Part 23 Pertengkaran.

5 0 0
                                    

Tidak biasanya kedua pasangan ini, bertengkar Eka mendengar suara - suara keras, dari kamarnya dan Diki berlari kecil masuk ke dalam kamar Eka sambil menangis, diapun memeluk adiknya mencoba menenangkannya.

     "Bapak dan ibu kenapa...", ? Dia bertanya dengan seenggukan, dan Eka menutup telinga adiknya agar tidak mendengar suara mereka yang keras.

    Ditambah belum lagi, terdengar suara pintu dibanting, Eka sendiri meneteskan air mata, dis tidak mengiranya pada akhirnya orang tuanya tidak menjadi rukun lagi.

    Rasa takut yang tumbuh di hati Eka, mulai hinggap akan suatu saat nanti, meskipun dia mencoba untuk melenyapkan perasaan tersebut, Eka yang memang sehari - harinya sering mengungkapkan perasannya melalui puisi, Eka mengambil kertas dan mulai menulis.

       Aku takut namun aku mencoba melawannya
       Rasa yang semakin hinggap di dalam dadaku
       Dan sesungguhnya sulit aku tepiskan
       Namun aku jua tidak ingin larut.

Keesokan harinya di sekolah....

Eka baru saja duduk di kelas, untuk menunggu anggota Osis kembali masuk ke dalam kelasnya dan hari ini adalah hari kedua mos, sekolah pada saat yang bersamaan, Icha baru saja datang, dan melihat Eka sedang sendiri disana.

      "Tumben nampak murung...", ? Icha bertanya sambil duduk di sebelahnya, dan Eka begitu menatap adanya Icha, dia berusaha untuk memperlihatkan wajah cerianya.
 

       "Oh kamu sudah datang...", Eka menyambutnya ramah.

        "Kamu bersikap seperti ini, karena sedang tidak pura - pura kan..,", rupanya Icha masih memerhatikan wajahnya.

        "Tidak cha...", Eka berusaha untuk tetap menutupi perasaan hatinya.

  Icha hanya menunduk dalam, seolah mengingat dirinya sendiri dan menoleh kearah Eka sambil menatap matanya.

        "Kamu tahu, teman itu adalah guna agar hidup tidak merasa, sendiri dan sahabat melebihi seorang teman, bahkan orang yang dicintai sekalipun, jujur kamu adalah orang yang pantas untuk menjadi sahabat semua orang bahkan yang membutuhkannya, tapi apakah kamu sendiri pernah berpikir tentang jatuh cinta kepada seseorang...", ? Entah kenapa Icha menanyakan hal itu, tapi membuat Eka akhirnya teringat dengan Indah, setiap kali perempuan yang mendekati dirinya, dia akan mengatakan yang sama kepada Eka.

     "Kamu sudah, memberikan puisi kamu dengan kakak kelas, aku belum...", Eka meninggalkan kursinya namun bukan bermaksud menghindar dari kata - kata Icha, sikapnya tidak pernah menyimpan perasaan apapun kepada orang lain dan hanya berbuat ketulusan, namun apa yang ada dalam pikiran Icha justru jauh berbeda.

       "Sebagaimanapun, Eka itu adalah manusia biasa, yang pasti memiliki perasaan cinta kepada seseorang...",

Dengan cepat Eka kembali lagi ke tempatnya dan Icha masih duduk disana, disertai bel yang berbunyi, dan anggota Osis masuk ke dalam kelas, untuk memulai kegiatannya hari ini.

   Pada saat yang bersamaan, Icha menatap Eka yang duduk di sebelahnya, laki - laki itu memang terlihat sangat polos peragainya.

        Seakan dia terlahir seperti layaknya bayi yang belum memiliki dosa sekalipun, dan arah mata Icha menatap kearah gadis yang di sebelahnya untuk berkenalan.

        "Icha..."

Dan gadis itu menyambut hangat jabatan tangannya, sambil meraihnya dengan senyuman.

      "Cindy....",

     "Eka....", dia juga ikut berkenalan dengan gadis itu, yah Eka memang sosok remaja yang tampan, gadis mana yang tidak salah tingkah jika berada di dekatnya, bahkan bisa jadi mengira Eka jatuh cinta padanya, karena sikap baik hatinya.

Tugas yang pertama, adalah sebuah permainan merayu perempuan, dan entah bagaimana disini Icha seakan ingin menguji hati Eka kepadanya.

        Icha mendekati dirinya, dan mulai ingin merayu namun dia terlihat entah bagaimana perasaan gelisah justru sangat besar menerpanya meskipun ini hanya sebuah permainan.

         "Eka, aku jatuh cinta padamu.......", sepertinya kata - kata itu kurang mengekpresiakan perasaannya dan Eka hanya diam saja, sampai pada waktu istirahat, Icha mencoba melipur perasaannya sendiri.

       Dia duduk sambil memandang lapangan, dari kursi di pinggir kelas, dan Cindy teman yang baru dikenalinya mendekati dirinya.

     "Kamu terlihat gelisah barusan...", dia menebak pikiran Icha.

      "Yang aku pikirkan, kenapa harus Eka, yang harus ku rayu dan rasanya kenapa tidak yang lain saja, jika ini hanya sebuah permainan, kalau saja keadannya sedang tidak mos..", Icha berkata sambil memikirkan perasaannya sendiri dengan menunduk.

       "Memang hal itu tidak mudah...", Cindy berkata sambil bersungut.

Dan pada saat yang bersamaan Eka datang menghampiri kedua gadis tersebut, tangannya dimasukkan ke dalam saku celana seragamnya.

        "Ada yang mau ikut ke perpustakaan...", ? Dia menawarkan salah satunya.

Dan Icha yang memilih untuk ikut, dia berjalan di belakang Eka, dengan langkah perlahan, kemudian Eka mengambil salah satu buku di dalam rak, sambil bercerita panjang lebar.

          "Ini adalah salah satu buku karya sang pujangga, mungkin memang cintak tidak perlu dipelajari karena cinta itu mengalir dalam hati sendirinya, bukan karena sulit mengatakan cinta karena baru tahu itu cinta, tapi memang mendiskripsikan cinta itu dalam kenyataan termasuk dalam tulisan, karena itu adalah perasaan...", Eka berkata panjang lebar, dan Icha mengambil buku tersebut sambil mengamati judulnya yaitu kumpulan puidi Sapardi Djoko Darmono.

    "Ada yang menarik hatiku juga, buku ini....", dia memperlihatkan judulnya kepada Icha, dan dia terkekeh perlahan.

    "Ini adalah buku yang kucari selama ini, Layar Terkembang dan satu lagi karya Mira W, entah apa judulnya aku lupa...", Icha menanggapi Eka dengan ramah.

    "Sepertinya pengetahuanmu tentang buku banyak sekali", Icha memuji dirinya.

EKA Proses PenerbitanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang