part 32 Icha Yang Jatuh Cinta

12 0 0
                                    

Tanpa terasa, ini sudah memasukki ulangan pertengahan semester, dan Icha lamban laun dia merasakan kalau perasaan itu adalah perasaan jatuh cinta kepada Eka, dia yang sedang dirumahnya, duduk memikirkan hal itu sambil duduk di ayunan taman komplek pada sore hari diatas langit yang berwarna oranye.

   Dan pada saat itu, lamunannya teringat kepada Eka, karena itu, Icha segera masuk ke dalam rumah dan mengangkat telepon dirumahnya, untuk menelepon Ingga, dan secara kebetulan Ingga yang menerima telepon.

    "Ngga, sore ini aku tunggu di Mall Kelapa Gading yah, aku mau berangkat kesana sekarang dan aku tunggu di Excelso....", Icha menaruh teleponnya, dan berganti baju dengan kemeja berwarna merah dengan lengan tangan model polkadot serta celana biru, dia lalu menyisir rambutnya dan memakai bandana warna merah juga, serta menyandang tas yang warnanya juga serupa, sambil berjalan keluar kamar dan menuruni anak tangga, sesampainya di lantai bawah, Icha berpamitan kepada orang tuanya Mila ibunya untuk bertemu dengan Ingga.

  Gadis itu berjalan keluar komplek, dan langsung berlari kecil ketika melihat ada bis yang baru saja berhentj dan langsung masuk ke dalam sambil melamun kembali.

Memikirkan perasaannya sendiri, tentang Eka, rasanya dia masih merasa takut jika membiarkan perasaan cinta itu mengalir dalam dirinya.

      Hari ini jalanan Jakarta, tidak terlalu macet seperti biasanya kalau di waktu sore hari  karena banyak orang yang biasanya baru pulang kerja, bahkan kadang malam hari ini, sebentar lagi Icha akan tiba di depan Gedung Mall Kelapa Gading, dan dia segera turun disana, ketika sudah sampai, Icha dengan gerakan kakinya yang cepat dia turun dari bis, dan langsung masuk ke dalam Mall.

         Di kanan dan kiri, terdapat banyak restoran dan orang toko - toko pakaian, tatapan matanya dia melihat kearah eskalator di depannya, kemudian langsung naik ke atas lantai atas, sampaj akhirnya dia mencari dimana Kafe Excelso tersebut, matanya melihat ke kanan dan ke kiri, sampai akhirnya Icha melihat dari kejauhan kalau Ingga sudah duduk lebih duduk di tempat tersebut.

     Dia langsung menarik kursi di depannya begitu sudah sampai, sambil menyap dirinya.

      "Hai Ingga, maaf aku kalau agak...", Icha menundukkan wajah kepadanya.

     "Tidak apa - apa, memangnya kamu sudah yakin benar dengan perasaanmu sendiri, aku takut kamu hanya pura - pura...", Ingga mengutarakan perasaannya.

      "Mudah - mudahan tidak terjadi demikian, dia memang orang yang juga sangat antusias jika membahas tentang buku....", Icha memberikan pendapatnya.

      "Bahkan jika membicarakan tentang alam....", Icha menambahkan lagi kata - katanya.

      "Yah itu maksudku, aku takut kamu bukan cinta, tapi hanya kagum, dan itu seperti hanya mempermainkan perasaan Eka saja....", kata - kata Ingga membuat Icha terdiam.

       "Sebenarnya, aku berharap kalau Eka, punya telepon rumah, karena aku bisa menelepon dirinya....", perkataan Icha pada bagian ini, membuat Ingga tersenyum.

       "Kamu ingin setiap detik bisa mengobrol dengannya....", Ingga memberikan pendapatnya.

Akhirnya mereka sudah selesai mengobrol dan pulang kerumah masing - masing.

Keesokan harinya di sekolah....

Adalah hari dimana, Ulangan Pertengahan Semester yang kedua, Icha belum sempat banyak belajar untuk hari ini, karena dia baru saja semalam pergi bertemu Ingga di Mall, namun dia segera membuka bukunya, dan mencoba menghafal mata pelajaran Bahasa Indonesia, dan pada saat yang bersamaan, Eka baru saja datang dan menarik kursi di sebelahnya untuk menaruh ranselnya.

   "Jujur Eka, sebenarnya aku merasa ada sesuatu dalam diri kamu, yang aku enggan mengatakannya, karena aku tidak ingin kita bertengkar....", perkataan Icha hamya disahut oleg Eka dengan desahan nafas.

     "Eka, apa aku boleh tahu sesuatu tentangmu....", ? Karena terasa pertanyaan teraebut mendesak dirinya, akhirnya Eka menjawabnya.

    "Terlalu sakit jika aku harus mengatakannya sekarang....", Icha tidak bertanya lagi, namun dia tahu arti jawaban tersebut,  dan tidak berapa lama kemudian, bel terdengar berbunyi dan entah rasa apa, yang membuat Icha, ingin mencari tahu kata yang seolah tersembunyi itu, be, berbunyi kembali dan ulangan mata pelajaran kedua adalah Bahasa Inggris, tidak banyak kesulitan saat dalam pelajaran Bahasa walau tidak belajar bagi Eka, karena dia memang menyukainya.

Jam satu siang, adalah waktu sekolah selesai, Eka kembali ke tempat kerjanya, dan disana dia bertemu dengan Enggar yang juga rekan kerjanya, dia mulai mengajak ngobrol Eka.
   

      "Kamu baru pulang sekolah....", ? Dia bertanya, dia memerhatikan, wajah Eka yang nampak lusuh karena habis dari jalan, dan di jalan keadaan juga agak macet.

      "Aku memang baru sampai...", dia mengiyakan sambil mengangguk, lalu menaruh ranselnya di dalam tempat staf karyawan, dan mulai masuk ke dalam toilet untuk membersihkan wc yang kotor, dalam senggang waktu, Eka mengambil buku tulisnya lagi dan mulai menulis puisi disana.

       Jika aku menutup pintu
       Bukan karena sebuah kesombongan
       Melainkan aku hanya ingin
       Bersikap merendah kepada orang lain

      Memberi bunga dengan mudah dengan orang lain
      Meski tidak harus dilihat ada bunga yang lain
      Yang sedang layu dan tidak berkembang
       Bahkan muram durja....

Kemudian dia menutup bukunya, dan menaruhnya kembali ke dalam ransel, pada saat yang bersamaan Icha sedang mendengarkan radio, yang saat itu sedang diputar lagu Setangkai Anggrek bulan, pikirannya kembali tergiang nama Eka yang sekarang memenuhi otaknya, seorang gadis memang bisa dengan mudah jatuh cinta oleh Eka, laki - laki sepertinya yang rendah hati, sangat baik hati, dan memang berhati malaikat.

     "Eka, sikapmu seperti bukan manusia, tapj malaikat, aku melihat kamu seperti melihat malaikat turun dari langit....", Icha berkata dari dalam hatinya.

      Saat itupun, dia mendengar sebuah ketukan dari luar kamarnya sambil memanggil namanya.

      "Icha....", suara Mila terdengar dari luar.

     "Iyah ma...", Icha beranjak berdiri, untuk berjalan menuju kearah pintu dan membukanya.

     "Ada telepon dari Ingga...", dia memberi tahukan.

     "Oke", Icha mengangguk dan langsung menyambar telepon di rumahnya.

       "Iyah ngga....", Icha mulai berbicara di telepon.

      "Cha..., aku mau ke rumah nanti malam, kita belajar Fisika untuk ulangan besok sambil ada yang ingin aku bicarakan padamu....", Ingga berkata dengan cepat, dan Icha menyetujuinya.

    
Pada malam harinya....

Icha sudah menunggu, Ingga di teras rumahnya, dan gadis itu langsung membukakan pagar rumahnya, kemudian menyuruh temannya tersebut langsung naik ke lantai dua kamarnya.

     Keduanya membuka buku Fisika, namu  apa yang ingin di katakan oleh Icha masih terlintas di dalam pikirannya.

     "Kalau aku jatuh cinta, aku masih memikirkannya sendiri, kenapa aku jatuh cinta...", ?

      "Sebaiknya memang begitu cha.....", Ingga memberikan pendapatnya.

EKA Proses PenerbitanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang