Part 9 Ginsul.

5 0 0
                                    

Sejak saat itu, gigi depan, Eka menjadi ginsul, namun dia menjadi terlihat manis kepadanya, dan dia menjadi memiliki tawa yang semakin memperlihatkan ciri khasnya, dengan selalu memberikan kehangatan kepada orang lain.

     Pada suatu siang, di sekolah Eka sedang bersama Mawar, mereka mengobrol disana, dan Mawar melihat kembali gigi Eka

        "Gigi kamu jadi ginsul sekarang", ? Dia bertanya heran.

         "Iyah sejak saat itu, aku menjadi ginsul....,, tapi menurut kamu aku tidak terlihat aneh kan...", ? Eka bertanya dengan malu - malu.

          "Kamu malah terlihat manis". Mawar memuji dirinya.

Dan Eka hanya terkekeh malu, sambil menutup mulutnya, kemudian menatap kearah lapangan bola.

  
  "Sering sekali, kadang bukan aku tidak mau di puji, tapi aku hanya takut pujian itu menjadikan seseorang menjadi sombong", Eka berkata sambil menerawang memandang pphon yang hijau di pinggir lapangan.
  
       "Aku memerhatikan kamu, kamu juga suka memandang alam, yah dengan begitu kita menjadi paham alangkah indahnya ciptaan Tuhan,....", Mawar memerhatikan wajah, Eka yang sedang memandang alam.

     "Dan alam itu sangat indah", Eka menyahutnya.

      "Jujur, aku kadang merasa rendah diri, dengan penampilanku saat ini, gigi ginsulku maksudku", Eka mulaj mengajak ngobrol yang lain Mawar.

      "Sudah itu malah manis kok", Mawar memujinya lagi.

Tanpa terasa terdengar suara bel, dan Eka mulai tersadar, jika sudah mulai harus kembali ke dalam kelas.

      "Aku masuk dulu yah...", Eka berpamitan kepadanya, dan Mawar mengangguk dengan ceria diapun juga masuk ke dalam kelasnya juga.

   Pada saat di dalam kelas, Mawar yang duduk disamping Trisna, sebelum seorang guru hang bernama Pak Eko masuk ke dalam kelas, dia bercerita sedikit mengenai Eka.

       "Jujur, Eka itu adalah orang yang baik sekali yah.., dia benar - benar polos, dan kebaikannya tidak tanggung - tanggung kepada orang lain....", Mawar berkata dengan polosnya.
  
      "Mawar, kita baru sebelas tahun, masih anak kelas enam SD juga...", Trisna mengingatkan dirinya kalau itu tidak baik.

     Sore harinya....

Eka sedang menonton Tv dirumah, dan pada saat itu terdengar suara ketukan pintu dari luar, anak itu langsung meninggalkan kursi tempat Tv, untuk membukakannya.

Seorang yang sudah tua, bahkan lebih tua dari Yanti dan Nano, menyambutnya dengan ramah sambil membawakan bakwan goreng untuknya.

    "Eyanggg kakung......", Eka dengan polos menyambutnya riang, sambil menghambur ke dalam pelukannya, dan membawa makanan tersebut
   
   "Eyang, tidak bersama mbah putri", ? Dia bertanya sambil menaruh makanan itu diatas meja dan mulai akan mencari dimana Yanti dan Nano.

     "Mbah putri ada dirumah sayang, tidak ikut dia lagi baru sibuk....", Parno mengangguk dengan bijak sambil duduk di kursinya.

     Eka memanggil, Yanti dan kebetulan Nano yang sedang berada dirumah juga, dia mengetuk pintu kamar orang tuanya lebih dulu.

         "Inggih", Yanti terdengar suaranya dari dalam, dan Eka membuka dari luar, sambil mengintip ke dalam kamar.

         "Sekedap pak, bu....ada mbah putri diluar...", dia berkata sopan, dan keduanya langsung keluar, tetapi Eka masuk ke dalam kamarnya, tidak ikut mereka mengobrol, karena ingin mengerjakan PR sekolahnya.

    Dia mulai membuka buku tulisnya dan mulai mengerjakannya, sedangkan dari luar terdengar mereka semua sedang mengobrol, bahkan terdengar satu orang lagi suara perempuan tidak jauh berbeda umurnya dengan Yanti, dan jaraknya hanya tiga tahun masuk ke dalam rumah, dialah Yeni.

    "Hai mbak Yeni apa kabar...", ? Yanti bertanya.

     "Hai...", Yeni membalasnya dengan semangat.

     "Mumpung sedang pada berkumpul semua, sebenarnya aku ingin menceritakan sesuatu juga disini,...", Yeni ikut mengobrol dengan mereka semua, dan mulai akan membuka topik pembicaraan.

       "Sek tak buatin minuman hangat dulu",  Nano menyela kemudian, dia pergi berjalan kearah dapur untuk mengambil gelas lalu kembali sambil membawa nampan dengan gelas berisikan teh hangat.

     "Begini, aku baru diterima kerja di Yogyakarta, di sebuah bank...", Yeni memulai ceritanya

      "Wah bagus tuh", Yanti ikut kagum kepadanya.

       "Mbak Yeni, sebenarnya aku juga punya cerita, Eka sekarang menjadi ginsul, memang awalnya karena dia jatuh pada saat main basket tetapi akhirnya justru malah berakhir manis, karena Eka adalah anak yang kuat", Yanti memuji anaknya.

      "Itu betul bu.....", Nano mengiyakan, dan tanpa terasa obrolan mereka sampai pukul sembilan malam.

Tahun demi tahun juga terus berganti, pada akhirnya kini menginjak usianya yang kedua belas tahun, dia sudah mulai tumbuh menjadi seorang remaja, tubuhnya juga bertambah tjnggi, dan sifatnya sudah mulai berubah dibanding pada saat sebelas tahun.

   Orang tua Eka, tidak mampu untuk memasukki Eka, ke sekolah SMP yang bergengsi, karenanya dia masuk sekolah negeri itupun yang notabene sekolahnya adalah standar bukan sekolah populer dan nomor satu, dengan kata lainnya adalah unggulan.

     Setelah dia tumbuh remaja, kulit sawo matangnya juga terlihat semakin berseri, beserta juga potongan rambut djbelah kesampingnya dan bentuk rambut ikalnya, Eka bersekolah jaraknya agak jauh dari rumahnya, karena sekolah dia, harus keluar dari desa dan ke kota

Tetapi hal itu tidak menyulutkan dirinya, untuk terus berjuang, pada saat itu Eka yang sudah memakai seragam putih biru kini, menyandang ranselnya sambil keluar kamar, tampak Yanti pada akhirnya perutnya mulai membesar lagi, dia sedang mengandung anak keduanya.

    Meskipun agak sedikit terlambat, tapi sungguh membahagiakan jika pada akhirnya Eka akan memiliki seorang adik.

EKA Proses PenerbitanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang