Part 22 Riris Sang Penggoda

7 0 0
                                    

Setiap kali Nano berada di dalam tempat pekerjaannya, entah kenapa Riris semakin hari, semakin sering menghampiri dirinya

  semakin sering menghampiri dirinya, dan membawakan makanan tersebut, namun Nano yang polos tidak tahu jika pada akhirnya menaruh hati padanya, dan Riris mata hatinya telah buta karena cinta.

    Dia yang selama ini juga, telah mengeluh karena tidak pernah mendapatkan seperti keinginannya, yaitu bisa mendampingi hidupnya, namun Riris juga khilaf jika Nano sudah berkeluarga.

    Setelah dia membawakan makanan tersebut, Riris pulang dengan santai, dan Nuri sedang duduk di ruang Tv, dia mengamati sikap adiknya menantunya yang tampak tidak bjasa tersebut.

       "Kamu bertemu dengan Mas Nano lagi...", ? Dia bertanya.

       "Mereka sekeluarga suka dengan bakwan buatanku....", dengan senang Riris meluapkan perasaannya kepada Nuri.

          "Tapi Ris..., kamu juga harus eling, kalau dia sudah punya keluarga, bahkan sudah punya anak dua, dan yang satu itu sudah remaja...", Nuri mengingatkan dirinya.

      "Aku tahu kak Nuri....", Riris mengangguk, namun entah apa yang ada dalam pikirannya
sebenarnya.

       Di tempat yang berbeda juga, pada sore harinya, Eka baru saja selesai tugas untuk ospeknya esok hari, dan tugasnya adalah membuat puisi untuk kakak kelas perempuan yang bernama Novi.

     Lembayung dalam temaram hati
     Ada kisah yang terpatri di hati
     Yang menyelami dalam birahiku
     Dan inikah yang mereka sebut cinta

     Dan kau yang memainkan kisahnya
     Untuk memulainya denganku
     Untuk kita saling bercinta
     Mencintai dan dicintai.

Baru saja dua bait puisi dan rencananya mau membuat tiga bait, sudah ada suara cempreng Diki dari luar memanggilnya.

      "Mass Eka, aku main dengan mas Eka...", dia hanya berbicara diluar pintu dengan keadaan pintu kamar masih tertutup, dan Eka membuka pintu kamarnya.

        Anak kecil itu, sudah membawa pistol - pistolan dua buah, berwarna hitam dengan wajah sangat berharap bisa bermain dengan kakaknya.

         "Mau main pistol - pistolan...", ? Eka bertanya, dan menengok kearah keluar jendela dari kamarnya.

        "Kita main di luar yahhh....", Eka berkata dengan bijak kemudian, dan mengajak adiknya untuk ke depan pagar rumahnya, dan mereka berlari kesana - kemari di sekitaran komplek rumah mereka.
  
      Yanti menatap kedua anaknya, dengan perasaan kagum, jika Eka teryata bisa mengurus adiknya bahkan menjaganya, dan rasanya sudah tidak perlu tambah anak lagi, sudah cukup mereka berdua saja, dan waktu itu juga bertepatan Nano baru saja pulang dari bengkel, dan membawa gorengan itu lagi, dan kali ini dia membawa sangat banyak.

         "Dari Riris lagi....", ? Yanti sudah menebak gelagat suaminya, dan entah kenapa tiba - tiba saja menyusup ke khawatiran sendiri yang dibendung dalam hatinya, namun dia masih berpikir dalam segi positifnya, dia mencoba menghapus pikiran negatif yang sekelebat masuk ke dalam otak pikirannya.

       "Dia baik sekali yah....", Yanti memuji dirinya.

       "Begitulah..., , Yanti tenang, aku tidak akan pernah menodai pernikahan kita...", entah kenapa kata - kata Nano seakan isyarat yang akan terjadi pada rumah tangga mereka.

      "Lebih baik jangan pernah katakan, yang akan membuat sakit hidupku...", ! Tegas Yanti menutup mulutnya, dan dia menatap kearah samping, pandangan nampak sayu tidak biasanya, perasaan yang disembunyikannya adalah rasa takut suaminya akan menyakiti dirinya.

     Di tempat yang berbeda juga, Diki yang sedang menebak - nebak dengan pistol yang diisi oleh air tiba - tiba saja, mengenai seorang gadis yang tengah melintas di komplek tersebut, Diki terdiam dengan rasa bersalah, menatap gadis tersebut dan Eka menengok ke belakang.

    "Icha.., mau apa kamu disini....", ? Eka menghampiri dirinya.

     "Aku hanya kebetulan lewat, dan teryata kamu tinggal disini...", jawab Icha.

      "Sejak tadi, aku masih belum sampaj dirumah dari mulai di sekolah, dan sepertinya tugas puisi itu, aku harus banyak membaca buku, dan aku membeli buku terdekat sini...", Icha berkata panjang lebar.

       "Sepertinya kamu sedang bingung, ini adalah rumahku Icha...", Eka menebak apa yang ada dalam pikiran Icha.

      "Yah memang begitu, sepertinya...", Icha menjadi salah tingkah, dan berlalu meninggalkan tempat tersebut.

       Diki yang berdiri di belakang Eka, masih melongo menatap apa yang di lakukan oleh kakaknya, seakan dia jngin mengucapkan sesuatu namun tidak mengerti apa yang dilihatnya tersebut.

      Pada malam harinya....

Yanti sedang menonton Tv, sambil menjkmati cemilan, bakwan yang tiap harinya di kirimi oleh Riris, melalui Nano, dan entah bagaimana ada satu adegan, yang membuat Yanti mematikan Tvnya, dan entah bagaimana bakwan itu rasanya tidak bisa ditelannya, dan dia memuntahkannya, di wastafel tiba - tiba saja air matanya menetes.

      Nano yang melihat apa yang di lakukan oleh istrinya, dia nampak cemas dan memeluk dirinya.

       "Kamu kenapa...", ? Dia bertanya, tiba - tiba saja Yanti mendorong Nano dengan nafas terengah dan wajahnya menunduk.

        "Aku takut mas selingkuh...", kata - katanya seakan menusuk hati, Nano dan kali ini dis memegang bahu Yanti erat.

        "Percayalah itu tidak akan terjadi, aku tidak akan meninggalkan kalian semua...", ! Tegas Nano.

EKA Proses PenerbitanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang