Part 13 Sifat Rendah Hati,

9 0 0
                                    

Setelah perlombaan tersebut, Eka sudah ada janji dengan Indah yang akan kerumahnya hari ini sekedar dia ingin mengobrol dengan Eka, mengenai novel, entah kenapa gadis itu sejak dekat dengan Eka dia juga menyukai novel, dan niatnya dia akan meminjamkan novel miliknya jugs kepada Eka.

       Eka sedang duduk di teras rumah, sambil memandang sinar matahari oranye yang ada di depannya, dan nampak Yanti juga ikut di teras itu, menemaninya sambil berdiri menggendong Diki yang baru di susui.

        "Kebahagiaan itu adalah sederhana yah, dimana kalau kita hanya dengan merasa bahagia dengan apa yang kita lakukan, meskipun itu adalah hal yang kecil...", Eka memulai pembicaraan pertamanya.

      "Yah benar, dan seperti saat ini kamu mulai memasukki dunia remaja kamu, menunggu teman perempuanmu...", Eka yang sudah tahu maksud dari pikiran Yanti mengatakan hal itu, dia langsung mematahkannya.

      "Tapi aku tidak jatuh cinta padanya, aku hanya berteman biasa, dia adalah sahabatku", yab itulah Eka, setiap orang yang ditemuinya yang di rasanya, adalah seorang sahabatnya sja, meskipun dia adalah seorang gadis.

   Diki, mulai mengoceh setelah selesai disusui, seperti ingin ikut mengobrol, dan Yanti mengajaknya bicara, serta Eka juga.

     "Diki, kamu itu tahu saja, kalau mas lagi ngobrol dengan ibu...", Eka tersenyum kepadanya

     Tidak lama kemudian, Indah gadis yang di tunggunya itu datang, dia membungkuk sopan mencium tangan Yanti sambil memberi salam, lalu Eka mengajaknya duduk di teras rumah.

  "Oh yah, aku bawa novel buat kamu ini...", Indah membuka resleting tas dan memberikannya kepada Eka, dia memicingkan mata menatap sampulnya yang seram.

    "Gossembups", dia berguman membaca judulnya, dan pada saat itu memang novel tersebut sedang diminati di kalangan remaja, Eka menoleh kearah Indah.

    "Teryata, kamu itu gadjs pencinta, horor...", Eka tersenyum lebar dengan membuka mulutnya memperlihatkan gigi ginsulnya, dan Indah terkekeh.

      "Aku punya banyak koleksinya, kalau suka aku akan pinjamkan lagi, sebenarnya bukan hanya novel ini, yang aku punya, dan aku bawa juga..." Indah mengambil satu buah buku lagi dan buku itu berjudul Sekayu.

      "Pencinta sastra juga kamu...", Eka memuji dengan semangat.

       "Sepertinya kita punya banyak persamaan, dan mungkin memang kita cocok untuk menjadi sahabat...", Indah menggebu - gebu mengobrol dengan Eka.

       "Aku tahu ini hobi kamu, meskipun ada yang aku tidak tahu tentang kamu...", entah kenapa Indah seperti ingin mengatakan sesuatu pada Eka.

       "Tentang, aku ginsul....", Eka menebak sekenanya saja, dan dia melihat bulan yang sedang bulat diatas langit.

        "Bukan soal itu tapi soal buku - buku ini, kita bisa membahasnya, mengenai alur ceritanya, menurutku cerita yang satu ini kadang alurnya menjebak dan mengecoh, dan yang satu ini membawaku ke dalam satu permainan perasaan dalam hidup....", Indah mengatakan hal itu terbata - bata, seperti bukan itu yang di rasakannya namun yang lain.

       "Karena kehidupan di dunia nyatapun, adalah sebuah cerita....", Eka menanggapi dirinya

         "Oh yah, aku juga ingin mengatakan sesuatu, kalau selamat atas lomba baca puisi kemarin...", entah bagaimana Indah tiba - tiba merasa gugup.

        "Indah, sebenarnya kamu ini kenapa...", ? Eka yang akhirnya membaca sikap salah tingkah  Indah, membuat akhirnya menjadi terdiam, dan menunduk malu.

        "Maaf, aku hanya terlalu senang, mengobrol dengan kamu, karena kamu adalah seorang sahabat yang enak diajak ngobrol, kamu ini sangat baik Eka, seperti malaikat", perkataan Indah kali ini membuat Eka terdiam, dia menghela nafas untuk tetap bersikap rendah hati kepada pujian.

     "Aku hanya manusia biasa juga...", Indah hanya mengangguk, mendengar kats - katanya, dan pada saat itu, terlihat Nano baru saja tiba dirumah, Eka langsung mencium tangannya,

       "Ini siapa pacar barumu thooo, wes gede koe tuhh....", Nano menepuk bahunya.
 
        "Bukan pak, ini Indah teman sekolahku, namun kita tidak sekelas...", Eka memperkenalkan Indah kepada Nano, dan dia langsung mencium tangan orang tua Eka.

        "Indah pak....",

       "Ayo, diajak masuk saja, nanti kita makan malam bersama...", Nano bersikap ramah kepada Indah, sambil meneruskan langkah kakinya ke dalam rumah.

     "Kita mengobrol di ruang Tv saja, bagaimana...", ? Eka meminta pendapatnya.

     "Yo weslah...", Indah mengangguk, kemudian keduanya masuk ke dalam ruang Tv, dan disana Yanti menyediakan cemilan kue untuk Indah.

     "Ibumu baik sekali..", Indah berkata polos di telinga Eka, dan dia hanya tersenyum.

     "Oh yah jika kamu tertarik dengan novel ini, nanti kamu bisa kirim surat ke kelasku...", Indah meneruskan perkataannya.

      "Iyah, nanti pesannya aku titipkan dengan teman sekelasmu", Eka menanggapi dengan ramah.


      

EKA Proses PenerbitanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang