatuh hati pada si gadis cantik.

Jalanan berubah menjadi lebih padat, tapi untuk ukuran jalanan di kota kecil, Rooen. Beberapa sepeda bahkan dengan nyaman melaju di jalanan kota. Trotoar juga cukup lengang, hanya ada satu dua anak pulang sekolah. Di sepanjang jalan, jumlah toko yang ada bisa dihitung menggunakan jari. Pohon-pohon yang ditanam sepanjang jalan sebagai penghasil udara bersih tertiup angin. Mengeluarkan bunyi yang entah mengapa berirama dengan bunyi kendaraan dan bunyi-bunyian lainnya. Kota itu memang tampak sepi, tapi lebih hidup dari yang orang pikirkan.

Hingga akhirnya sebuah toko dengan kaca besar terlihat oleh mereka. Toko yang menjual berbagai macam keperluan sehari-hari. Qian mempercepat langkahnya, menghampiri seorang wanita paruh baya yang dianggapnya paling cantik di dunia.

"Ma," sapa Qian, membuat wanita itu tersenyum.

"Kau sudah pulang."

"Siang tante." Sandra muncul dari balik tubuh Qian. Menyalami Mitha sambil tersenyum manis padanya.

"Siang, siapa ya?"

"Ini Sandra, teman Qian ma."

"Oh, selamat datang." Mitha terlihat senang Qian membawa seorang teman. Sandra juga terlihat cukup ramah menurut Mitha.

"Ma, Sandra mau ikut bantu-bantu disini."

"Oh benarkah?"

"Iya tante, aku ingin mengisi waktu dengan membantu kalian."
"Kau baik sekali."

Aroma pembersih lantai menyeruak, menimbulkan bau lemon dan daun mint. Tanpa risih, Qian mengepel lantai toko. Tidak banyak anak yang bersedia melakukan pekerjaan itu. Di rak makanan ringan, Sandra memandanginya. Giliran gadis itu yang merasa kagum. Gerakan memerasa dan menggerakkan pel membuat otot tangan Qian terukur begitu senpurna. Sempat memunculkan sensasi aneh dari diri Sandra. Jantungnya berdegup kencang seperti tengah berlari padahal dia hanya berdiam diri. Untuk mengurangi tekanan akibat jantungnya yang berlari dengan cepat, Sandra segera mengalihkan perhatiannya. Menyusun tumpukan makanan ringan sesuai mereknya. Gadis itu memang telah sedikit gila.

Seusai mengepel lantai toko, Qian segera menyusul Sandra membantu pekerjaannya. Dia tidak ingin membuat Sandra bekerja terlalu keras. Sandra hanya datang untuk membantu bukan untuk dibayar. Barang demi barang tersusun cukup rapi. Diurutkan berdasarkan tanggal pemasaran.

"Aku senang kau mau membantu disini." Qian membuka pembicaraan.

"Ini cukup menyenangkan untukku. Kau beruntung memiliki pekerjaan seperti ini."

"Percayalah, kau akan bosan jika melakukannya setiap hari."

"Bukankah kau baru satu minggu pindah kesini?"

"Itu yang dikatakan Leri padaku."

"Leri?"

"Kakakku."

Mereka kembali fokus dengan pekerjaan mereka. Sesekali Qian menggoda Sandra mengatakan jika Sandra adalah sosok cantik yang baik hati. Membuat pipi gadis itu merona karena malu. Qian tidak berhenti, dia terus memuji dan menyanjung sosok Sandra. Hingga akhirnya sebuah cubitan mendarat di perut Qian dengan pelan, meminta pria itu agar tidak lagi menggodanya. Dia terlalu malu untuk mendengar semua rayuan maut Qian.

Di ujung meja, di belakang kasir. Mitha memerhatikan dua anak muda itu sambil tersenyum. Mengingatkannya akan masa muda yang pernah dia lalui. Tapi semua itu tidak dilakukan lama, perhatian Mitha segera beralih pada beberapa pembeli. Melakukan pembayaran untuk barang yang mereka ambil.

Setelah selesai menyusun barang di rak, Qian segera menghampiri ibunya. Sudah waktunya sang ibu istirahat. Mereka akan bergantian menjaga toko. Mitha juga butuh istirahat sebentar. "Istirahatlah ma, aku akan menjaganya," ucap Qian.

"Sudah waktunya ya, baiklah, mama istirahat dulu."

Qian mengambil alih meja kasir ketika sang ibu pergi. Dia mengambil alih pembayaran dari sana. Secara perlahan Sandra menghampiri Qian. Menyaksikan jika ada sebuah buku pelajaran dekat meja kasir.

"Kau sungguh anak yang baik," goda Sandra sebagai bentuk balasan karena Qian telah menggodanya habis-habisan.

"Aku mendapat gaji dengan melakukn pekerjaan ini." Qian mengakui, membuat mereka tertawa dengan cukup puas.

"Kau membawa buku pelajaran juga?" Tanya Sandra sambil menunjuk buku pelajaran tadi.

"Ah itu karena ada ulangan beberapa hari yang lalu, percayalah aku tidak sebaik dan serajin itu." Kedua remaja itu sama-sama tertawa, menyadari jika mereka sama-sama polosnya. "Nanti kalau ibuku sudah kembali dari istirahat aku akan mentraktirmu es krim," lanjut Qian.

"Padahal aku tidak melakukan apa-apa."

"Anggap saja sebagai awal pertemanan kita."

"Teman," guman Sandra untuk dirinya sendiri.

Lagi-lagi tatapan mata mereka saling bertemu. Menatap jauh ke dalam. Mereka seakan telah berenang dalam lautan yang sama. Lautan yang membuat mereka saling terhanyut. Sandra tersenyum kemudian dibalas oleh Qian. Jika seorang pembeli tidak datang mungkin mereka akan saling bertatapan selama seharian. Qian melayani sang pembeli dengan sangat ramah, sementara Sandra menunggu disampingnya.

Satu jam kemudian, Mitha kembali. Wajahnya terlihat lebih segar dari sebelumnya. "Apa kalian kerepotan tadi?" Tanyanya.

"Tidak, tidak sama sekali," jawab Qian. "Baiklah kalau begitu aku akan istirahat sebentar," lanjutnya.

"Pergilah."

Sandra sempat menunduk memberi tanda salam kepada Mitha. Sebelum pergi, Qian sempat mengambil dua contong es krim untuk mereka. Menunjukkan pada sang ibu jika dia mengambil apa yang diinginkannya. Pagar besi di seberang jalan menjadi pilihan mereka untuk menghabiskan waktu. Sekadar melepaskan diri dari tanggung jawab di toko. Sandra tampak begitu menikmati es krim yang berada di tangannya.

Qian tidak kalah bahagianya, dia tampak seperti anak kecil. Tersenyum bahagia sambil menikmati sebatang es. Cuaca sudah berubah, tidak sesilau sebelumnya. Hari sudah sore, satu persatu lampu jalan maupun pertokoan juga sudah menyala. Sementara di atas sana, langit telah berganti warna, secara perlahan berubah menjadi jingga hingga kelabu. Dari arah yang berlawanan, bulan mulai muncul. Tanpa warna hanya putih yang berbentuk.

"Aku sangat senang hari ini." Sandra melirik ke arah Qian yang tidak hentinya menikmati es krimnya. Menikmati es krim itu hingga ke kulit-kulitnya. Sandra terpaksa menyenggol Qian, meminta pria itu untuk menghentikannya. Tapi Qian sama sekali tidak berniat untuk berhenti malahan mengajak Sandra untuk mengikutinya. Hasilnya, Sandra mengikuti cara Qian menjilati bungkus es krim. Membuat Sandra jadi bahan tertawaan Qian.

ShadowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang