Part 26 Pada Malam Inagurasi

7 0 0
                                    

pada malam Inagurasi Eka, terlihat tampan dengan mengenakan baju pangeran seperti dalam Putri Dongeng, sedangkan Icha mengenakan pakaian seperti Putri, dia mengenakan gaun berwarna pink, dan terlihat cantik, dan pada malam itu mereka mulai mementaskan aksi mereka dalam panggung, dan pada saat selesai malam Inagurasi, Eka memandang bintang sambil duduk di kursi dekat kelas, dan Icha menemaninya disana.

"Ada sebuah impian dibalik bintang....", Eka mulai berkata, dan Icha memicingkan mata sambil memiringkan kepalanya.

"Jujur, di dunia ini ada hal yang sulit harus di jalani, dari segelintirnya orang kenapa, yang baik sulit aku temukan, meskipun aku berbuat baik....", tiba - tiba saja Eka menimpali dengan cepat perkataan Icha.

"Dunja memang kejam, namun manusianya yang membuatnya menjadi kejam, dunia tidak salah apa - apa, dan karena itu dunia terasa kejam, dan kejamnya dunia adalah disaat manusia belum menemukan kebaikan bahkan keadilan untuk hidupnya....", perkataan Eka seakan menyentak hidup Icha.

"Kamu merasa aku orang yang demikian, tidak pernah menemukannya yang disebut keadilan dalam hidup...", pada bagian kata - kata ini, Eka terdiam seakan memikirkan hidupnya sendiri dia ingin terlihat tegar dengan menyembunyikan air matanya sendiri di depan orang lain, jika dia merasakan orang tuanya belakangan sering sekali bertengkar.

"Apa yang kamu pikirkan adalah yang kamu bicarakan...", Eka mengakhiri kata - katanya dengan kalimat tersebut sambil meninggalkan sekolah.

   Di tempat yang berbeda, Riris sedang memasak, membuat gorengan itu lagi, dan akan dibawanya ke tempat kerja Nano, wanita itu tetap nekat, meskipun sudah dilarang oleh Yanto dan istrinya, dia membawa makanan itu, dan Nano yang melihatnya teringat akan pertengkarannya dengan Yanti.

     "Riris, jujur aku sudah punya keluarga....", Nano berkata lembut.

      "Aku tahu, tapi aku membuatkannya, karena mas Nano suka...", entah bagaimana Nano pada akhirnya mengambilnya, dan lambat laun, Nano terlena oleh rayuan Riris kepadanya, sikapnya sejak itu menjadi berubah kepada keluarganya.

      Sore hari, Diki yang masih kecil ingin memperlihatkan mainan pesawat terbang dari kaleng yang dibelikan oleh Eka baru saja.

        "Bapak, Eka baru saja punya pesawat terbang...", dia memberikan senyuman polos sambil berkata dengan ceria, namun Sikal Nano tidak hangat seperti biasanya, dia hanya mengelus kepalanya dam masuk ke dalam kamar, wajah Diki berubah menjadi sedih, dan Yanti menghampiri dirinya.

     "Bapakmu, sedang gila dengan perempuan, sudah tidak usah sedih...", terlihat Yanti berbisik dan masuk ke dalam kamar, dengan wajah marah, air mata Diki menetes disana, dia menangis terisak, dan Eka yang baru saja keluar dari kamarnya langsung memeluk adiknya.

       "Mas, tahu perasaanmu...., dan itu juga yang mas Eka rasakan....", Eka memeluknya dengan penuh perasaan, dia berusaha tegar walau air matanya juga ingin menetes.

       "Aku hanya takut, kalau bapak meninggalkan kita...", Diki terisak.

       "Jika, bapak pergi sekalipun, masih ada ibu yang masih memperdulikan kita, sudah kamu harus menjadi anak yang kuat, jangan lemah dengan keadaan....", Diki mengangguk mendengar nasehat Eka, sambil seraya memeluknya.

EKA Proses PenerbitanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang