Shadow-19

291 30 0
                                    

Hari kedua sejak hilangnya Leri di hutan membuat Mitha menghubungi mantan suaminya. Wanita itu berharap jika sebenarnya Leri pergi ke rumah ayahnya meski hampir tidak mungkin. Hendrawan Rays datang tidak lama setelah Mitha memberi tahunya mengenai hilangnya Leri. Hendrawan tidak sendiri, Qianno Rays, adik dari Lerina Rays ikut bersama sang ayah. Meski sudah lama tidak bersama, Qianno tetap mengkhawatirkan kakaknya. Dia juga mengambil peran yang lebih sebagai seorang penengah walau dia adalah adik Leri. Qianno tetap tinggal bersama sang ayah meski dia juga kecewa dengan perselingkuhan ayahnya.

"Apa mungkin dia pergi ke suatu tempat?" Qianno mencoba menenangkan sang ayah karena merasa khawatir sejak mobil mulai melaju.

"Kau tahu kakakmu, dia jarang memiliki teman bahkan hampir tidak punya."

"Ya kau benar." Qianno mendengus. Andai saja Leri memiliki teman meski hanya satu mungkin mereka tidak perlu terlalu merasa cemas.

Mobil berpacu dengan kecepatan yang cukup tinggi. Memecah keheningan jalan khas Espion. Mereka sudah memasuki wilayah Espion sejak beberapa menit lalu. Di tengah sang ayah tengah memacu kendaraannya, Qianno berpikir jika seharusnya Mitha sudah membawa Leri ke tempat yang tepat. Tepat yang begitu jarang penduduk, hanya ada hutan dan pohon serta kabut yang menandakan udara di luar cukup dingin.

Mereka akhirnya tiba di rumah yang disebutkan Mitha menggunakan GPS. Rumah kayu bercat putih. Rumah pedesaan pada umumnya. Hendrawan segera turun dari mobil setibanya mereka di rumah itu. Meninggalkan Qianno yang memcoba berjalan dengan tenang. Di dalam rumah itu, Mitha duduk di sofa bersama seorang gadis yang tentunya bukan Leri. Matanya sembap dan merah. Hendrawan sudah dapat menduga jika Mitha menangis karena Leri.

"Apa belum ada kabar dari Leri?" Tanyanya tiba-tiba.

"Belum."

"Kau sudah lapor polisi?"

"Polisi sudah mencari dia sejak kemarin."

Hendrawan berjalan mondar-mandir di depan Mitha dan Geya, membuat kepala Mitha semakin pusing. Tidak lama, sosok pemuda tanggung masuk. Seseorang yang benar-benar diharapkan oleh Mitha untuk menghibur dirinya. Qianno segera menghampiri Mitha, mencium serta memeluk wanita itu. Sudah lama sejak terakhir mereka bertemu. Geya segera menyingkir, memberi ruang untuk pria muda itu duduk.

"Akan ku buatkan kalian minum," ujar Geya. Segera melangkah pergi masuk dapur setelah berpamitan.

"Siapa dia?" Tanya Hendrawan menunjuk pada jejak yang ditinggalkan Geya.

"Dia Geya, sahabat Leri."

"Oh dia memiliki teman disini," ucap Qianno seketika dibalas dengan tatapan oleh kedua orang tuanya. Sebenarnya, Qianno tetap berpikir jika Leri telah melakukan kemajuan. Meski dia bicara pada waktu yang tidak tepat. Hendrawan mulai tenang, dan duduk di samping putranya. Tempat yang sama yang juga diduduki Mitha.

"Apa polisi sudah menemukan suatu hal mengenai jejak Leri?" Lanjut Hendrawan.

"Mereka belum menemukan apapun."

Hendrawan kembali kehabisan akal, berpikir hingga kemungkinan terburuk yaitu mencari Leri sendiri di hutan.

Tidak adanya kabar mengenai Leri membuat Mitha begitu kacau. Tidak hanya Mitha, Evans juga merasakan hal yang sama. Dia begitu kacau hingga siapapun bisa merasakannya. Naluri hewan sudah mulai memenuhi Evan, membuat beberapa orang khawatir terutama Hary. Hary tidak mau jika Evans kehilangan naluri manusiawinya karena terlalu sering menjadi serigala untuk mencari Leri.

"Kau harus berhenti Evans," ucap Hary menghampiri Evans di hutan bersama Andy.

"Kau ingin aku menyerah mencari Leri?"

"Itu yang terbaik untukmu."

"Yang terbaik untukku adalah menemukan Leri. Aku akan masuk ke wilayah klan Hitam jika memang Leri ada disana."

"Itu ada pemikiran yang bodoh."

"Apa yang kau dapat dari perjanjian itu?" Balas Evans sedikit marah.

"Ketenangan," ucap Hary tenang.

"Kita tidak pernah tenang ayah, buktinya kita masih harus melakukan penjagaan setiap harinya di daerah perbatasan. Jika perjanjian itu memang berarti seharusnya kita sudah tidak perlu melakukannya lagi."

Andy yang sedari tadi diam mulai terpengaruh dengan ucapan Evan. Kenyataannya memang tidak ada ketenangan yang seperti dikatakan oleh Hary. Mereka hanya saling diam dan seakan bersiap untuk saling menyerang jika diganggu. Hary sendiri tidak bisa mengatakan apapun. Dia tahu jika pikiran Evans sedang tidak jernih. Dia terlalu banyak menjadi serigala dan paling penting, putranya sudah begitu terikat dengan Leri.

"Aku akan masuk ke wilayah klam Hitam dengan atau tanpa bantuan kalian," tegas Evan.

"Jangan gila Evan!" Teriak Hary, tidak kalah marahnya dengan Evan. Keamanan penduduk Espion yang sudah dia jaga selama ini bisa saja ternodai karena tindakan putranya.

Evan sama sekali tidak mendengar ucapan ayahnya. Dia memilih pergi dan berlari menyusuri hutan. Ke tempat yang sama yang dia pikir jika ada Leri disana. Entah mengapa, insting Evan begitu merasa yakin jika Leri berada di kastil klan Hitam. Matanya tajam, menatap ke arah tempat yang sama dilihat selama ini. Tangannnya mengepal, merasa keputusannya sudah bulat. Dia harus memasuki wilayah itu meski ada risiko besar menyertainya. Evan sudah hilang akal, dia benar-benar memasuki wilayah klan Hitam sendiri dalam bentuk serigala. Berlari cepat memasuki wilayah yang seharusnya tidak dia datangi.

Seekor serigala cokelat berdiri diantara kabut hitam sendiri. Seolah menyerahkan diri untuk dihancurkan serigala lainnya. Dari jauh Andy bisa merasakan jika Evan benar-benar telah melewati batas.

"Evan berada di wilayah klan Hitam," ujar Andy pada Hary. Pria tua itu hanya tertunduk, tidak tahu harus melakukan apalagi. "Aku dan beberapa anggota lainnya akan menyusul Evan, dia pasti akan kalah dalam segi jumlah." Andy tidak menunggu persetujuan Hary. Dia segera berubah dan meraung memberikan perintah pada para anggotanya. Berlari ke tempat dimana Evan berada.

Keberadaan Evan tentu saja menjadi pusat perhatian. Seekor serigala cokelat memasuki wilayah mereka. Para serigala meraung, sementara mereka dalam bentuk manusia hanya menatap penuh dengan tanda tanya. Raungan para serigala membuat Nathan harus turun tangan. Keadaan di luar kastil sudah sangat kacau ketika Nathan datang ke balkon untuk menyaksikan apa yang tengah terjadi. Nathan bertepuk tangan menyaksikan serigala berwarna cokelat masuk ke wilayah mereka.

"Sepertinya kau tersesat," ujarnya.

Evan berganti wujud menjadi manusia. "Ada sesuatu milikku yang kau ambil, sebaiknya kau cepat mengembalikannya."

"Oh maksudmu si gadis pendatang baru? Aku tidak mengambilnya, dia sendiri yang mendatangiku." Evan menggertakan gigi-giginya, kesal dengan jawaban yang diberikan sang pemimpin klan. Leri segera mengintip dari balik jendela, menyaksikan Evan datang. Dia cukup bingung dengan apa yang dia lihat. Merasa aneh, seharusnya mereka adalah satu kaum.

"Jika kau menginginkan gadis itu ambillah sendiri," lanjut Nathan. Pria itu memberikan perintah secara tersirat pada para serigala hitam untuk menghadang Evan, putra sang kepala klan.

Tiga ekor serigala mendekat ke arah Evan. Seakan berniat untuk mengajaknya bertarung. Tubuh mereka sama besarnya. Evan segera berubah menjadi serigala, meraung dengan begitu lantang. Beberapa manusia yang menyaksikan tertawa, seakan sedang menikmati sebuah pertunjukan. Nathan tidak jauh berbeda dengan kaumnya. Dia duduk menyaksikan pertarungan yang akan terjadi. Ketiga serigala semakin mendekat ke arah Evan.

"Kau sadar jika apa yang kamu lakukan ini akan memberi dampak yang besar pada perjanjian klan kita?" Ucap Nathan kembali tapi tidak dihiraukan oleh Evan. Pria itu terlalu marah untuk mendengar apa yang dikatakan Nathan. Dia sudah bersiap untuk bertarung melihat tiga serigala di depannya.

ShadowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang