Langit itu mungkin saja tampak kosong, tapi langit tidak benar-benar kosong. Ada ribuan bintang yang tidak terlihat. Benda-benda langit yang tidak mampu dijamah dengan mata telanjang manusia. Begitu juga dengan hati. Seseorang mungkin saja tampak begitu acuh, dingin atau tidak dipedulikan oleh siapapun. Tapi siapa yang tahu? Mungkin orang itu sedang diperhatikan, diinginkan layaknya seorang teman.
Anak laki-laki bernama Ryan tidak hentinya memandang Leri. Laki-laki itu berdiri bersandar ke loker penyimpanan barang anak kelas 2.3. Memerhatikan tiap inchi dari gerak-gerik gadis berambut panjang itu. Sudah hampir satu semester sejak kepindahan Leri, tapi dia tidak memiliki teman satu pun. Ryan membuntuti Leri, berjalan di belakangnya. Awalnya Leri tidak menyadarinya, membuat Ryan tidak sabar untuk segera menyapa gadis itu. Dia mencegat Leri sambil menodongkan tangannya untuk berkenalan.
"Aku Ryan."
Leri diam tidak merespon, tidak tahu maksud dan tujuan dari laki-laki di depannya.
"Kita satu bangku selama ini sebenarnya," lanjut Ryan.
"Iya aku tahu, aku mengenalmu."
"Lalu kenapa kamu selalu menolak aku ajak bicara?"
"Apa ada alasan kita harus bicara?"
Ryan segera menurunkan tangannya, bingung dengan jawaban dari pertanyaan yang diajukan oleh Leri.
"Kita teman sebangku, setidaknya kau harus menganggapku ada."
"Kau ada, di bangku mu."
"Iya itu benar. Tapi apakah kamu tidak butuh teman?"
Sebisa mungkin Ryan memutar otaknya, berusaha agar Leri setidaknya mau bicara dengan cara yang normal padanya. Mengucapkan sesuatu yang tidak perlu menyakitkan bagi Ryan. Dia merasa sudah berbaik hati mau mengajak Leri berbincang lebih dahulu. Selama ini dia sudah cukup bersabar berbagai pertanyaan diajukan padanya. Mulai dari bagaimana dia bisa tahan satu bangku dengan gadis dingin hingga rumor aneh mengenai Leri. Dengan besar hati, akhirnya Ryan mengajak Leri berkenalan meski sedikit memaksa.
Leri diam, dia lupa telah hidup di tempat dengan gaya hidup yang cukup berbeda. Jika di tempat sebelumnya mungkin tidak akan peduli dengan sikapnya tapi di Rooen semua orang peduli. Mereka saling menatap hingga akhirnya Leri menjulurkan tangan.
"Leri."
Ryan tersenyum, usahanya berhasil. Dia berhasil mendekati gadis yang dikenal dingin meski baru tahap yang terbilang sangat awal.
"Ryan," balas Ryan, membuat mereka berjabat tangan. "Kau tahu, kau harus menghabiskan masa SMA dengan bersenang-senang."
"Jangan mengguruiku."
Ryan menyengir, Leri tetap memasang ekspresi wajah yang datar meski dia sudah berusaha bersikap seramah mungkin.
"Tapi terima kasih sudah mengajakku berkenalan terlebih dahulu."
Leri tersenyum, hampir membuat Ryan terpanah oleh senyum manis gadis itu."Kau mau ke kantin?"
"Mungkin."
Mereka berjalan beriringan."Aku bisa mengenalkanmu pada beberapa temanku."
"Baiklah."
"Kau sudah memiliki pacar?" Pertanyaan Ryan terdengar cukup mengintimidasi menurut Leri. Tapi untungnya dia dapat menjawab pertanyaan Ryan tanpa perlu pertanyaan lanjutan.
"Ya?"
"Jangan salah sangka aku menanyakan ini karena aku bisa mencarikanmu teman kencan jika kamu mau, aku bisa mengajakmu ke pesta dan memperkenalkanmu dengan seseorang."
"Bukankah sedikit aneh kamu mengatakan hal itu pada orang yang baru kamu ajak bicara."
"Ya memang, tapi aku sudah bicara akrab seperti ini, seperti kita sudah cukup dekat."
"Terima kasih atas niat baikmu tapi aku tidak tertarik dengan pesta dan aku juga sudah punya pacar."
Mereka telah tiba di kantin sekolah. Tempat yang hanya menjadi persinggahan sementara bagi Leri untuk sekadar membeli roti atau minuman. Hari itu berbeda, Leri harus mengubah alur kegiatannya. Berubah menjadi makan siang bersama Ryan dan beberapa kawannya. Orang yang dikenal Leri, namun hanya wajah mereka. Dia ingat jika mereka satu kelas dengannya tapi Leri sama sekali tidak tahu nama mereka.
"Ini Mia, pria itu bernama Josh dan gadis berkacamata itu bernama Jenny." Ryan memperkenalkan mereka satu per satu.
"Hai," sapa Leri. Mereka membalas sapaan Leri dengan cara yang tidak kalah ramah.
Mia tersenyum pada Ryan, melihat keberhasilan Ryan mendekati Leri, si murid baru yang terkenal dingin dan acuh. Sementara Jenny tidak hentinya bicara dan mengoceh pada Josh mengatakan tentang benar atau tidaknya sosok mahluk misyis Letty. Jenny mengatakan jika mahluk mistis itu tidak ada dan tidak nyata, sementara Josh mengatakan jika mahluk itu ada dengan mengatakan beberapa bukti. Perdebatan yang dianggap tidak terlalu penting terus berlanjut hingga Leri harus terpaksa diikut sertakan.
"Aku tidak tahu, jangan tanya aku," jawab Leri seperti anak kecil yang sedang disalahkan atas sesuatu yang bukan salah mereka.
Gelak tawa seketika tidak bisa dibendung lagi. Mereka tertawa tanpa bisa menahannya. Awalnya, Leri merasa aneh namun dia ikut tertawa bersama dengan kawan-kawan barunya. Tawa pertama yang Leri keluarkan bersama beberapa teman barunya. Josh sempat merasa terkesima, melihat bagaimana cantiknya Leri semakin bertambah dengan dia tertawa. Wajah Leri merona ketika menyadari Josh memperhatikannya.
"Seharusnya kau bersama kami sejak dulu," sahut Mia.
"Iya, kau juga sangat cantik." Jenny ikut menimpali. Memandang Leri seakan terpesona pada gadis itu. "Oh ya nanti malam pesta ulang tahun Josh, kamu bisa datang jika kamu mau," ungkap Jenny.
"Aku sudah mengatakan itu padanya, dia tidak tertarik pada pesta."
"Maafkan aku."
"Tidak apa-apa, pesta bertujuan untuk bersenang-senang tidak masalah jika kamu tidak bersedia datang."
Terpaksa Leri memasang wajah menyesal. Lagi pula dia memang tidak menyukai pesta serta sudah memiliki rencana untuk pergi bersama Evans. Entah sejak kapan, gadis itu mulai belajar caranya bersikap sopan pada orang lain. Mungkin sejak dia mulai membuat masalah besar hingga membuat ayah Evans terbunuh. Sebenarnya dia mungkin saja untuk datang. Evans pasti tidak akan merasa keberatan Leri tidak menemaninya berburu sekali. Lagi pula diantara para manusia serigala juga sedang saling bermasalah. Selain itu, dia juga tidak memiliki tanggung jawab untuk bergantian menjaga toko bersama ibunya. Kepindahan Qian ternyata ada untungnya untuk Leri, setidaknya dia tidak perlu harus ikut menjaga toko.
"Tapi selamat ulang tahun Josh, maaf aku tidak bisa datang," ucap Leri pada sosok di depannya.
"It's okay Leri, undangannya juga cukup mendadak untukmu, kamu pasti sudah memiliki rencana lainnya."
"Oh Josh, kau baik sekali," Mia menggoda Josh. Memasang wajah imut pada laki-laki bermata sipit itu.
"Aku memang baik, kau harus tahu itu Leri." Giliran Josh yang menggoda Leri. Ryan tidak mau kalah, dia angkat bicara dengan menggoda Josh, mengatakan sesuatu soal hadiah ulang tahun. "Iya kau memang baik, berarti kau tidak butuh hadiah ulang tahun."
Josh segera menyandarkan tubuhnya ke kursi. Dia termakan ucapannya sendiri. Tidak bisa lagi mengucapkan kata-kata. Membuat Ryan, Jenny, Mia dan Leri lagi-lagi tertawa. Mereka pun tampak puas dengan mengerjai orang yang sedang berulang tahun.
Kini beberapa orang telah melihat bintang di diri Leri, bukan hanya langit kosong berwarna biru.

KAMU SEDANG MEMBACA
Shadow
مستذئبSekumpulan mahluk mistis yang dianggap tidak ada ternyata memantau kehidupan manusia dari jauh. Sebagian dari mereka menjadi pelindung manusia, sebagian lainnya memburu manusia layaknya mangsa. Seorang gadis bernama Lerina menjadi saksi perburuan s...