Part 39 Permintaan Maaf Icha

9 0 0
                                    

Akhirnya, mereka kembali bersama, dan mereka lebih akrab dari sebelumnya, namun Icha belum juga mengatakan apa yang di rasakannya selama ini kepada Eka, dan tiap kali dia melihat Eka bersama Indah, Icha hanya menahan rasa di hati yang sebenarnya cemburu, Icha hanya berharap Eka akan membaca isi hatinya suatu saat nanti.

Disamping itu, Icha menjadi sering mengobrol dengan Eka di tempat kos Icha, mengenai buku - buku itu lagi, dan apakah pada akhirnya memang Eka yang tidak mudah jatuh cinta itu juga dan memiliki banyak teman gadis hanya mencintai Icha, selama ini.

Suatu hari, Icha baru saja menyelesaikan mata kuliah pertamanya, kemudian berjalan kearah gedung Tari untuk menemui Eka, dia berdiri dari kejauhan untuk menunggu Eka sampai selesai kuliahnya, dan setelah sudah selesai Eka barulah menemui Icha, mereka berjaln berdua kearah kantin.

Di satu sisi lain Indah yang teman satu jurusannya memerhatikan mereka dari kejauhan sambil bersedekap, dan Rahmi salah satu temannya juga mengajaknya bicara.

"Kamu cemburu.....", ? Dia bertanya.

"Tidak....", Indah hanya menggeleng sambil berkata singkat

"Aku bisa menebak apa yang ada dalam pikiranmu....", Rahmi mengamati raut wajah Indah, lalu dia mengibaskan tangannya.

"Sudahlah tidak perlu membicarakan hal demikian, tapi jujur aku mengenal Eka, bukan hari ini saja, tapi jauh sebelum semuanya, aku pernah satu sekolah dengannya waktu SMP dulu...", Indah berkata panjang lebar.

Dan di satu sisi lain, Icha sedang menikmati bakso dengan Eka di kantin sambil mengobrol juga di temani oleh es teh manis.

"Eka, terus terang kalau saja aku tahu dari dulu, soal ini aku tidak akan mengatakannya, kamu seperti berlian di tempat yang paling istimewa Eka, dan karena harganya sangat mahal jadi tidak ada yang bisa sanggup membelinya.....", Icha berkata panjang lebar.

"Icha, aku hanyalah manusia biasa, sama seperti lainnya....", Eka menggeleng sambil menyimpulkan cengiran di mulutnya.

"Tapi entahlah aku melihatmu seperti malaikat yang turun dari langit....", Icha menyahutnya dengan menambahkan kata - kata ucapannya.

"Sudah sering kamu katakan itu Icha...", Eka berkata sambil melirik jam tangannya.

"Aku masih ada kuliah, nanti kita mengobrol lagi di kos kamu...", Eka memyudahi obrolannnya di dalam kantin dan meninggalkan Icha, Icha yang sudah selesai kuliahnya, dia langsung pulang ke kosnya, dan mulai mengerjakan tugas sambil mendengarkan radio

Pada waktu itu salah satu band yang berasal dari Yogya sedang sering di putar juga lagu seorang wanita bernama Anggun.

Teman kos Icha yang bernama Wiwied serinh sekali mendengar lagu anggun tersebut sambil entah mengerjakan sesuatu di kamarnya, dan biasanya Icha setelah selesai mengerjakan tugasnya dia beristirahat sejenak.

Suara panggilan dari luar kamar membuatnya terbangun, padahal kala itu Eka tidak mengirim pesan apapun di Hpnya, namun dia teringat jika Eka berjanji akan ke kosnya sore ini, buru - buru Icha menuruni anak tangga dan menemuinya di ruang tamu.

"Masih banyak hal yang tadi tertunda untuk aku katakan padamu...", Icha mulai mengungkapkan perasaannya.

Lalu duduk di sebelahnya, Eka yang menemaninya terdiam sejenak, seakan banyak kata yang ingin disampaikannya namun sulit di ucapkan.

"Apa ada hubungannya dengan Indah, dari masalah yang sempat kamu ceritakan...", ? Icha bertanya, dan Eka hanya menelan ludahnya.

"Tidak, dia temanku waktu SMP, tapi aku saat ini tinggal bersama budeku di Sumber, selain pindah kuliah, mudah - mudahan bapakku tidak akan pernah bisa untuk menemuiku, tapi juga sampai aku bertemu dengan Siska, dia sudah terpengaruh olehnya..." , Eka bercerita panjang lebar.

"Apakah mereka kerjasama...", ? Icha bertanya lebih dalam, dan Eka hanya menghembuskan nafas berat.

"Kamu adalah orang paling beruntung dan bahagia Icha...", Eka justru memuji dirinya.

"Jawabanku juga sama, aku hanya manusia biasa saja juga...", Icha berkata lembut.

Mereka mengobrol sampai waktu lima sore, dan setelah itu Eka berpamitan pulang, rasanya rindu sekali dengan Diki, karena selama dia tinggal bersama Bude Heni, dia tidak tinggal bersama Diki, dan Diki bersama Yanti di kampung, anak itu sekarang juga sudah kelas satu SMP, sudah mulai menginjak usia remaja rupanya.

Eka, yang baru sampai di rumah, dia masuk ke dalam kamarnya, dan merenungkan sgala apa yang terjadi dalam hidupnya.

  Eka, berjalan kearah dapur dan mulai memasak nasi disana serta lauknya, dia ikut membantu Bude Heni untuk mengerjakan rumah, karena merasa tahu diri karena tinggal bersama orang lain walau itu budenya sendiri,

            "Mungkin nanti kalau waktu senggang, aku mau pulang ke kampung....", Eka mengajak bicara, Bude Heni yang menghampirinya ke dalam dapur.

    
            "Aku rindu dengan, Diki dan ibu....", Eka menambahkan kata  - katanya.

 
            "Sebenarnya tidak masalah juga, jika aku tinggal bersama ibu dan Diki, meski jauh dari kampusku, namun keadaan yang mengharuskan aku disini, lagipula aku tidak takut pada bapak, meskipun aku juga berpikir aku tidak mau bertemu dengannya, aku hanya berpikir..., tidak mau ada urusan apapun lagi dengannya, lagipula dia sudah di hapus dari keluarga kita " , Eka berkata panjang lebar menahan rasa emosi di dalam dadanya.

            "Bude mengerti, dia sudah berbuat kejam juga dengan kalian...", Bude Heni menyetujui kata - kata Eka.

  Eka, berjalan kearah dapur dan mulai memasak nasi disana serta lauknya, dia ikut membantu Bude Heni untuk mengerjakan rumah, karena merasa tahu diri karena tinggal bersama orang lain walau itu budenya sendiri,

            "Mungkin nanti kalau waktu senggang, aku mau pulang ke kampung....", Eka mengajak bicara, Bude Heni yang menghampirinya ke dalam dapur.

    
            "Aku rindu dengan, Diki dan ibu....", Eka menambahkan kata  - katanya.

 
            "Sebenarnya tidak masalah juga, jika aku tinggal bersama ibu dan Diki, meski jauh dari kampusku, namun keadaan yang mengharuskan aku disini, lagipula aku tidak takut pada bapak, meskipun aku juga berpikir aku tidak mau bertemu dengannya, aku hanya berpikir..., tidak mau ada urusan apapun lagi dengannya, lagipula dia sudah di hapus dari keluarga kita " , Eka berkata panjang lebar menahan rasa emosi di dalam dadanya.

            "Bude mengerti, dia sudah berbuat kejam juga dengan kalian...", Bude Heni menyetujui kata - kata Eka.

EKA Proses PenerbitanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang