Part 19 Pindah Ke Jakarta,

5 0 0
                                    

Pada akhirnya, Eka telah lulus SMP,  dan usianya lima belas tahun sekarang, Diki juga sudsh berumur 3 tahun, mereka sedang berada di stasiun, dan entah kenapa ada rasa berkurang dalam dirinya, dia belum pamit kepada Indah, atas kepergiannya meninggalkan kota Solo, namun tidak disangka oleh Eka, kalau Indah yang sebenarnya menyimpan perasaan jatuh cinta kepada Eka itu, sudah mengetahui bahwa mereka akan pindah dari tetangganya.

        Gadis itu mencari Eka di stasiun, dan akhirnya menemukannya sedang duduk di kursi sana, sambil berlari kecil Indah mendekatinya.

        "Eka maaf, sebenarnya aku tidak ingin berpisah denganmu, karena aku kesepian tanpamu,  dan kamu tahu, sejak bapakku mengalami kebangkrutan toko rotinya kedua orang tuaku, karena terlalu bekerja keras, hampir lupa untuk perhatian kepadanya dengan sangat besar, dan kamu tahu, karena kamu adalah orang yang berjiwa malaikat, membuat aku sebenarnya jatuh cinta padamu, maafkan aku yang mencintaimu...", dia terisak sambil berkata, dan Eka memeluk dirinya dengan bijak, meski tercengang mendengarnya.

    Tidak diduga, kalau sikap Eka itu, membuat seorang gadis salah kaprah, karena terlalu tulus hatinya tanpa pamrih kepada siapapun.

        Eka yang sudah berada di dalam kereta, memandang keluar jendela, membayangkan dia akan bersekolah di Jakarta nanti, dan akan masuk SMA disana, sepertinya ini hal baru bagi Eka karena dia akan bergaul dengan orang lain yang sangat berbeda jauh dari sebelumnya.

        Dan lingkungan yang akan dihadapi oleh Eka, di sekolahnya nanti pada saat SMA, sudah pasti akan jauh berbeda juga.

     "Mas Eka, mau pangku...", Diki dengan manja, dia menatap kakaknya, dan Eka memangku adiknya sambil menunjukkan pemandangan di luar jendela.

     "Tuh ada sawah....", dia berbisik pelan.

      "Icuuu, ada capi.....", Diki menunjuk seorang petani

       "Inggih, seperti dirumah kita yah.....", Yantj ikut menimpali,

       "Di Jakarta, pasti ora enek...", Diki terlihat cemberut.

Dan saat itu, ada seorang pramugari, menawarkan makanan, kotak bungkusan

      "Nasi goreng atau nasi campur", ? Dia menawarkan makanan tersebut.

      "Nasi goreng aja...", Nano yang memesan, dan membagikan makanan itu kepada mereka semua.

Dan Eka, makan sambil menyuapi makanannya ke dalam mulut Diki juga, nampak selama dalam perjalanan menuju Jakarta Diki sangat manja dengan Eka.

         Waktu sudah menunjukkan pukul tiga sore, dan kemungkinan akan sampai di Jakarta, jam empat spre, dalam mengjsi waktu kosongnya Eka membuat puisi tentang pemandangan yang dilihatnya dalam perjalanan.

Jalan Hidup.

Aku menempuh suatu perubahan
Yang nantinya akan menjadi suatu
Yang menantang dalam hjdupku sendiri
Sesuatu yang berbeda.

Jalan hidup ini selalu akan berganti
Dalam setiap langkah yang ku jalani
Dalam jejak kaki yang ku arungi
Di setiap tempat yang tidak pernah sama

EKa Dwi Angga.

Dia sedikit melamun, memikirkan juga hidupnya sendiri, dalam hatinya masih terbayang wajah tercengang Indah, yang menerima kenyataan sifat Eka yang dia hanya berbuat kebaikan dengan orang lain.

Setibanya di Jakarta...

Eka dan keluarganya, melihat suasana yang jauh berbeda, dan Nano mengeluarkan alamat rumah baru mereka, rumah kontrakan di daerah Tangerang, dan rumah itupun teman Nano yang menyediakannya untuk mereka tinggali.

      "Dari sini jauh tidak...,", dia berguman pelan.

      "Kita coba tanya orang saja...", Eka melihat orang yang sedang berdiri.

Dan Eka, mencoba bertanya kepada orang tersebut, dia menghampiri orang tersebut dengan sopan.

      "Mas, maaf mau tanya, Tangerang itu jauh atau dekat dari sini...", ? Dia bertanya.

     "Dimananya...", ? Orang itu kembali bertanya.

      "Bsd...", Eka menjelaskan padanya.

      "Jauh sekali dek...", orang itu menjelaskan.

EKA Proses PenerbitanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang