Eka sosok anak yang tegar, dia tidak ingin terus - menerus larut dalam kesedihan, meskipun keluarganya menjadi berantakan, dan dia sudah menjadi label seorang anak yang broken home, karena orang tuanya bercerai, walau secara tidak resmi, Nano entah pergi kemana dengan Riris, namun sepertinya Yanti tidak ingin mencarinya, namun kabar terakhir yang di dengar oleh teman yang memberinya pekerjaan, adiknya sendiri juga pergi dari rumah, bahkan di tempat kerjanya Nano menghilang seperti lenyap ditelan bumi.
Entah mereka melarikan diri bersama kemana, tidak ada seorangpun yang tahu keberadaan keduanya, karena keduanyapun juga sudah termakan oleh cinta buta, jadi apapun dapat di lakukan.
Pada suatu hari, waktu jam istirahat sekolah, Eka sedang berada di dalam perpustakaan seperti biasa dan Icha menghampiri dirinya.
Dia berdiri di samping Eka yang sedang duduk membaca, dan wajahnya mendongak keatas ketika sadar ada Icha di sebelahnya.
"Aku mau traktir kamu makan bakso, bagaimana...", ? Dia bertanya.
"Yah bolehh....", Eka mengangguk, kemudian berdiri dari kursi dan meletakkan kembali ke dalam rak, biasanya dia agak berbuat jaga image sedikit terhadap perempuan selama ini, entah kenapa dengan Icha, dia tidak melakukan hal itu, namun perasaan Eka adalah yang paling sulit ditebak dari milyaran manusia.
Keduanya berjalan menuju kearah kantin sambil mengobrol tentang pelajaran, Icha bercerita tentang masalah mata pelajaran Sejarah.
"Setelah istirahat kita akan menghadapi guru itu lagi....", dia mengeluh.
"Maksudmu ibu Duwi....", ? Eka memgeryitkan keningnya.
"Yah siapa lagi kalau bukan dia..,,", Icha menurun - naikkan nada suaranya.
Dan Eka hanya menyimpulkan senyuman wibawanya, keduanya akhirnya sampai di dalam kantin, dan duduk saling berhadapan di kursi panjang, serta meja panjang sambil mengobrol dan Icha melambaikan tangan kepada seorang penjual mie ayam dan diapun menghampiri Icha, sambil setengah membungkuk laki - laki itupun bertanya.
"Mau pesan mie ayam neng....", ?
"Iyah bang dua, yah dan yang satu dengan tidak usah dengan bakso....", Icha menjawab dengan suara agak ditinggikan, sorot mata Icha menatap kearah Eka, sambil dia berbicara kepada penjual tersebut, seolah dia ingin berkata kepadanya.
"Aku dengan bakso saja....", dia menyahut.
"Oke....", Icha mengangguk.
"Dan tolong pesankan dua es teh manis....", dia mulai berkata lagi.
Setelah penjual tersebut, berlalu Icha kembali menatap Eka dengan lekat, sambil melipat kedua tangannya.
"Kamu sepertinya sosok rendah hati sekali, aku menilai gerak - gerikmu...", dia memuji Eka.
"Oh yah Icha, memangnya dirumah apa hobimu....", ? Dia bertanya untuk membuka suatu obrolan.
"Bermain bulutangkis atau......, membaca novel", Icha berkata sambil berpikir.
"Kamu juga suka novel rupanya...", Eka terlihat antusias.
"Kapan kamu kerumahku, aku berikan alamatnya padamu...", ?
Icha terlihat, sedang berjalan untuk meminta secarik kertas, kepada teman lainnnya yang ada djsana, bernama Ingga, kemudian menaruhnya diatas meja lalu mulai menulisnya dengan pulpen dan memberikannya kepada Eka.
"Jika kamu tahu bioskop Viva, tidak jauh dari sana juga...", Icha menjelaskan panjang lebar.
"Aku pernah dengar, Mall Ambasador....", Eka menyahut.
"Yah dari arah sana, lebih dekat.....", Icha kembali menjelaskan padanya, dan mulai memyuap mie ayam sampai habis begitupun Eka.
"Waktu itu aku sempat jalan - jalan di toko buku, dan aku melihat satu buku yang membuatku penasaran, Dracula....", Icha bercerita panjang lebar, sedangkan Eka tidak banyak bicara sepertinya.
"Oh yah rasanya, aku mau beli, namun entahlah, kalau harga buku itu murah....", Eka berkata sambil mendesah, dia berpikir tentang keadaan ekonomi keluarganya yang semakin menipis sejak Nano pergi begitu saja meninggalkan rumah.
Itu hal yang berat, harus di hadapj meskipun tidak mudah. Eka tidak ingin terlihat lemah kepada siapapun termasuk Icha, namun bukan hanya itu yang ada dalam diri Eka, adalah siapa sebenarnya yang bisa membuat Eka jatuh cinta padanya, rasanya dia hanya menyayangi semua orang termasuk seorang wanita, namun belum pernah untuk jatuh cinta.
Mungkin tidak mudah untuknya, mencintai seseorang, dan memiliki perasaan cinta itu dengan lawan jenisnya, menetapkan dirinya sebagai seorang cinta sejati Eka.
Bel terdengar berbunyi kembali, dan dua anak SMA tersebut, masuk ke dalam kelasnya, Eka yang selalu duduk disamping Icha, kadang menatap Icha dengan tatapan kalau Icha memandangnya dengan hal tidak biasa.
"Sejarah lagi...., sejarah lagi kalau saja gurunya bukan Bu Duwi, aku pasti akan betah di dalam kelas...", Noval terdengar mengeluh, dia baru saja datang dan menghempaskan dirinya duduk di kursi belakang Icha dan Eka.
"Sudah, jangan banyak mengeluh, Bu Duwi, mungkin tidak seperti apa yang kalian pikirkan juga...." , Eka menasehati teman - temannya dengan bijak.
Setelah tidak lama kemudian, orang yang baru saja mereka bicarakan masuk ke dalam kelas, dan duduk di kursi untuk guru, yang berada di pojok kelas, sambil membacakan absen mereka satu demi satu.
Setelah itu baru mulai mengajar, dan memberikan catatan yang banyak seperti biasa kalau dalam pelajaran Sejarah, lalu selesai pada pukul dua belas siang, Icha yang berjalan lebjh dulu meninggalkan sekolah, melambaikan tangannya kepada Eka.
KAMU SEDANG MEMBACA
EKA Proses Penerbitan
RomansEka adalah seri, dari kumpulan puisi surat untuk sahabat, dan adalah seri dari ceritanya, namanya Eka Dwi Angga, dia terlahir sebagai sosok laki - laki yang berhati malaikat, Yanti dan Nano sangat mensyukuri adanya kelahiran Eka dirumah mereka, mesk...